Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

INTISARI, Hampir 6 Dekade Menyapa Pembacanya

28 Februari 2023   09:44 Diperbarui: 28 Februari 2023   16:11 1610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Intisari dan Reader's Digest Indonesia yang sudah tiada. Sumber: dokumentasi pribadi

Rak majalah di toko buku ternama itu kian longgar saja. Tidak lagi berjejal seperti dulu. Hanya beberapa majalah dan tabloid Indonesia yang masih dipajang. Pun tak terlihat lagi pengunjung yang dulu ramai mengerubutinya. Baik yang hendak membeli, maupun yang sekedar numpang baca gratis. :) 

Pemandangan seperti itu kian sering tampak di mana-mana. Tidak hanya di toko buku, tapi di semua kios majalah yang masih bertahan. Di salah satu toko buku besar, misalnya, kini jauh lebih lengang. Tidak pernah seperti dulu lagi. Tak banyak lagi pengunjung yang dulu kerap memadati toko buku ini. Dan itulah yang saya temui pada akhir pekan lalu.

Situasinya memang telah jauh berubah. Banyak majalah, tabloid, dan surat kabar tak lagi terbit. Satu demi satu bertumbangan. Dan kalaupun ada yang masih terbit, jelas tidak mudah. Butuh strategi jitu demi sekedar bertahan. Tidak cukup dengan hanya mengurangi jumlah halaman, sembari mengerek harga jual eceran.

Akan tetapi, dari sedikit majalah yang mencoba terus bertahan. Ada satu nama yang niscaya membawa sejuta kenangan ke ribuan pembaca setianya. Pembaca dari berbagai generasi. Maklum saja, majalah ini telah mengarungi dunia penerbitan selama hampir enam dekade!

Itulah Majalah INTISARI! Majalah bulanan legendaris yang pernah sangat terkenal. Intisari bahkan pernah disandingkan dengan Reader's Digest, majalah ternama asal AS yang pernah pula menerbitkan edisi bahasa Indonesia itu. Dan Intisari memang mengadopsi format yang mirip dengan Reader's Digest.

Intisari dan Reader's Digest Indonesia yang sudah tiada. Sumber: dokumentasi pribadi
Intisari dan Reader's Digest Indonesia yang sudah tiada. Sumber: dokumentasi pribadi

Tidak itu saja, Intisari juga diakui sebagai tonggak sejarah bagi kelompok bisnis Kompas Gramedia. Bahkan disebut-sebut sebagai cikal bakal berdirinya kelompok perusahaan media terbesar di Indonesia itu. Pasalnya, inilah publikasi pertama dari Kompas. Pionir dari puluhan publikasi lain yang baru terbit di era berikutnya. 

Majalah Intisari didirikan P.K. Ojong dan Jacob Oetama, dua Founder dari Kompas, pada tanggal 17 Agustus 1963. Hampir dua tahun lebih awal dari harian Kompas. Surat kabar terbesar di Indonesia, yang pernah menjadi pilar Kompas Gramedia itu, baru pertama kali diterbitkan pada tanggal 28 Juni 1965.

Dengan sejarahnya yang begitu panjang, Intisari pun berada di deretan majalah tertua di Indonesia. Dan mungkin saja, kini menjadi majalah tertua yang masih terus terbit. Bandingkan dengan beberapa majalah tua lainnya yang sudah tidak beredar lagi. Majalah Horison, contohnya, kini hanya muncul dalam versi online.

Majalah Intisari edisi perdana. Sumber: www.koleksitempodoeloe.blogspot.com
Majalah Intisari edisi perdana. Sumber: www.koleksitempodoeloe.blogspot.com
Menariknya, sebagai majalah bulanan legendaris, Intisari menyimpan sepotong sejarah yang sulit dilupakan. Saat pertama kali terbit, Intisari yang sejak awal dikelola J. Adi Subrata dan Irawati, ternyata tidak memiliki sampul. Hanya tampil apa adanya. Hitam putih dengan ukuran selebarannya 14 x 17,5 cm.

Dan Anda tahu berapa jumlah halaman di edisi perdana itu? 

Sudah 128 halaman. Hebat! Jumlah halaman yang masih lebih banyak dari jumlah halaman di Intisari era sekarang. Intisari yang sekarang dikomandani Mahandis Yoanata Thamrin, sebagai Editor in Chief, kian menipis saja. Cuma sekitar 114 halaman.

Majalah Intisari edisi Oktober 2022. Sumber: www.ebooks.gramedia.com
Majalah Intisari edisi Oktober 2022. Sumber: www.ebooks.gramedia.com
Dikutip dari situs Gramedia.com, pada awalnya, majalah Intisari hanya dicetak dengan oplah 11.000. Namun, kemudian terus berkembang. Bahkan pernah mencapai 350.000 eksemplar per edisi. Suatu pencapaian fantastis untuk sebuah majalah bulanan.

Akan tetapi, semuanya telah berubah di era digital seperti sekarang. Suatu masa yang begitu sulit bagi media cetak manapun untuk survive. Tidak hanya di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia. Dan di tengah badai ini, Intisari ternyata masih tetap bertahan. Suatu perjuangan yang layak diacungi jempol. 

Majalah Intisari sejatinya telah banyak memberikan sumbangsih bagi pembacanya di Indonesia. Berbagai informasi dan referensi cerdas selalu disajikan di setiap edisinya. Dan di tengah tantangan zaman serta disrupsi digital, Intisari masih terus berusaha menyapa pembacanya. Tentunya sambil terus beradaptasi.

Cover Intisari yang selalu menarik. Sumber: dokumentasi pribadi
Cover Intisari yang selalu menarik. Sumber: dokumentasi pribadi
Lihat saja tampilan Intisari dalam beberapa edisi terakhir. Sekalipun sudah tua, Intisari masih berusaha tampil muda dan menarik. Fokus konten pun telah berubah. Tidak lagi variatif seperti dulu. Tetapi, lebih fokus pada satu tema besar. Seperti edisi Februari 2023 yang mengulas habis tentang "Riwayat Berbangsa Etnis Tionghoa".

Strategi ini kabarnya sudah diterapkan setidaknya dalam dua tahun terakhir. Satu tema besar dengan sudut pandangan beragam. Jadilah Intisari mulai menyasar segmen pasar khusus. Pembaca yang tidak sekedar membaca, tapi juga berhasrat mengoleksinya. Dan Intisari memang pantas menjadi koleksi berharga!

Intisari di antara beberapa majalah dan tabloid yang masih ada. Sumber: dokumentasi pribadi
Intisari di antara beberapa majalah dan tabloid yang masih ada. Sumber: dokumentasi pribadi

Bagaimanapun juga, jika ada rubrik khas yang paling dirindukan dari Intisari era doeloe, tidak lain tentang cerita perjalanan. Bahkan cerita perjalanan sudah mendapat tempat sejak awal terbitnya Intisari. Beberapa nama kondang tercatat pernah membagikan kisah perjalanannya di Intisari.

Cerita perjalanan memang termasuk langka di masa itu. Berbeda dengan era sekarang, ketika makin banyak saja wisatawan asal Indonesia yang bisa bepergian ke mana-mana. Termasuk berkelana ala backpacker ke mancanegara. Di masa lalu, tidak demikian. Sarana transportasi masih sangat terbatas. Biaya perjalanan pun sulit dijangkau. Dan belum banyak destinasi wisata yang dikenal luas.

Namun, di antara sedikit orang Indonesia yang bisa bepergian kala itu, tersebutlah nama H.O.K. Tanzil. Guru besar Mikrobiologi di Universitas Indonesia itu kabarnya sudah gemar melakukan perjalanan sejak tahun 1975. Dan semua catatan perjalanan itu dituangkan dalam artikel perjalanan yang menarik di Intisari. 

Buku-buku perjalanan H.O.K. Tanzil. Sumber: www.masvay.com
Buku-buku perjalanan H.O.K. Tanzil. Sumber: www.masvay.com

Hebatnya, sekalipun dibandingkan dengan traveler di era sekarang, pencapaian Profesor Tanzil dan isterinya, tetap sulit dilewati. Antara tahun 1975- 1981, H.O.K. Tanzil dan istrinya kabarnya telah mengunjungi sekitar 238 negara dan melintasi 741 perbatasan. Dan selama puluhan tahun itu, dia selalu menulis catatan perjalanannya di Intisari.

Itulah sekilas perjalanan INTISARI! Salah satu majalah legendaris yang telah beredar hampir enam dekade. Suatu prestasi hebat yang juga sulit disaingi banyak media cetak lainnya. Dan Intisari masih akan terus terbit menyapa pembacanya.

Sudahkan Anda membaca hari ini? Jika belum, jangan lupa baca kembali INTISARI!

***
Kelapa Gading, 28 Februari 2023

Oleh: Tonny Syiariel

Referensi: 1, 2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun