Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Di Balik Bangkitnya KPK, Harun Masiku Bagaimana?

6 Desember 2020   13:43 Diperbarui: 6 Desember 2020   14:06 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiba-tiba Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bangun? Dalam waktu berdekatan menangkapi politisi yang menteri dengan mudahnya.

Mengapa hingga kini tak ada perintah penangkapan Harun Masiku. Apa karena Harun Masiku ada kaitan dengan sekjen partai pemenang pemilu dan sebagainya? Apa dia hilang begitu saja? Atau memang disembunyikan karena akan dapat membongkar "semuanya?" Apakah Harun masih hidup atau sudah tiada?

Masyarakat hanya bisa menebak. Namun, yakin eksekutif dan KPK tahu di balik ini semua.

Setelah Menteri Sosial Juliari P Batubara (JPB), menjadi menteri keempat yang terjerat kasus korupsi, adalah menteri di era kepemimpinan Presiden Jokowi akan menyusul?

Sejak periode pertama kepemimpinan Presiden Jokowi (2014-2019), dua menteri sudah terjerat kasus korupsi, yaitu Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi serta dan Menteri Sosial Idrus Marham.

Kini, di periode kedua (2019-2024), KPK juga sudah menjerat Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan tak
tak berselang lama, menjerat Juliari.

Menariknya lagi, ternyata keempat menteri tersebut berasal dari partai politik. Idrus, kader Partai Golkar. Imam, kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Edhy kader Partai Gerindra, dan Juliari, politikus PDI Perjuangan.

Menjadi pertanyaan publik

Terjeratnya para menteri yang berasal dari partai politik ini, selain mengukuhkan bahwa siapa pun yang terlibat dan bergelut dengan partai, tentu akan sangat dekat dengan urusan korupsi. Pasalnya, sudah bukan rahasia lagi, para politikus tentu istilahnya harus mengembalikan "modal" yang secara realistis susah terpenuhi, sehingga harus bermain dengan jalan pintas.

Khusus di periode kedua pemerintahan Jokowi, awalnya publik benar-benar kaget, karena KPK yang sudah tidur dan ditidurkan, tahu-tahu bisa bangun. Lalu bisa menjerat seorang menteri. Menteri itu pun berasal dari Partai Gerindra, partainya Prabowo, lawan Partai PDI Perjuangan yang mengusung Presiden terpilih.

Publik pun bertanya, ada apa dengan KPK? Kok menteri dari Partai Gerindra yang diringkus? Apa para menteri dari partai lain juga tak korupsi? Apakah ini sekadar skenario dan intrik halus dalam strategi pembunuhan karakter partai?

Belum habis pertanyaan publik, dan belum juga publik memperoleh jawaban dari drama KPK yang tahu-tahu bangun meringkus politikus Partai Gerindra, ternyata publik dibikin dan dipaksa berpikir ulang. Pasalnya, KPK tahu-tahu menjerat menteri lagi, dan kali ini politikus PDI Perjuangan.

Publik pun bingung, ternyata KPK menangkap politikus PDI Perjuangan. Apa ini disengaja sebagai pengalihan isu atau sekadar perimbangan agar tak terlalu mencolok skenario kepentingannya? Entahlah, yang pasti semua tidak ada yang mustahil bahwa ini memang sebuah kepentingan "politik".

Sebab, publik atau masyarakat pun juga ada yang berpikir bahwa kini KPK telah menjadi rumpun eksekutif, sehingga dalam tindakannya disesuaikan dengan selera eksekutif.

Peneliti senior LP3ES, Malik Ruslan di acara webinar, Minggu (29/11/2020) bertajuk "Evaluasi dan Prospek Hukum Demokrasi: Mungkinkah KPK Bangkit Kembali?", mengatakan:

"Masa depan KPK ini agak bermasalah, atau paling tidak mungkin bangsa ini mau dibawa menyesuaikan dengan selera eksekutif," ujar Malik Ruslan.

Bila perkiraan atau dugaan itu benar sebagai sebuah skenario, maka KPK yang akan berada dalam rumpun eksekutif, maka fokus KPK akan bergeser dari visi ke institusi.

Dari apa yang kini terjadi, dua kasus terbaru menteri yang juga politikus terjerat korupsi, memang mengesankan bahwa siapa yang kini ada di balik penguasaan dan pengendalian KPK oleh eksekutif karena arahya jelas, sepertinya karena terkait dengan pilkada atau pilpres mendatang.

"Siapa yang menguasai eksekutif, akan mengendalikan KPK, bukan tidak mungkin, siapa yang menguasai eksekutif akan mengendalikan KPK," kata Malik. Sehingga kata Malik, ketika terjadi saling amputasi antar institusi, maka perburuan kekuasaan akan terjadi, misalnya pilpres maupun pilkada.

Sayangnya, entah apa yang sedang terjadi pada KPK, tahu-tahu menangkap menteri dari pihak oposisi, tak lama kemudian menangkap menteri dari partai penguasa.

Namun, sebelum ini, bahkan Presiden pun memerintahkan penangkapan Djoko Tjandra dan langsung tertangkap. Lalu, siapa sebenarnya yang memerintahkan penangkapan dua menteri? 

Mengapa hingga kini tak ada perintah penangkapan Harun Masiku. Apa karena Harun Masiku ada kaitan dengan sekjen partai pemenang pemilu dan sebagainya? Apa dia hilang begitu saja? Atau memang disembunyikan karena akan dapat membongkar "semuanya?" Apakah Harun masih hidup atau sudah tiada? Masyarakat hanya bisa menebak. Namun, yakin eksekutif dan KPK tahu di balik ini semua.

Ironi di negeri ini terus bernyanyi di tengah pandemi. Meski arah nadanya jelas, namun liriknya disamarkan hingga sulit ditebak maksud maknanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun