Maka, pantaslah negeri yang gemah ripah loh jinawi, yaitu tentram dan makmur serta sangat subur tanahnya yang sewajibnya makmur agawe santoso, yaitu kemakmuran akan membuahkan ketentraman lahir batin dan membuat sejahtera rakyat, terus menjadi mimpi.
Sebab gemah ripah loh jinawinya, siapa yang menguasai dan menikmati? Lalu, siapa pula yang selama ini makmur, tentram dan merasakan kesejahteraan? Bukan rakyat, tapi mereka-mereka yang terus berambisi menguasai plus membodohi. Meski yakin bahwa bila ditanya bagaimana relung hati terdalamnya apakah mereka merasakan ketentraman lahir batin? Menguasai Indonesia dengan berbagai intrik, taktik, dan politiknya?
Nafsu angkara murka dan nafsu duniawi, telah menutup mata hati mereka hingga yang ada dalam pikirannya bagaimana menguasai dan menguasai.
Namun, sejatinya, sebagai sesama manusia, mereka juga tentu punya suara hati. Sayang, suara hati mereka terus tertutup, dibutakan dan ditulikab oleh ambisi menguasai.
Mirisnya, karena suara hatinya telah dibutakan oleh diri sendiri, maka segala tindakan dan sikapnya jadi nampak tak cerdas, mudah dibaca karena proses dan pelaksanaan dalam menguasai dan menguasainya dilakukan dengan penalaran deduktif dan parsial. Jadi tak matang dan serampangan. Hingga segala bentuk program, produk kebijakan dan lain sebagainya tak pernah lepas dari protes rakyat karena terbaca tak amanah.
Budaya kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) pun masih dengan pola plus tradisi lama, tak kreatif dan inovatif. Sangat mudah ditebak. Oleh karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah musuh terbesar mereka dan dengan berbagai upaya dan dalih, mereka terus membuat KPK lemah dan mereka kuasai, agar tak terus menjadi ancaman tujuan ambisi mereka untuk menguasai.
Seharusnya, penghujung Ramadhan dan memasuki idul Fitri 1442 Hijriah ini, menjadi momentum mereka untuk kembali fitri, sadar, dan kembali mendengar suara hati. Lihat, dengar, dan camkan bagaimana suara hati rakyat selama ini!Â
Mungkinkah di hari yang fitri, mereka akan kembali ke suara hati? Kembali ke pangkuan pertiwi dengan membikin rakyat Indonesia merasakan ketentraman lahir batin, merasakan keadilan dan kesejahteraan di tanah airnya sendiri?
Bilakah suara hati mereka sembuh dari buta hati dan tuli, hingga mengantar menjadi manusia rendah hati dan tahu diri?