Akibatnya, dalam tiga tahun terakhir, ini adalah kecelakaan ketiga yang melibatkan kapal TNI yang sudah tua. Khusus menyoal KRI Nanggala 402, meski Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Yudo Margono mengatakan KRI Nanggala, yang selesai dibangun 44 tahun silam di Jerman, masih dalam keadaan baik dan telah menerima surat kelaikan sebelum digunakan berlatih dan kapal itu sudah beberapa kali digunakan untuk menembakkan torpedo. Sebelumnya, di tahun 2020, kapal juga sudah dirawat (di docking) di PT PAL, sehingga dibilang masih sangat layak, faktanya kapal tenggelam bukan karena serangan lawan, tapi karena daya kemampuan kapal selam itu sendiri yang sudah uzur usia.
Sibuk kepentingan
Musibah tenggelamnya KRI Nanggala 402, sewajibnya juga membuka mata para elite partai dan partai politik yang justru terus sibuk dengan kepentingan dan kepentingan baik di parlemen maupun pemerintahan.
Lihat, prajurit TNI jadi korban dari senjata yang memakan tuannya sendiri, sebab selama ini terus dibiarkan tak ada modernisasi maupun penambahan armada sesuai kebutuhan yang seharusnya.
Sebelum musibah ini, masyarakat juga sudah tahu bahwa pertahanan Indonesia cukup mengkawatirkan karena selain kurang armada pertahanan dibanding luas wilayah Idonesia, armada yang tersisa juga kebanyakan sudah dimakan usia.
Musibah Nanggala 402, harus menjadi perhatian pemerintah dan parlemen yang selama ini malah sibuk sendiri dengan cukong, korupsi, oligarki, dinasti, dan kepentingan-kepentingan. Dan, yang pasti, musuh yang ingin menguasai Indonesia pun jadi tahu kondisi alutsista yang sebenarnya.
Semoga Nanggala 402 segera ditemukan, para parjurit TNI di dalamnya dapat dievakuasi. Semoga tak ada lagi musibah yang terulang dari alutsista TNI yang usianya sudah tua. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H