Sebelum laga lanjutan Babak Kualifikasi Piala Dunia (BKPD) 2022 di gelar di Uni Emirat Arab (UEA) saat nanti timnas Indonesia akan bentrok dengan Thailand pada 3 Juni, meladeni Vietnam 7 Juni, dan terakhir bersua UEA 11 Juni 2021, yang sangat perlu disiapkan mental siapa? Apakah mental pemain dan para ofisial timnas Garuda yang kini sudah siap tempur? Atau mental PSSI? Atau mental publik sepak bola nasional?Mengapa kali ini saya bicara mental? Apa yang melatar belakangi? Mengapa urusan mental justru penting diurus?
Bila selama ini kita terbudaya melihat timnas senior kalah dalam event resmi, siapa pun pelatih yang menukanginya, maka bagi pemain timnas, pelatihnya, dan pengurus PSSI, merasakan kekalahan bukan hal yang disesali.
Karenanya, mental kalah bagi pemain timnas, pelatih, dan PSSI itu sudah mendarah daging. Melekat kuat hingga urat malu seolah tak lagi menempel pada mereka.
Mental kalah dan terbiasa kalah, seolah memang menjadi program unggulan PSSI yang selalu terus bermasalah dalam penunjukkan pelatih serta bermasalah dalam pemilihan pemain timnas yang lebih kental dengan punggawa titipan.
Sehingga, tatkala timnas dipermalukan dalam 5 laga awal BKP 2022, ditekuk Malaysia 2 kali di kandang dan saat tandang. Lalu, takluk di kandang dari Vietnam dan Thailand, serta di pecundangi UEA saat tandang, seolah tidak ada penyesalan dan rasa bersalah baik dari PSSI maupun pelatih dan pemain.
Urat malu mereka seperti sudah putus hingga mengganggap 5 kekalahan adalah hal biasa dan tidak memalukan. Meski akibatmya membikin ranking FIFA Indonesia tercecer, bahkan di Asia Tenggara.
Shin Tae-yong ada beban?
Atas budaya tak merasa bersalah dan mental yang buruk itu, maka untuk laga lanjutan BKPD 2022, di tangan Shin Tae-yong (STy), rasanya yang kini harus disiapkan mental adalah publik sepak bola nasional. Mengapa?
STy bukan dewa atau pesulap  yang langsung dapat menjamin, menggaransi Evan Dimas dan kawan-kawan membawa timnas meraih kemenangan.
Meski sisa 3 laga, tujuannya agar ranking FIFA Indonesia terdongkrak naik, karena peluang lanjut di BKPD 2022 sudah tertutup, tetap saja bukan pekerjaan mudah bagi STy.
STy juga sedang tidak menghadapi timnas sekelas pasukan Korea Selatan yang mampu memecundangi Jerman. Tapi, sedang memoles timnas Indonesia yang level pemainnya juga tak jauh dari para pendahulunya.
Sehingga, pantas saja bila dalam 2 laga uji coba, timnas di tangan STy.juga takluk dari Afghanistan dan Oman. Boleh saja STy beralasan masih coba-coba pemain, tidak memikirkan hasil akhir laga, meski saat versus Oman, dianggap sebagai laga resmi yang dihitung poin oleh FIFA.
Usai laga STy juga beralasan ada celah di pertahanan timnas, tapi belum semua pemain belakang yang di bawa ke UEA dikasih kesempatan merumput.
Dari tanda-tanda ini, memang masih ada harapan dalam laga sebenarnya di BKPD 2022, timnas bisa unjuk gigi di bawah asuahan STy.
Namun, melihat kekalahan dalam 2 laga uji coba, maka juga bukan mustahil, STy akan melanjutkan tradisi kalahnya saat bersua musuh besar Asia Tenggara Thailand dan Vietnam, plus UEA.
Bila benar, timnas kembali digulung oleh Thailand.yang akan terlebih dahulu dihadapi, kira-kira apa, ya? Alasan STy atas kekalahan dari Thailand?
Publik siap mental
Untuk itu, publik yang sangat berharap ada keajaiban dari STy dapat membuat timnas Indonesia minimal mampu menggulingkan Thailand, memang tetap harus menyiapkan ruang khusus di relung hatinya, untuk tempat memarkir lekecewaan, bila benar timnas pada laga Kamis, 3 Juni 2021 kalah dari Thailand.
Artinya, sikap optimis terhadap STy yang mampu membikin timnas Indonesia bangkit, tetap wajib dikedepankan. Namun, tetap wajib menyadari bahwa STy juga manusia biasa.
Dia bukan dewa dan pesulap yang tiba-tiba jada pahlawan bagi sepak bola nasional secara instan. Andai optimisme kita semua ternyata mampu dijawab oleh STY dengan meracik dan menurunkan komposisi pemain dengan tepat, hingga timnas menang. Maka, publik patut berterima kasih kepada STy.
Bila ternyata, STy sudah meracik tim dengan benar, komposisi dan strategi bermain dengan tepat, timnas tetap kalah, maka publik pun wajib paham, mengapa itu terjadi dan terjadi lagi.
Untuk itu, bagi segenap publik sepak bola nasional, dalam memyambut laga resmi pertama STy membesut timnas, siapkan dua ruang dalam hati kita masing-masing.
Ruang pertama adalah ruang mental untuk menampung kekecewaan dan kepahitan, bila ternyata timnas tetap takluk dari Thailand. Dari ruang ini akan hadir refleksi, mawas diri, dan evaluasi mengapa Indonesia terus gagal. Dan, siapa yang menjadi biang keladinya. Harus diapakan biang keladi kegagalan sepak bola nasional itu?
Ruang kedua, adalah ruang mental bersyukur. Bila ternyata timnas mampu menang atas Thailand, maka publik wajib bersyukur atas kinerja STy, yang mengubah wajah dan harga diri sepak bola nasional di mata bangsa Asia Tenggara, Asia, dan dunia.
Mari kita tunggu, apa komentar pertama STy bila timnas menang dari Thailand. Atau apa komentar pertama STy bila timnas takluk dari Thailand.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H