Mata rantai berikutnya adalah tak lahir masyarakat yang mampu menganalisis setiap sebab, konflik, dan akibat dari setiap masalah dan tak mampu berpikir kreatif, imajinatif, serta inovatif.
Di saat kondisi masyarakat yang seperti demikian, ternyata dunia maya dan digital hadir bak air bah. Masyarakat yang diibaratkan sebagai pondasi bendungan, tapi pondasinya saja belum dibikin secara kokoh, langsung diserbu air dunia maya dan digital. Jebollah pondasi itu.
Saat pondasi terus jebol, dan masyarakat terus hanyut terbawa arus air tanpa mampu melawan. Ternyata air yang arusnya dikendalikan oleh suatu kekuatan  justru terus mengisi ruang-ruang di segala lini masyarakat yang terseret arus banjir dunia maya dan digital.
Hasilnya, seperti apa yang dikemukakan oleh Jokowi. Konten negatif terus bermunculan, kejahatan di ruang digital terus meningkat, hoaks, penipuan daring, perjudian, eksploitasi seksual pada anak, perundungan siber, ujaran kebencian, hingga radikalisme berbasis digital. Semua itu perlu terus diwaspadai. Maka, terbitlah PLDN.
Identifikasi pelaku
Pertanyaannya, bila kita identifikasi:
1) Siapa yang selama ini jahat bikin hoaks. Untuk kepentingan apa dan siapa?
2) Siapa yang selama ini jahat bikin penipuan daring? Untuk kepentingan siapa juga?
3) Siapa yang berjudi di dunia digital?
4) Siapa pelaku dan korban eksploitasi sek?
5) Siapa pelaku dan korban perundungan siber?
6) Siapa pelaku dan korban ujaran kebencian?
7) Siapa pelaku dan korban radikalisme?
8) Siapa yang bikin UU ITE dan siapa sasaran dan korbannya?
9) Siapa yang terus membikin keruh suasana, kisruh, dan perpecahan di dunia maya, digital?
Apakah rakyat yang menjadi otak dan pelaku dari semua masalah ruang digital yang negatif? Pastinya, selama ini rakyat yang masih lemah literasi formal dan masih banyak yang sangat lemah dalam literasi digital hanya menjadi korban dari yang punya skenario dan kepentingan.
Bila yang punya skenario dan kepentingan meneladani mengisi ruang-ruang digital dengan konten positif, narasi positif, apakah rakyat akan menjadi terbudaya negatif? Selama ini, siapa yang telah memberi contoh mengisi ruang digital dengan konten dan narasi negatif? Bisa dijawab dengan mudah, kan?
Semoga hadirnya PLDN, terutama menyasar mereka dulu. Bila mereka tertib  rakyat pun tentu ikut tertib. Jadi, prioritas hadirnya PLDN, adalah untuk mereka yang selama ini menjadi pegiat dan pengisi ruang digital dengan konten negatif karena ada beban kepentingan, bukan amanah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H