Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara City of Intellect dan Amburadul

11 November 2020   22:13 Diperbarui: 11 November 2020   22:39 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Supartono JW

Uniknya, prasasti peninggalan Soekarno di Rawamangun itu mendahului zamannya pada 1953. Pasalnya, di tingkat global, gagasan tentang kota mahasiswa (city of student) baru dikenal kalangan akademisi pada tahun 2010 saat Quacquarelli Symonds(QS) bersama Times Higher Education (THE) mempublikasikan hasil studi pemeringkatan kota-kota mahasiswa terbaik di dunia.

Singkat cerita, dalam diskusi tersebut, sejumlah pembicara di UNJ sepakat bahwa Soekarno telah meletakkan dasar konsep city of intellect. Latarbelakang inilah yang membuat UNJ berinisiatif memberikan penghargaan kepada kota-kota yang dianggap ramah terhadap mahasiswa.

Sejatinya, istilah city of intellect bukan sesuatu yang asing. Bahkan di tingkat global, istilah ini telah  dikemukakan oleh ekonom AS Clark Kerr sekitar tahun 1960. Clark menggambarkan city of intellect sebagai kota dengan variasi tak terbatas.

Dalam buku 'The Future of City of Intellect: The Changing American University', Clark membayangkan 'City of Intellect' sebagai universitas riset. Riset di sini yang terkait langsung dengan masyarakat. Logika kampus semestinya, menurut Clark, berfokus pada penelitian terapan, kontribusi pembangunan ekonomi, dan investasi.

City of intellect adalah sebuah kota di mana hubungan kampus dan masyarakat tak terpisahkan. Sebuah hubungan yang penuh dialog. Kampus harus menciptakan intelektual terampil yang bisa diterima oleh industri. Sejumlah inovasi di berbagai sektor akan memberikan satu benefit yang besar untuk masyarakat kota. Bahkan, benefit itu akan mengalir ke wilayah-wilayah lain di sekitar kota tersebut. Karenanya kampus harus berbenah. Mahasiswa perlu terjun langsung melihat bagaimana industri itu bekerja. Kualitas pendidikan pun mesti ditingkatkan untuk menciptakan kota intelektual.

Dengan penjelasan tersebut, mengapa tiba-tiba Jakarta yang ternyata berdasarkan hasil survei UNJ menduduki peringkat ke-6 city of intellect malah dibilang kota amburadul?

Malah Megawati Soekarnoputri menyebut kondisi Jakarta amburadul karena Jakarta tidak menerapkan konsep city of intellect. Konsep tentang 'kota mahasiswa' yang ditawarkan Soekarno.

Bahkan pernyataan itu disampaikan Mega saat menerima penghargaan 'City of Intellect' untuk Kota Semarang yang dipimpin oleh kader PDIP Hendrar Prihadi.

Anugerah perdana di Indonesia

Penghargaan itu diberikan oleh Universitas Negeri Jakarta (UNJ) adalah ajang penghargaan bagi kota dengan iklim pendidikan tinggi terbaik dan merupakan yang pertama diselenggarakan di Indonesia.

Meski Mega tak merinci apa sebetulnya konsep city of intellect itu yang ada dibenaknya dan menyayangkan UNJ di Rawamangun, Jakarta, sebagai inisiator penghargaan yang justru belum masuk kategori city of intellect, padahal prasasti tentang konsep tersebut justru berada di sana, tak seharusnya Mega menyebut Jakarta amburadul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun