Seorang yang bijak dan adil, menyikapi masalah besar dikecilkan, masalah kecil tidak diremehkan dan diselesaikan. (Supartono JW.09112020)
Miris, kasus tak sepele, tapi dianggap sepele dan dilakukan oleh pihak yang seharusnya menjadi panutan rakyat.
UU yang sudah ditandatangani oleh Presiden di Indonesia, ternyata setelah dapat diakses oleh publik, ditemukan masih terjadi kesalahan. Meski kesalahannya sangat fatal, malah dianggap enteng dan hanya dibilang "salah ketik".
Apakah ini bukan salah satu bukti bahwa kemampuan "membaca" para petugas negara yang bekerja di Istana juga rendah? Padahal para petugas negara itu sudah tak tergolong sebagai siswa dan sudah barang tentu orang-orang ahli yang  terpilih.
Maaf, Indonesia yang sudah 75 tahun merdeka, sudah melahirkan para ahli, akademisi, praktisi, pakar dll. Jadi, bila ada UU yang ternyata sudah dihadapi oleh para "pakar" di Istana Negara, masih ada kesalahan redaksi dan isi, hanya dibilang salah ketik oleh pemerintah, sangat menyedihkan.
Mungkin, yang mengatakan salah ketik, merasa dirinya sedang hidup di dunianya sendiri dan merasa paling pintar. Atau menganggap masyarakat "bodoh" semua.
Bila Indonesia masih tertinggal dalam dunia pendidikan sesuai penilaian dari Programme for International Student Assessment (PISA) dengan metode penilaian internasional yang menjadi indikator untuk mengukur kompetensi siswa Indonesia di tingkat global yang mengukur kompetensi membaca, matematika, dan sains pada siswa, kita mahfum.
Terlebih dalam penilaian terbaru PISA (2018/2019), nilai kompetensi membaca, Indonesia berada dalam peringkat 72 dari 77 negara. Matematika, berada di peringkat 72 dari 78 negara. Dan, Sains berada di peringkat 70 dari 78 negara. Bahkan, nilai tersebut cenderung stagnan dalam 10 - 15 tahun terakhir.
Namun, bagaimana kondisi tersebut bila dikaitkan dengan kompetensi orang dewasa Indonesia dalam ketiga bidang? Bila pendidikan siswa Indonesia terus terpuruk, cenderung stagnan dalam 10-15 tahun terakhir? Apakah orang-orang dewasa di Indonesia yang sudah mengenyam pendidikan tinggi, sudah menjadi sarjana dan seterusnya, sudah menjadi akademisi, pakar, praktisi, politisi, pebisnis, karyawan, direktur, pejabat, pemimpin, dan lain sebagainya, kompetensinya sudah lepas landas dan tak terpuruk seperti generasi mudanya, yaitu para siswa?
Rasanya, untuk ukuran kompetensi orang dewasa Indonesia dibanding dengan negara lain, bisa dilihat dari fakta prestasi Indonesia selama ini di berbagai bidang, meski bila masuk urusan inovasi dan kreativitas, Indonesia masih terus terpuruk.
Sebab, untuk orang dewasa di Indonesia, kehidupan dan aktivitasnya justru terus berkutat pada hal-hal berbau politik, karena terbawa arus pemimpin kita yang terus dikendalikan oleh partai politik dengan nakoda elite partai, lalu sutradaranya para pemodal (cukong) aseng dan asing.