Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pilkada dalam Corona untuk Siapa?

22 September 2020   10:04 Diperbarui: 22 September 2020   10:15 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Corona tetap merajalela, terus menyerang rakyat Indonesia dan mencabut nyawa. Akibatkan Indonesia dikucilkan dunia. Tetapi Presiden dan wakil rakyat kita tetap saja ngotot selenggarakan Pilkada di tengah derita. Buta dan tuli dari fakta yang ada, abaikan teriakan dan pengingatan karena lebih membela kepentingan diri dan siapa yang telah membiayai "mereka".

Berbagai pihak telah menyuarakan agar Pilkada 2020 ditunda karena kondisi penyebaran Covid-19 di Indonesia terus meningkat. Bahkan pada Senin, 21 September 2020, jumlah kasus bertambah 4.176 dan ini menjadi rekor tertinggi selama corona merajalela di Indonesia sejak 2 Maret 2020.

Ironisnya, saya kutip dari Kompas.com, Senin (21/9/2020) di hari yang sama Komisi II DPR RI bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu, malah berjamaah sepakat pelaksanaan Pilkada 2020 tetap digelar pada 9 Desember 2020.

Entah apa yang sebenarnya sedang terjadi dalam pikiran dan hati para wakil rakyat di DPR dan pemerintah ini, terutama dengan Presiden kita, Joko Widodo (Jokowi) yang tetap seperti buta dan tuli melihat kondisi corona dan "teriakan" berbagai pihak, agar Pilkada ditunda.

Kepentingan sendiri dan cukong

Barangkali, mengapa "mereka" berkolaborasi dan tetap bersepakat tetap menggelindingkan Pilkada pada 9 Desember 2020, meski dalam kondisi corona, memang bukan untuk kepentingan rakyat. Tetapi untuk kepentingan diri mereka sendiri, terutama  demi menghargai dan menghormati pemilik modal yang telah menggelontorkan dana untuk persiapan Pilkada.

Pemilik modal ini adalah para cukong, yang pada beberapa waktu lalu pernah diungkap oleh Menko Polhukam, Mahfud MD, yang terang-terangan menyebut bahwa para calon pemimpin daerah di seluruh Indonesia ini, 92 persen telah dibiayai oleh cukong.

Sehingga, kengototan Jokowi didukung oleh DPR, KPU, Bawaslu, dan DKPP tetap menyelenggrakan Pilkada memang lebih untuk kepentingan cukong dan partai politik sertai elite partai dan para para calon demi kekuasaan. Sama sekali tak berefek bagi kepentingan rakyat.

Meski demikian, mereka juga tetap memiliki dalih dan alasan agar Pilkada yang dipaksakan tetap berjalan dengan janji-janji protokol kesehatan, padahal baru pendaftaran bakal calob saja, di berbagai daerah sudah terjadi pelanggaran protokol kesehatan Covid-19.

Dalih usang dan "ngeyel"

Lihat apa dalih mereka? Komisi II meminta agar penerapan protokol Covid-19 dilaksanakan secara konsisten dan pelanggarnya harus mendapatkan sanksi tegas dan Komisi II DPR bersama Mendagri, Ketua KPU, Ketua Bawaslu dan Ketua DKPP menyepakati bahwa pelaksanaan Pilkada serentak 2020 tetap dilangsungkan pada 9 Desember 2020 dengan penegakan disiplin dan sanksi hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan Covid-19. Itulah dalih yang disimpulkan dalam rapat oleh Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia, di DPR, Senin (21/9/2020).

Mereka pun berkolaborasi dan berbagi tugas, seperti Komisi II meminta KPU merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2020 yang mengatur tentang pelaksanaan Pilkada 2020 di masa pandemi Covid-19.

Karena dengan adanya revisi PKPU diharapkan mengatur secara spesifik di antaranya soal larangan pertemuan yang melibatkan massa dan mendorong kampanye secara daring.

Kira-kira apakah dengan adanya revisi PKPU, lalu akan menggaransi tidak akan ada pelanggaran? Apakah saat pendaftaran bakal calon, meski sudah ada peraturan, peraturan protokol Covid-19 tetap tidak dilanggar?

Apakah selama ini, meski belum Pilkada, adanya PSBB yang mewajibkan penggunaan masker, hand sanitizer, sabun dan alat pelindung diri (APD) lain tidak dilanggar oleh masyarakat yang memang butuh makan dan akhirnya tetap banyak yang abai dengan protokol kesehatan?

Bagaimana bila para calon dan timnya nanti menyebar uang dan hal lain kepada para pendukungnya sebagai daya tarik lalu akhirnya rakyat tetap  berkampanye? Siapa yang menjamin dan menggaransi ini tak terjadi?

Dan pada akhirnya, meski penegakan disiplin dan sanksi hukum dikoar-koarkan akan tegas bagi pelanggar protokol Covid-19 sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan KUHP, mengapa saat pendaftaran bakal calon pelanggaran tetap terjadi.

Bila karena tetap "ngeyel" dan memaksakan kehendak diri dan cukong lalu tetap berupaya mengantisipasi penyebaran Covid-19 dan terjadinya pelanggaran protokol kesehatan Covid-19, kemudian Komisi II DPR meminta KPU untuk segera merevisi PKPU Nomor 10/2020 tentang Perubahan atas PKPU Nomor 6/2020, apakah selama ini Komisi II tidak melihat fakta betapa susahnya pemerintah daerah mengendalikan corona karena terus direcoki oleh kebijakan Jokowi dan pemerintahannya yang selalu mencla-mencle?

Bila dari "ngeyelnya" Jokowi dan Komisi II DPR tetap melaksanakan Pilkada 9 Desember 2020 dan meminta Kelompok Kerja yang dibentuk Bawaslu, KPU, DKPP, Kemendagri, TNI, Polri, Kejaksaan dan Satgas Covid-19 memantau ketat tahapan pilkada yang berpotensi menimbulkan kerumunan massa, siapa yang bakal menjamin pelanggaran tidak akan terjadi?

Lihat fakta dan agenda Pilkada yang akan terjadi mulai dari penetapan pasangan calon, pengundian nomor urut, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, semua akan sangat rawan menjadi klaster baru penyebaran corona.

Tanpa Pilkada saja, kini corona terus merajalela. Presiden, pemerintah, DPR, KPU, Bawaslu, dan seluruh stakeholder terkait pun lupa, Indonesia sedang dikucilkan dunia. Berbagai pihak saja terus menggaungkan kegawatan corona di Indonesia dan meminta Jokowi turun langsung tangani coroan bukan memerintah saja yang hasilnya tak ada.

Corona tetap merajalela, terus menyerang rakyat Indonesia dan mencabut nyawa. Akibatkan Indonesia dikucilkan dunia. Tetapi Presiden dan wakil rakyat kita tetap saja ngotot selenggarakan Pilkada di tengah derita. Buta dan tuli dari fakta yang ada, abaikan teriakan dan pengingatan karena lebih membela kepentingan diri dan siapa yang telah membiayai "mereka".

Jadi, Pilkada untuk kepentingan Cukong, partai politik, elite partai, mengantar calon pemimpin daerah di singgasana pun demi melayani mereka, meski harus dengan taruhan dan korbankan nyawa rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun