Mereka boleh jadi memiliki bekal lisensi pelatih yang hanya ditempuh 1 atau 2 minggu hingga sebulan, atau ada bekal mantan pemain, hingga tak ada bekal apa-apa hanya sekadar punya uang dan ambisi. Sampai kapan benang kusut ini dan sektor akar rumput dibiarkan tak bertuan, PSSI?
Memanfaatkan akar rumput untuk cari uang
Selain carut marut dan benang kusut sepak bola akar rumput yang sejatinya sangat mudah diurai, bila di kursi PSSI duduk pengurus yang kompeten, ada carut marut menyoal kompetisi sepak bola akar rumput yang secara terselubung hanya dijadikan mesin pencari uang.
Sudah bukan rahasia, Timnas Indonesia kelompok umur, kini juga sudah dipenuhi oleh para pemain hasil kompetisi sepak bola akar rumput yang dihelat pihak swasta, khususnya yang digawangi oleh para operator kompetisi swasta yang saya akui sebagai operator handal yang sudah teruji oleh ruang dan waktu.
Para pegiat operator handal ini pun sangat saya pahami kompetensinya dalam menjalankan dan menggulirkan kompetisi yang mereka jalankan, sebab saya juga paham betul latar belakang para operator ini, yang bisa saya sebut ada Operator Kompetisi IJL, IJSL, TOPSKOR, dan KOMPAS.
Mereka begitu spartan membantu sepak bola akar rumput yang tak bertuan, mengakomodir para SSB dan sejenisnya di lingkungan Jabodetabek dan sekitarnya yang minimal telah terafiliasi di Askot atau Askab yang menaunginya.
Meski mereka memutar kompetisi di wilayah Jabidetabek, namun peserta kompetisi sudah rasa nasional, karena SSB peserta juga mengakomodir siswa dari seluruh daerah Indonesia.
Pastinya, empat operator tersebut sudah membuktikan dirinya, sudah mengakutalisasi diri, dan sudah menjadi motor regenerasi pemain timnas. Sudah begitu, niat tulus para operator ini, juga bukan untuk mencari uang, tetapi memberikan jalan bagi pergerakan sepak bola akar rumput agar pembinaan dan kompetisnya berjalan di relnya, meski bukan ditangani PSSI.
Di luar dari empat operator ini, saya juga melihat ada para pemain baru, yang coba-coba mengadu nasib menjadi operator. Sayang, bila menjadi operator visi misinya tak tulus, maka akan sulit bersaing dengan para operator yang sudah ada. Jangankan ikut bersaing, baru mau usaha merekrut peserta saja, para peserta sudah tak berminat setelah membaca proposal penawarannya.
Bila kini muncul beberapa operator yang mencoba mengadu nasib ikutan nimbrung di belantara sepak bola akar rumput, saya sangat menyayangkan bila modalnya hanya nekat dan di kepalanya yang dipikirkan mencari uang.
Jujur dalam beberapa hari ini ada banyak pihak yang menghubungi saya, meminta masukan dan pandangan, karena ada Klub Liga 1 PSSI di Jabodetabek, yang ikutan nimbrung membikin rencana kompetisi antar SSB.