Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jejak UU Cipta Kerja, Jejak UU KPK

3 November 2020   10:05 Diperbarui: 3 November 2020   10:37 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Supartono JW


Seperti sudah diperkirakan oleh berbagai pihak, karena diusulkan oleh Presiden, maka Presiden pun meneken Omnibus Law UU Cipta Kerja yang terlebih dahulu harus membikin haru biru rakyat Indonesia dan jatuhnya "korban" di pihak demonstran baik yang murni maupun yang dari "penyusupan".

Belajar dari RUU KPK, yang demonstrasi penolakannya saja sampai timbulkan korban jiwa, nyawa melayang, dan ujungnya tetap tak didengar, maka kini terbukti, meski mahasiswa dan buruh mewakili rakyat melakukan penolakan, Jokowi tetap meneken. Sebab, diteken atau tidak, Omnibus Law Cipta Kerja ini tetap berlaku karena telah disahkan oleh DPR.

Bila ditarik mundur lagi, apa beda RUU Cipta Kerja dengan RUU KPK? Dua-duanya ditolak oleh mahasiswa atas nama diri mereka sendiri sebagai generasi penerus bangsa dan juga atas nama rakyat Indonesia yang berjuang lepas dari penjajahan baru dari tangan anak bangsa sendiri.

Sebelum mahasiswa turun ke jalan dan melakukan demonstrasi yang selalu ada skenario penyusupan untuk anarki dan rusuh, berbagai pihak, mulai dari para pakar, akademisi, organisasi masyarakat dan rakyat pada umumnya, bahkan jauh hari telah mengingatkan agar RUU KPK maupun RUU Cipta Kerja dibatalkan karena ada yang jelas-jelas akan merugikan rakyat dan bangsa ini.

Tetapi apa faktanya? RUU KPK tetap diteken, meski diajukan judical reeview ke Mahkamah Konstitusi (MK), tetap saja MK akan memihak siapa.

Apa yang terjadi sekarang? KPK benar-benar lemah, karena UU KPK yang baru, memang ditujukan untuk melemahan KPK dan melindungi koruptor yang umumnya dari kalangan elite partai politik baik yang duduk di parlemen maupun pemerintahan dari daerah sampai pusat. Jelas, pelemahan KPK dengan UU KPK yang baru, bukan tanpa skenario.

Tapi, benar-benar direncankan dengan matang, serta tak bisa dicegah oleh rakyat. Harus terbit karena menjadi benteng bagi "mereka".

Bagaimana sepak terjang KPK sekarang? Bagaimana penanganan kasus-kasus koruptor kelas kakapnya? Bagaimana dengan Oprasi Tangkap Tangan (OTT) yang sebelum dilemahkan dengan setelah dilemahkan? Bagaimana kasus Harun Masiku, yang bukan mustahil sangat berpengaruh pada keberadaan partai politik yang ada di belakangnya?

Kini, rakyat sudah melihat bukti bahwa disahkannya UU KPK yang baru, akibatnya sangat buruk bagi KPK, tapi apakah Presiden bergeming? Semua justru sengaja dibiarkan, karena memang itulah tujuan mereka merivisi UU KPK, yaitu demi membentengi, mengamankan, dan menyelamatkan para koruptor elite partai dari kolaborasi dengan para pemodal atau istilah kerennya cukong.

Hebatnya lagi, meski kata cukong ini jelas-jelas telah disebut sepak terjangnya oleh Ketua MPR RI dan Menkopolhukam RI karena bekerjasama dengan partai politik dan menjadi pendana bagi calon kepala daerah, tetap saja, belum.ada cukong yang tertangkap KPK.

Mungkin, karena cukong ini identik dengan pemodal, bukan penyuap, jadi masih aman. Atau siapa yang akan berani menangkap para cukong, mereka kan menjadi sumber penghidupan partai politik dan elite partainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun