Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Serikat Buruh Internasional: UU Cipta Kerja Tak Sejalan HAM dan Hanya Mementingkan Investor, Bukan Rakyat Indonesia

7 Oktober 2020   08:48 Diperbarui: 7 Oktober 2020   12:28 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ulah Jokowi, pemerintah, dan DPR yang mengebut dan mengesahkan UU Cipta Kerja pun tegas disoroti oleh Serikat Buruh Internasional (CGU) yang mengkhawatirkan tolak ukur, kompleksitas, dan jangkauan undang-undang, yang mengubah 79 undang-undang dan lebih dari 1.200 pasal, sebagai ancaman bagi proses demokrasi sejati, terutama pada saat pertemuan publik harus dibatasi di tengah pandemi.

Karenanya, Serikat Buruh International menyampaikan keprihatinan yang serius tentang berbagai ketentuan dan klaster, termasuk klaster tenaga kerja, listrik, pendidikan dan ketentuan deregulasi perlindungan lingkungan. Dan, secara keseluruhan undang-undang tersebut menempatkan kepentingan dan tuntutan investor asing di atas pekerja, masyarakat, dan lingkungan.

Tak sejalan HAM

Lebih tajam lagi, CGU juga mengungkapkan bahwa prosedur dan substansi Omnibus Law Cipta Kerja tidak sejalan dengan kewajiban HAM Indonesia di bawah hukum HAM internasional. Selain itu, juga sangat signifikan menggerogoti hak dan kesejahteraan pekerja Indonesia dan bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan No. 13/2003.

Untuk itu, seperti dilansir dalam Ifj.org, Selasa (6/10/2020) dan sudah dikutip oleh berbagai media di Indonesia, dalam surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo, CGU memberikan lima poin tuntutan terkait RUU Cipta kerja, yang saya ambil intisarinya, yaitu agar Jokowi mencabut Omnibus Law UU Cipta kerja, UU Ketenagakerjaan harus mengacu standar ketenagakerjaan internasional, merundingkan kembali dan membuka dialog konstruktif dengan serikat pekerja tentang masalah yang tidak tercakup dalam UU Ketenagakerjaan No.13/2003, menghormati ketentuan konstitusi dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK No. 111/PUU-XIII/2015) yang melindungi energi sebagai barang publik dan jasa yang dikendalikan negara, memulai proses konsultasi yang melibatkan serikat pekerja, perwakilan komunitas, dan gerakan sosial untuk mengembangkan Rencana Pemulihan Covid-19 yang dirancang untuk merangsang pekerjaan yang layak, layanan publik yang berkualitas, dan pembangunan berkelanjutan.

Namun, dari semua hal tersebut, ada yang menarik dari apa yang disampaikan oleh CGU yaitu, prosedur dan substansi Omnibus Law Cipta Kerja tidak sejalan dengan kewajiban HAM Indonesia di bawah hukum HAM internasional. 

Selain itu, CGU juga memandang bahwa secara keseluruhan, UU Omnibus Law Cipta Kerja lebih menempatkan kepentingan dan tuntutan investor asing di atas pekerja, masyarakat, dan lingkungan Indonesia. 

Sepertinya, dengan memaksa UU Omnibus Law Cipta Kerja lahir dan disahkan, Jokowi, pemerintah, DPR dan paket stakeholder yang menjadi "anteknya", memang sedang menantang dan menentang rakyat. Pasalnya, kini buruh dan mahasiswa juga benar-benar sudah marah dan dibenturkan dengan sesama rakyat yang "berseragam". Menyedihkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun