Dari sebab itulah, menyoal pendidikan di Indonesia, kini menjadi hal yang tak menarik dibahas dan diamati, serta diikuti perkembangannnya oleh para pakar pendidikan, akademisi, pemgamat, dan praktisi.
Sehingga, menyoal pendidikan karakter yang dititipkan pun tentu akan jauh panggang dari api, mustahil terwujud. Pasalnya, Kemendikbud sendiri hingga saat ini malah masih berkutat dengan masalahnya sendiri yang tak kunjung kelar.
Harus diingat kembali bahwa sesuai arahan Jokowi, Nawacita revolusi penguatan karakter ini, di jenjang pendidikan dasar mendapatkan porsi yang lebih besar dibandingkan pendidikan yang mengajarkan pengetahuan. Untuk sekolah dasar sebesar 70 persen, sedangkan untuk sekolah menengah pertama sebesar 60 persen.
Bahkan saat itu, Mendikbud Muhadjir Effendy dengan lantang mengungkapkan bahwa gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah fondasi dan ruh utama pendidikan. PPK juga menyasar olah pikir (literasi), olah hati (etik dan spiritual), olah rasa (estetik), olah raga (kinestetik)
Tak hanya olah pikir (literasi), PPK mendorong agar pendidikan nasional kembali memperhatikan olah hati (etik dan spiritual) olah rasa (estetik), dan juga olah raga (kinestetik).
Luar biasa, lugas bicara literasi, etika, spiritual, estetik, dan kinestetik, untuk anak-anak muda generasi bangsa, namun para orang tua yang duduk memimpin bangsa hanya mampu dan gemar bicara, namun tak pernah meneladani. Malah, mencontohkan hal-hal yang sebaliknya yaitu pendidikan berseteru, pendidikan adu domba, pendidikan pembunuhan karakter, dan semuanya justru sangat mudah merasuk dalam pikiran dan hati generasi muda kita hingga dalam pikiran dan hatinya lebih tertanam sikap tak santun, tak berbudi, handal dalam probokasi, pendendam, bermusuhan, membenci dan sejenisnya.
Sikap ini justru terus dikucurkan dan dicontohkan oleh pemimpin partai politik dan pemimpin-pemimpin lainnya. Para elite partai hingga artis dan seleberiti yang ikut ambil bagian namun "cetek" ilmu dan pengetahuan, hanya bermodal nekat dan bermodal dukungan pecintanya.
Kini, negeri ini sungguh penuh manusia-manusia yang tak ber-attitude. Bila ada yang mempersoalkan pelamar kerja tak ber-attitude, itu hanya potret kecil. Tapi lihatlah potret besarnya dari keseluruhan manusia-manusia di negeri ini.
Kasihan sekali rakyat dan masyarakat yang hingga kini masih melihat seluruh kejadian di Indonesia yang penuh drama tak santun yang faktanya hanya sandiwara dan rekayasa demi membunuh karakter lawannya, namun masyarakat pada umumnya banyak yang percaya akan tipu muslihat ini, khususnya menyoal sengkarut politik, masyarakat hanya melihat dari sudut pandang yang tersurat, yang nampak, yang terlihat. Padahal semua itu hanya skenario. Masyarakat masih banyak yang tak paham fakta di balik semuanya yang tersirat dan mengkambinghitamkan suatu pihak.