Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tanpa Evaluasi dan Analisis Hasil Proses Pendidikan di Tengah Corona, PPDB Sekadar Kegiatan Rutinitas

25 Mei 2021   17:39 Diperbarui: 25 Mei 2021   20:59 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila dikalkulasi dari sebelum dan sesudah pandemi corona, bahkan sejak menteri pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia pertama hingga yang sekarang Kemendikbudristek justru masih dipercayakan ke mas Nadiem, benang kusut pendidikan di Indonesia konsisten sulit diurai.

Meski begitu, saya masih ingat, zaman kuliah dulu, saya sempat satu kelas dengan mahasiswa dari Malaysia yang kuliah di Indonesia karena beasiswa pendidikan dari negeri jiran. Artinya, Universitas di Indonesia juga sempat jadi pilihan mahasiswa di luar RI, khususnya dari sesama negara Asia Tenggara.

Bahkan jauh sebelumnya, pendidikan di Indonesia juga sempat jadi kiblat pendidikan bagi bangsa Asia Tenggara, itu di tahun 70 dan 80-an.

Ironisnya, tatkala negara Asia Tenggara lepas landas, justru mereka yang dulunya belajar dari Indonesia, kini malah melesat meninggalkan Indonesia.

Sederet benang kusut

Dari berbagai benang kusut yang ada di Indonesia, jangankan bicara hasil, bicara proses dan persiapan pendidikan saja masih terus menyedihkan.

Ambil contoh, hingga jelang tahun ajaran baru 2021, masih banyak ditemui penulisan tahun ajaran baru di informasi sekolah, pemberitaan di media massa, dan bentuk-bentuk promosi seperti kop surat, spanduk, baliho, pamflet dan lainnya yang menulis tahun pelajaran, bukan tahun ajaran.

Malah sangat memiriskan hati, cover artikel ini penulisannya salah, bahkan jelas yang membuat itu siapa? Dinas Pendidikan, lho?

Ini masalahnya di mana? Kepala sekolah dan para guru saja masih banyak yang salah menulis. Pertanyaannya, yang masih salah menulis ini karena tidak sengaja dan salah tulis atau benar-benar tidak tahu perbedaannya?

Padahal bagi yang masih tidak tahu, tinggal buka kamus online dari smartphone saja, langsung dapat ditemukan perbedaan antara tahun ajaran dan tahun pelajaran.

Bila kita ketik kata tahun ajaran di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, maka akan ditemukan arti dari tahun ajaran adalah tingkatan masa siswa belajar; masa belajar dalam tahun tertentu.

Sementara bila kita ketik tahun pelajaran di KBBI online, tentu tidak akan ditemukan. Tetapi kalau kita ketik kata pelajaran, maka dia adalah turunan dari kata ajar, yang maknanya yang dipelajari atau diajarkan.

Jelas, bahwa yang benar adalah tahun ajaran, karena itu untuk pembelajaran tahun 2021/2022, di sebut tahun ajaran 2021/2022, bukan tahun pelajaran 2021/2022.

Berikutnya, meski sudah diketahui di mana letak kelemahan sehingga pendidikan Indonesia terus tertinggal dari negara lain, jelang tahun ajaran baru dan masih di suasana pandemi corona, stakeholder pendidikan kita hanya disibukkan oleh hal-hal dan agenda yang sekadar rutinitas karena programnya memang harus berjalan sesuai rancangan, tapi tak menyentuh bagaimana mengentaskan akar masalah benang kusut pendidikan yang semakin menumpuk.

Semua sekolah kini sibuk menyiapkan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dan sekadar mengikuti regulasi yang sudah ditentukan pemerintah, namun pelaksanaan dan praktiknya bisa saja dimainkan oleh oknum yang nakal menjadi tradisi klasik di berbagai sekolah.

Di pemberitaan media massa juga sibuk dengan pemberitaan tarik ulur menyoal pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau pembelajaran tatap muka (PTM).

Apa hasil evaluasi dan analisis KBM di tengah Corona?

Tidak nampak ada sekolah atau stakeholder di atasnya, menyampaikan laporan dan hasil analisis proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tahun ajaran 2020/2021 yang dilaksanakan di tengah pandemi. Tidak ada laporan pencapaian hasil akademik dan non-akademik yang menurun atau bermasalah. Semua sekolah sepertinya melakukan KBM selama satu tahun ajaran tanpa masalah.

Meski di media massa jelas terus mengemuka pemberitaan ada dampak pandemi corona pada siswa, orang tua, guru, sekolah, kurikulum, dan lainnya karena sekolah dengan PJJ.

Bahkan, keluhan menyoal guru yang semakin terbukti nyata nampak tak kompeten terus terjadi, karena guru hanya memberikan tugas dan tugas dan sekadar memberi beban kepada siswa, sementara hasil tugas-tugas pun sekadar sebagai prasyarat formalitas demi mengisi kolom penilaian harian maupun penilaian akhir. Semakin tak terdengar guru mendidik, mengajar pun diganti tugas-tugas.

Apakah menyoal ketidakmampuan para guru mengatasi KBM PJJ ini, sudah pernah dibicarakan secara tuntas dan seperti apa penanganan dan solusinya? Lalu, seperti apa praktik dan realisiasi ketuntasan kurikulum pembelajaran selama PJJ?

Kok, semuanya seperti tidak ada evaluasi dari Mas Nadiem? Dan, kini tiba-tiba, kegiatan rutinitas sudah di depan mata. Semua sekolah akan sibuk PPDB.

Bagaimana garansi pendidikan yang di amanatkan kepada sekolah? Bagaimana mengatasi keterpurukan dan ketertinggalan penilain PISA, yaitu dalam hal membaca (literasi), matematika, dan sains?

Luar biasa. Meski di sana-sini menumpuk persoalan pendidikan, tapi rutinitas PPDB, dilakukan seolah sedang tidak terjadi masalah pendidikan di Indonesia di tengah pandemi.

Sesuai jadwal dan kalender pendidikan, siswa masuk sekolah, proses KBM, terima rapor kenaikan kelas dan lulus sekolah. Berikutnya ada PPDB untuk siswa baru, ada siswa yang naik kelas. Begitu seterusnya, tanpa nampak dan terlihat mencolok adanya perbaikan dari hasil evaluasi dan analisis kegagalan guru, sarana prasarana, dan lainnya.

Jadi, di tengah pendidikan Indonesia terus terpuruk, pun di tengah pandemi corona, yang ada adalah rutinitas dan tradisi-tradisi saja dalam dunia pendidikan kita, tanpa ada perbaikan-perbaikan signifikan untuk menyiapkan KBM tahun ajaran baru.

Apa perbaikan, apa sudah siap?

Pertanyaannya, bila sudah ada evaluasi dan sudah ada analisis, ditemukan masalah apa? Lalu, bagaimana solusinya? Apa perbaikannya, terutama kondisi guru yang masih jauh dari harapan dalam proses KBM  PTM, apalagi PJJ? Bagaimana menyikapi kondisi  siswa dan orangtua? Bagaimana kurikulumnya dan apa ukuran tuntas belajar dll? Apa merdeka belajar juga cocok, Mas Nadiem?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun