Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ini Hasil Esensi Lockdown di Hongaria, Bebas Corona

24 Juni 2021   06:17 Diperbarui: 24 Juni 2021   07:01 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Benarkah esensi lockdown dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis mikro, sama? Kira-kira esensi yang sama di bagian mana? Lalu, mengapa masih ada yang mempertentangkan? Artinya, masih ada yang menganggap dua hal tersebut tidak sama, bukan?

Pasalnya, faktanya, kasus corona di Indonesia terus berkembang. Naik, turun, naik lagi, begitu seterusnya. Ini adalah akibat dari benang kusut pencegahan dan penanganan Covid-19 yang sejak awal tidak pernah tegas dari pemerintah. 

Buntutnya, rakyat pun terus abai, sebab banyak yang tak lagi peduli dengan apa pun kebijakan pemerintah. Bahkan, ketegasan pemerintah terhadap pelaku yang melanggar protokol kesehatan Covid-19, justru sangat tebang pilih. Ada yang diadili. Ada yang bebas meski melakukan pelanggaran yang sama. 

Hukum yang tajam ke bawah dan menyasar pihak yang berbeda arah dengan pemerintah, justru nampak lebih tegas daripada ketegasan pemerintah dalam kebijakan pencegahan dan penanganan pandemi yang kini semakin mengkhawatirkan.

Klaster corona pun kini malah hampir seragam di seluruh tanah air, yaitu menyerang dan menyasar keluarga dan anak-anak dalam satu lingkungan. 

Semakin masifnya klaster keluarga dan klaster anak-anak diserang corona, banyak pihak yang akhirnya mendengungkan kembali usulan dan masukan tentang tindakan tegas dari pemerintah pusat agar melakukan lockdown.

Karena fakta corona terus tak terkendali dan masyarakat dianggap tetap abai dan tak peduli itulah, maka banyak pihak yang mempertanyakan kembali sikap dan ketegasan pemerintah, karena menganggap PPKM berbasis mikro atau sebelumnya bernama PSBB, tak berhasil alias gagal.

Kesehatan dan ekonomi sama penting?

Sejak awal, banyak pihak memang sudah meminta pemerintah tegas mengambil tindakan lockdown. Namun, karena alasannya selalu ekonomi, maka jangankan melockdown rakyat Indonesia. Rakyat manca negara saja masih dibebaskan masuk dan ke luar dari Indonesia. Kebijakan mencla-mencle pun terus menjadi program unggulan.

Sementara, rakyat juga semakin tak jengah, tak malu-malu lagi untuk terus berbuat melanggar protokol kesehatan. Apa kondisi masyarakat yang terus abai ini hanya dikembalikan ke masyarakat lagi? Masyarakat yang sebelum corona sudah menderita, maka semakin nekad dengan sikap tak peduli dan abainya demi mencari dan mendapat makan.

Apakah benar, esensi lockdown dan PPKM berbasis mikro sama? Berarti ini mirip dengan analogi mudik dan pulang kampung (pulkam)? Tetapi, mudik dan pulang kampung, sempat diberikan pemahaman yang esensinya berbeda. Mudik terkait dengan pulang kampung di saat Idul Fitri, dan pulang kampung tak terkait Idul Fitri.

Namun, terkait hal ini, dalam keterangan pers yang disiarkan kanal Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (23/6/2021), Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali dengan sikapnya, tetap kukuh dan mengungkapkan alasan mengapa pemerintah tetap memilih pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis mikro ketimbang lockdown yang diusulkan banyak pihak dalam menekan lonjakan kasus Covid-19.

Jokowi berpendirian bahwa PPKM mikro dan lockdown memiliki esensi yang sama, yaitu membatasi kegiatan masyarakat dan meminta berbagai pihak dan masyarakat tidak perlu mempertentangkan.

Alasannya, apabila PPKM mikro terimplementasi dengan baik disertai penguatan tindakan di lapangan, semestinya laju kasus bisa terkendali dengan baik.

Namun, dalam pernyataannya, Jokowi sebenarnya menjawab sendiri bahwa esensi lockdown dan PPKM mikro memang berbeda, karena PPKM mikro saat ini belum menyeluruh dan masih sporadis di beberapa tempat.

Lalu, dengan tradisinya, melempar lagi kesalahan kepada pihak lain di luar pemerintah pusat, dengan meminta kepada gubernur, bupati, dan wali kota, untuk meneguhkan komitmennya mempertajam penerapan PPKM mikro, optimalkan posko-posko yang Covid-19 yang telah terbentuk di masing-masing wilayah desa atau kelurahan.

Sejatinya, dengan pernyataannya meminta gubernur, bupati, dan wali kota, untuk meneguhkan komitmennya mempertajam penerapan PPKM mikro, optimalkan posko-posko yang Covid-19 yang telah terbentuk di masing-masing wilayah desa atau kelurahan, yang memang selama ini tak kunjung berhasil, seharusnya ada tindakan lebih dari sikap kukuhnya tersebut.

Bila menyatakan esensi lockdown dan PPKM mikro sama, mengapa PPKM mikro masih sporadis di beberapa tempat? Apa kendala di tempat yang lain? Hingga PPKM mikro yang esensinya dibilang sama dengan lockdown juga tak bisa berjalan dengan benar, tertib, disiplin, tegas, di semua daerah Indonesia?

Nyatanya, corona bukan semakin mereda, perkantoran, kampus, sekolah terus ada klaster corona, dan terutama keluarga dan anak-anak pun kini menjadi klaster corona yang meningkat pesat hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Jadi, esensi lockdown dan PPKM mikro memang tidak sama. Alasan mengapa PPKM mikro, karena rakyat tetap harus bisa hidup dengan perekonomiannya sendiri. Karena harus hidup dengan perekonomiannya sendiri inilah, rakyat tak bisa patuh dengan PPKM mikro. Abai dan tak peduli dengan protokol kesehatan.

Banyak rakyat yang justru memiliki moto, lebih baik mati kena corona, dari pada mati kelaparan. Bila patuh pada PPKM mikro, bantuan sekadarnya dari pemerintah yang juga tak cukup untuk memenuhi kebutuhan makan saja, masih banyak yang salah sasaran, banyak rakyat yang tidak kebagian. Salah data, sampai bantuan sosial hanya jadi ladang korupsi elite partai yang duduk di pemerintahan.

Hasil dari lockdown dan vaksinasi di Euro 2020

Berbanding terbalik dengan sikap pemerintah Indonesia yang terus tak tegas. Lalu, melempar kesalahan kepada pemerintah daerah yang dianggap tak tegas, sporadis dan lain sebagainya. 

Malah kini Presiden juga meminta masyarakat tak mempertentangkan lockdown dan PPKM mikro dan berdalih esensinya sama, karena alasan yang benar, pemerintah jelas tak mampu bila kebijakan lockdown diberlakukan dan membiayai hidup rakyat, di Eropa malah kini nampak seperti tak ada pandemi corona.

Dalam laga ketiga Grup F Piala Eropa 2020, Kamis (24/6/2021) antara Portugal versus Prancis dan Jerman meladeni Hongaria, misalnya. Lihat, stadion terisi penuh. Penonton pun tak bermasker.

Malah, saat laga antara Portugal dan Hongaria yang dihelat di Stadion Puskas Arena, Selasa (15/6/2021), pertandingan itu disaksikan langsung oleh lebih dari 60.000 penonton.

Namun, dilansir dari dailystar.co.uk, laga perdana Grup F Euro 2020 yang berakhir dengan kemenangan Portugal, memang digelar sesuai dengan standar dan protokol kesehatan yang berlaku di Hongaria, termasuk soal izin jumlah penonton.

Semua itu, berkat program pemerintah Hongaria yang melakukan program vaksinasi secara masif. Sekitar 5,3 juta dari total 9,8 juta populasi penduduk di sana sudah divaksin jelang Euro 2020.

Menurut Perdana Menteri Hongaria, Viktor Orban, menyebut negaranya memakai vaksin Rusia dan China. Tapi bukan hanya itu usaha yang mereka lakukan.

Ternyata, Hongaria juga melakukan lockdown ketat sebelum Euro 2020. Sehingga para penonton bisa menikmati ajang tersebut bersama-sama di Budapest.

Meski begitu, tetap ada protokol kesehatan yang harus dilakukan sebelum masuk Puskas Arena. Hanya orang-orang yang telah divaksin saja yang diperbolehkan datang ke stadion. Para fans Hongaria diberi gelang khusus yang dapat diambil dengan menunjukkan kartu vaksinasi nasional. Anak di bawah umur 18 tahun, pun diizinkan masuk. Syaratnya mereka ditemani orang dewasa yang sudah divaksin.

Di sisi lain, penonton dari Portugal yang mau hadir ke Puskas Arena, wajib dinyatakan negatif Covid-19 dalam tes PCR 72 jam sebelum kickoff pertandingan atau bukti sudah divaksin menyeluruh.

Ternyata, Eropa terasa sudah tak ada corona, karena hasil dari lockdown ketat dan vaksinasi nasional mereka, serta adanya syarat tes PCR 72 jam sebelum kickoff, bagi penonton selain warga Hongaria. Semoga, Eropa dan Hongaria tidak bikin klaster corona baru, yaitu klaster Euro 2020 di 2021. Aamiin.

Kapan Indonesia dan pemerintahnya mau meneladani Hongaria, negara Eropa lain, dan negara  lainnya dalam pencegahan dan penanganan corona?

Corona terus menerjang, yang diributkan masih dalih-dalih, esensi-esensi, alasan-alasan, dan menyalahkan. Bukankah ini seperti bau kentut di ruang ber-AC? Mana akan hilang baunya bila pintu dan jendela tidak dibuka dulu biar baunya pergi. Ini pintu dan jendela tetap ditutup, tapi orang yang kentut bertambah banyak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun