Sejatinya, apa.yang membikin Jokowi kembali marah, bukan persoalan baru. Sebab, kasus penyerapan dana yang lambat, infrastruktur yang tidak jelas, dan bansos yang tak sempat sasaran dan lambat sudah menjadi tradisi dan menjadi masalah klasik di pemerintahan pusat hingga pemerintah daerah.
Apalagi bila latar belakangnya bukan karena korupsi, menyelewengkan anggaran, mengambil keuntungan dari bunga Bank.
Penyerapan anggaran yang rendah dan lambat, bahkan diungkap sampai detil data-datanya oleh Presiden. Sebelumnya sampai diungkap kementerian mana dan provinsi dan daerah mana yang masih mengendapkan belanja anggaran. Termasuk pengendapan anggaran untuk penanganan Covid-19.
Anggaran juga sudah digelontorkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Tapi, karena memang sudah tabiat. Para menteri dan kepala daerah yang berasal dari latar belakang yang juga mudah ditebak, sudah terbudaya memainkan anggaran demi kepentingan pribadi dan golongannya. Maka, mau semarah dan sejengkel apa Presiden, nampaknya ini sudah pekerjaan dan tradisi mafia, jadi akan menjadi angin lalu marahnya Jokowi bagi mereka.
Lalu, masalah infrastruktur dan bantuan sosial. Kasusnya juga sama. Ujungnya juga sama, korupsi. Maka, tak heran KPK dilemahkan. Berbagai cara dilakukan sampai pegawai KPK dijadikan ASN. Lalu, ada.yang tak lulus tes. Tetap ada yang akan dipecat meski Presiden sudah memberi arahan.
Jadi, pertanyaannya, apakah Presiden marah dan jengkel soal serapan anggaran, infrastruktur, dan masalah bansos, benar-benar karena beliau sedang memarahi bawahan yang bodoh dan tak mampu menjalankan tugasnya? Bila benar begitu, mengapa mereka dipilih duduk jadi bawahannya?
Apakah para bawahannya, para menteri dan pemimpin daerah memang polos? Sehingga tidak paham Presiden mengulang kemarahan pada hal yang sama dan tidak paham-paham?
Rakyat tahu, banyak menteri yang berasal dari partai politik dan duduk di singgasana itu juga bukan sekadar duduk menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai menteri. Tapi, di antara mereka juga bertugas sebagai kepanjangan dan kepentingan partai yang mengusungnya.
Begitu pun para pemimpin daerah. Semua berasal dari partai politik. Mereka berjuang sampai duduk menjadi kepala daerah, bagaimana proses dan kontraknya dengan partai serta siapa yang memodali.
Jadi, lambatnya serapan anggaran, masalah infrastruktur, dan bansos, jelas mudah ditebak apa masalah yang melatar belakangi, bukan?
Semoga Jokowi jengkel dan marah, bukan sekadar drama, agar nampak oleh rakyat, bahwa kolaborasi mereka memang bekerja amanah untuk rakyat.