Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Inspirasi dari WHO Tahun 2020, Kini +62 Baru PPKM Level 4, Bukan 4 Level

22 Juli 2021   10:07 Diperbarui: 22 Juli 2021   10:21 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Tidak terbang ke langit, tidak pula menjejak bumi, dan terus bagai air di daun talas. Barangkali, itulah yang bisa saya gambarkan dari kebijakan-kebijakan pemerintah dalam mencegah, mengantisipasi, dan menangani pandemi corona di Ibu Pertiwi. 

Silakan masing-masing dari kita menerjemahkan dan mengartikan sendiri padanan makna dari permainan kata tersebut untuk pemerintah. 

Istilah berubah, siapa yang meminta?

Bila kemarin banyak masyarakat yang menyebut tindakan Presiden memalukan karena mengubah statuta salah satu Perguruan Tinggi demi melindungi rektor dan memperkokoh kampus menjadi bagian alat kekuasaan, dan jelas arahnya untuk mematikan demokrasi di Indonesia dari kaum intelektual bernama mahasiswa, maka kali ini rakyat pun bingung.

Rakyat menuntut kerendahan hati Presiden untuk menghentikan kebijakan PPKM darurat, karena pemerintah tak memberi makan dan mengganti kerugian rakyat, sebaliknya semakin membikin menderita. Ternyata, PPKM darurat tetap diperpanjang dan demi pencitraan atau demi-demi yang lain, namanya malah diganti menjadi PPKM Level 4 yang konteksnya sama saja. Dan, jelas istilah itu bukan yang digaungkan rakyat.

Sangat nampak, pemerintah mencoba selalu berkelit dari kewajiban amanah kepada rakyat dengan berbagai dalih yang sangat mudah dibaca arahnya oleh rakyat. Bagaimana rakyat tidak semakin gerah?

Bahkan, untuk sekadar mengganti istilah PPKM, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan saat ini pemerintah mengategorikan kondisi pandemi menjadi empat level, tidak PPKM darurat lagi.

"Kita sekarang kategorikan (kondisi pandemi) itu jadi level 1, level 2, level 3, level 4."
"Level 4 itu sama dengan PPKM Darurat. Jadi, kita nggak pakai istilah darurat lagi, pakai level saja," ujar Luhut dalam program B-Talk yang ditayangkan Kompas TV, Selasa (20/7/2021) malam.

Luar biasanya pemerintah. Yang bikin corona Wuhan bebas masuk Indonesia siapa? Yang bikin berkeliaran corona delta India di Indonesia siapa? Terus ujungnya mereka juga yang kini bikin level-level penanganan corona.

Hanya Indonesia nampaknya, yang pemerintahnya begitu abai terhadap penebaran corona dari Wuhan dan India. Hanya Indonesia pula yang pastinya sangat konsisten bikin istilah-istilah kebijakan penanganan corona, hanya mungkin karena sudah terlanjur malu anti menggunakan istilah lockdown, karena tak mau tunaikan kewajiban kepada rakyat dan  entah berpihaknya kepada siapa?

Tetapi begitu corona terus merajalela di Indonesia, rakyat Indonesia justru terkesan menjadi kelinci percobaan kebijakan khas made-in pemerintah dalam menangani corona, pun belum ada yang berhasil.

Berhasil mengubah istilah

Dari rentetan keberhasilan sementara penanganan corona di Indonesia itu adalah berhasil mengubah istilah-istilah kebijakannya secara konsisten.

Keberhasilan terbaru, adalah perubahan istilah PPKM Level 4 sesuai Instruksi Mendagri Nomor 22 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4 Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali yang diteken Mendagri Tito Karnavian pada Selasa (20/7/2021).

Katanya, istilah baru diresmikan menindaklanjuti arahan Presiden Republik Indonesia yang menginstruksikan agar melaksanakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 (empat) Corona Virus Disease (COVID-19) di wilayah Jawa dan Bali sesuai dengan kriteria level situasi pandemi berdasarkan asesmen dan untuk melengkapi pelaksanaan Instruksi Menteri Dalam Negeri mengenai Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro serta mengoptimalkan Posko Penanganan COVID-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk Pengendalian Penyebaran COVID-19.

Keren. Sebelum PPKM Level 4, karena anti lockdown, maka pemerintah sudah berhasil memecahkan rekor dunia dengan membikin istilah PSBB. Tak puas dengan PSBB, PSBB pun ditambah embel-embel PSBB makro, terus PSBB mikro. Belum cukup juga, terbitlah PPKM darurat. Tidak cukup juga, dibuatlah PPKM Level 4.

Demi memuluskan lahirnya istilah terbaru PPKM Level 4, agar meyakinkan, dirilislah beberapa daftar daerah-daerah di Indonesia yang wajib menetapkan istilah PPKM Level 4. Semisal:

1) DKI Jakarta untuk seluruh Kabupaten/Kota dengan kriteria level 4. 2) Banten, untuk level 3 meliputi Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, Kota Cilegon; dan level 4 yaitu Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang dan Kota Serang. 3) Jawa Barat untuk level 3 yaitu Sumedang, Sukabumi, Subang, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Garut, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung.
Sementara untuk level 4 yaitu Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kota Sukabumi, Kota Depok, Kota Cirebon, Kota Cimahi, Kota Bogor, Kota Bekasi, Kota Banjar, Kota Bandung dan Kota Tasikmalaya.

Berikutnya, 4) Jawa Tengah untuk level 3 yaitu Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Tegal, Kabupaten Sragen, Kabupaten Semarang, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Pekalongan.

Lalu, Kabupaten Magelang, Kabupaten Kendal, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Jepara, Kabupaten Demak, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Brebes, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Blora, Kabupaten Batang, Kabupaten Banjarnegara, Kota Pekalongan.
Sedangkan level 4 yaitu Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, Kabupaten Kudus, Kabupaten Klaten, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Banyumas, Kota Tegal, Kota Surakarta, Kota Semarang, Kota Salatiga dan Kota Magelang.

5) Daerah Istimewa Yogyakarta untuk level 3 yaitu Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Gunungkidul dan level 4 yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta.

6) Jawa Timur untuk level 3 yaitu Kabupaten Tuban, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Sampang, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Malang.
Kabupaten Magetan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Kediri, Kabupaten Jombang, Kabupaten Jember, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Blitar, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Probolinggo, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan.
Sedangkan untuk level 4 yaitu Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Madiun, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Gresik, Kota Surabaya, Kota Mojokerto, Kota Malang, Kota Madiun, Kota Kediri, Kota Blitar dan Kota Batu.

Kemudian 7)Bali untuk level 3 yaitu Kabupaten Jembrana, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Bangli dan Kota Denpasar.

WHO bikin level 2020, lho

Rakyat masih ingat, saat pemerintah tak punya hati tetap meloloskan WN China masuk Indonesia saat WNI sedang ditekan PPKM darurat, saat itu WHO juga jadi sumber alasan pembelaan pemerintah karena tak melarang sebuah negara membatasi kedatangan WNA, padahal WHO juga tak melarang negara menutup diri dari WNA.

Kini, kebijakan baru PPKM Level 4, WHO juga dijadikan alasan lagi. Dalam hal ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang mengatakan bahwa istilah berdasarkan asesmen level ini mengacu pada pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang diterbitkan pada 2020 lalu.

Dalam pedoman tersebut, disebutkan bahwa level krisis suatu daerah dapat dilihat dari dua faktor. Pertama adalah laju penularan, dan yang kedua adalah respons atau kesiapan suatu wilayah,
Setidaknya, ada empat level penilaian suatu kasus Covid-19 di suatu daerah berdasarkan indikator WHO, yaitu:

Level 1 (Insiden Rendah)
Pada level ini, angka kasus konfirmasi positif Covid-19 kurang dari 20 orang per 100 ribu penduduk per minggu. Kejadian rawat inap di rumah sakit kurang dari lima orang per 100 ribu penduduk. Lalu, angka kematian kurang dari satu orang per 100 ribu penduduk di daerah tersebut.

Level 2 (Insiden Sedang)
Angka kasus konfirmasi positif Covid-19 antara 20 dan kurang dari 50 orang per 100 ribu penduduk per minggu. Kejadian rawat inap di rumah sakit antara lima dan kurang dari 10 orang per 100 ribu penduduk per minggu. Angka kematian akibat Covid-19 kurang dari dua orang per 100 ribu penduduk di daerah tersebut.

Level 3 (Insiden Tinggi)
Pada level ini, angka kasus konfirmasi positif Covid-19 antara 50-100 orang per 100 ribu penduduk per minggu. Kejadian rawat inap di rumah sakit 10-30 orang per 100 ribu penduduk per minggu. Angka kematian akibat Covid-19 antara dua sampai lima orang per 100 ribu penduduk di daerah tersebut.

Level 4 (Insiden Sangat Tinggi)
Angka kasus konfirmasi positif Covid-19 lebih dari 150 orang per 100 ribu penduduk per minggu. Kejadian rawat inap di rumah sakit lebih dari 30 orang per 100 ribu penduduk per minggu. Serta, angka kematian akibat Covid-19 lebih dari lima orang per 100 ribu penduduk di daerah tersebut.

Pertanyaannya, mengapa tidak sejak WHO menerbitkan pedoman perlevelan tersebut dari tahun 2020, diadaptasi oleh pemerintah Indonesia?

Baru hari gini, PPKM darurat berganti baju  PPKM Level. Sudah begitu, namanya PPKM Level 4 lagi, bukan PPKM 4 Level atau PPKM Level 1-4.

Inilah mengapa saya menyebut pemerintah tidak terbang ke langit, tidak pula menjejak bumi, dan terus bagai air di daun talas. PPKM Level 4 seolah istilah baru, padahal sudah kadaluarsa. Sudah ada dari 2020. Ke mana saja, selama ini? 

Seperti di ruangan ber-AC ada yang kentut, tapi tidak ada ventulasi yang dibuka. Baunya, tetap saja menyengat di ruangan yang itu-itu saja.

Bila selama ini ada perumpamaan sudah dikasih hati , masih merogoh ampelo. Maka, terkait corona di Indonesia, rakyat minta makan, tapi yang dikasih nama-nama makanan. Nyambung tidak,  ya? Mungkin pemerintah menganggap nyambung. Ya, sudah. Mau bagaimana lagi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun