Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Corona, Menguji Paslon yang Empati dan Simpati

30 September 2020   22:47 Diperbarui: 30 September 2020   22:54 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Bila memperhatikan dan menimbang berbagai masukan dan saran dari berbagai pihak dan masyarakat, Pilkada 2020 memang secara fakta di tengah pandemi corona, sewajibnya ditunda. 

Tetapi akibat dari sebuah "kepentingan" Presiden Indonesia sendiri justru yang menentang semua masukan dan saran dan tetap kukuh bak pemimpin kerajaan yang titahnya mustahil dibantah oleh rakyat. Ini negara demokrasi, tapi cara memimpinnya sudah tak lagi mendengar suara dan aspirasi rakyat.

Setali tiga uang, bahkan di tayangan Mata  Najwa, Rabu (29/9/2020) ada nara sumber yang merupakan calon pemimpin daerah, saat dimintai pendapat pribadi, bagaiamana dengan Pilkada yang tetap dilaksanakan meski dalam kondisi wabah corona yang terus mengganas, jawabannya malah hanya tunduk kepada keputusan KPU. 

Lucunya, yang disebut tunduk kepada KPU, padahal yang memutuskan Pilkada tak ditunda adalah Presiden didukung oleh DPR.

Jadi calon pemimpin daerah ini nampak seperti tak punya sikap pribadi demi sekadar simpati dan empati kepada masyarakat yang terus harus bergumul dengan corona dan penderitaan.

Lebih parah lagi, ada nara sumber yang juga calon pemimpin daerah, yang jelas-jelas melakukan pelanggaran dab ada bukti videonya telah tak patuh pada protokol Covid-19 saat prosesi awal Pilkada, tak merasa dan tak mau mengakui melakukan pelanggaran. Padahal itu dalam tayangan langsung yang ditonton jutaan rakyat Indonesia.

Lebih parah lagi, si calon ini, sudah membantah dan mengelak, malah menyalahkan stakeholder lain yang tidak bisa mengamankan dan tidak malu menyebut bahwa sebagai calon, memang dia mencari dukungan dengan tujuan menang dengan tak memikirkan kondisi pandemi.

Hanya dari dua contoh calon pemimpin daerah saja, malam ini terdeskripsi bahwa satu orang tak empati dan simpati karena tak memiliki sikap yang seharusny justru ada di calon pemimpin. Lalu, yang kedua hanya memikirkan mencari kemenangan dan tak peduli pendukungnya melanggar protokol kesehatan.

Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi dengan 270 daerah di Indonesia yang setiap daerah rata-rata diisi oleh 2 pasangan calon dan sikapnya sama dengan nara sumber di Mata Najwa?

Belum jadi pemimpin daerah saja sudah nampak sikap egois dan mementingkan diri sendiri, apalagi nanti kalau sudah terpilih?

Seharusnya sebagai calon kepala.daerah yang tahu bahwa berbagai pihak dan masyarakat, seperti diungkap oleh salah satu nara sumber di Mata Najwa, ada 63 persen masyarakat yang tidak setuju Pilkada dilaksanakan di tengah corona alias lebih setuju untuk ditunda. 

Jadi, para calon kepala daerah ini sewajibnya menjadi ujung tombak dari penertiban dan ketertiban protokol Covid-19. Bukan malah menjadi "biang keroknya" karena yang dipikir hanya mencari dukungan dan ingin menang.

Di luar sikap calon pemimpin daerah yang tak simpatik, pemaksaan Pilkada oleh Presiden di tengah corona jelas akan menjadi celah dan lahan yang menguntungkan bagi beberapa pihak.

Celah itu seperti rendahnya partisipasi masyarakat untuk menyalurkan hak pilihnya karena kondisi corona, maka akan menjadi lahan politik uang.

Ditangah situasi dan kondisi masyarakat yang menderita, maka uang akan sangat bermanfaat bagi rakyat bila dibagi-bagi oleh para calon dan sangat memungkinkan para calon memenangi Pilkada tergantung dari besaran uang yang disebarkan ke masyarakat.

Di sisi lain, tercatat ada 200 petahana yang kembali menjadi calon kepala daerah. Tentu petahana ini akan diuntungkan dari kondisi ini. Petahana pun sangat mungkin menggunakan kebijakannya demi memengaruhi masyarakat demi tetap memilih mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun