Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pak Mahfud, Maaf dan Tolong Lakukan PPKM untuk Sinetron yang Tak Layak Tayang!

19 Juli 2021   08:32 Diperbarui: 19 Juli 2021   09:07 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahfud menilai sinetron tersebut asyik ditonton. Tapi, menurutnya, alur cerita sinetron tersebut berputar-putar. Mahfud juga menilai pemahaman masalah hukum penulis naskah sinetron 'Ikatan Cinta' kurang baik. Sebab, ada satu kejadian di sinetron tersebut yang pemerannya langsung ditahan polisi karena mengaku membunuh. Contohnya, Sarah yang mengaku dan minta dihukum karena membunuh Roy langsung ditahan. Padahal pengakuan dalam hukum pidana itu bukan bukti yang kuat.

Mahfud pun berbagi ilmu hukum, bahwa mengapa pengakuan bukan merupakan bukti kuat dalam hukum pidana. Sebab, pelaku sebenarnya bisa saja bukan orang yang mengaku.

"Pembunuh Roy adalah Elsa. Sarah, Ibu Elsa, mengaku sebagai pembunuhnya dan minta dihukum demi melindungi Elsa. Lah, dalam hukum pidana tak sembarang orang mengaku lalu ditahan. Kalau begitu nanti banyak orang berbuat jahat lalu menyuruh (membayar) orang untuk mengaku sehingga pelaku yang sebenarnya bebas," tulis Mahfud.

Dari apa yang disampaikan oleh Mahfud tersebut, ini tamparan sangat keras khususnya untuk penulis naskah dan sejatinya, bila hal ini terjadi dalam ranah akademis, saya bilang penulis naskah tidak lulus dan otomatis, sinetron pun tak layak disiarkan.

Ini jelas pendidikan pemahaman hukum yang sangat berbahaya khususnya bagi masyarakat, terlebih dari rating, sinetron ini sangat digemari masyarakat.

Kepada Pak Mahfud, saya berharap, khusus menyangkut pemahaman hukum, karena model sinetron yang kini tayang, ceritanya serupa tapi tak sama dan memang sekadar bersaing demi rating dan kejar keuntungan, maka alangkah baiknya, ada tindakan dan kelanjutan dari kritik ini. Tidak berhenti sekadar kritik di twitter. Banyak pihak yang wajib ditindak dan diarahkan agar masyarakat tidak tambah dibodohi oleh penulis naskah sinetron yang tak kompeten dan tak profesional.

Saya sendiri juga menjadi tertarik mengamati sinetron-sinetron yang kini sedang tayang dan ternyata benar, banyak saya identifikasi masalah dalam sinetron yang tak mendidik dan membodohi masyarakat seperti kritik Mahfud MD. Semisal saya dapati seperti ada kisah di sinetron yang saling ancam membunuh, padahal ini negara hukum. 

Ada yang terus mempertontonkan perkelahian yang melibatkan preman suruhan, dan terjadi berulang-ulang. Ada kisah sinetron yang bagian ceritanya suami sedang tugas dinas ke luar kota, tapi komunikasi dengan istrinya terputus, dan istrinya terus disiksa oleh mertuanya yang memang berniat memisahkan. Tidak lucunya, tiap adegan selama suaminya tidak ada, mereka selalu pegang alat komunikasi modern bernama handphone.

Masih banyak pembodohan lain yang bisa saya sebut, tetapi contoh tersebut jelas menjadi bagian yang tidak masuk akal, tidak logis.  Penulis naskahnya, sepertinya bersikap masa bodoh atau beneran bodih dan menambah membodohi masyarakat yang pendidikannya terpuruk.

Oleh karenanya, kritik dari Pak Mahfud jangan dianggap remeh. Penulis naskah sinetron lain juga wajib belajar dari kasus ini bila tak mau kejadian sinetron Bunglon terulang. Masyarakat yang belum tahu boleh belajar dari kejadian ini.

Saat itu, sinetron Bunglon membikin kontroversi dan heboh. Pasalnya, sinetron Bunglon yang ditayangkan di SCTV pada tahun 2004 harus berhenti tayang karena memperoleh kritik dari masyarakat dan enam lembaga swadaya masyarakat (LSM) karena menjungkirbalikkan norma kehidupan, pola pengasuhan, menonjolkan nilai-nilai antisosial, menunjukkan adegan kekerasan dan pelecehan seksual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun