Jutaan warga China memadati stasiun kereta, terminal bus dan bandar udara di berbagai kota besar di China. Semuanya bergegas untuk segera pulang kampung. Periode sibuk menjelang Tahun Baru Imlek yang disebut "Chunyun Period"Â pun menandai gelombang mudik terbesar di dunia. Dan itu sebabnya mudik Imlek di Negeri Tirai Bambu itu pun dilabeli sebagai "The Largest Seasonal Human Migration on the Planet".
Chunyun, yang kurang lebih berarti "Perjalanan di saat Festival Musim Semi", adalah periode lalu lintas yang sangat padat di sekitaran Tahun Baru Imlek. Biasanya dimulai 15 hari sebelum Imlek dan berlangsung selama 40 hari. Tahun 2023 ini sudah dimulai sejak tanggal 7 Januari dan akan berakhir pada 15 Februari 2023 mendatang.
Pada periode Chunyun inilah terjadi peningkatan perjalanan yang luar biasa di negara dengan jumlah penduduk terpadat di dunia itu. Pada tahun 2019 lalu, misalnya, tercatat hampir tiga milyar perjalanan. Dan hanya berlangsung antara tanggal 21 Januari sampai 1 Maret 2019. Jumlah perjalanan yang melebihi populasi China yang diperkirakan sekitar 1.4 milyar itu.
Tradisi mudik atau pulang kampung sejatinya tidak hanya terjadi di Indonesia. Di China pun demikian. Bedanya, ritual tahunan di China atau Tiongkok berlangsung menjelang perayaan Tahun Baru Imlek. Sedangkan di Indonesia berkisar pada masa liburan Hari Raya Idul Fitri.Â
Dan di mana-mana pun sama saja. Periode liburan itu tentu saja tidak hanya mudik ke kampung. Banyak warga China juga memanfaatkannya untuk berwisata. Baik di sekitar kampung halaman sendiri, maupun ke kota-kota lain. Jadi wajar saja, jumlah perjalanan pun meningkat drastis. Tahun 2023 ini, seperti dikutip dari Bloomberg, volume perjalanan di periode Chunyun diprediksi mencapai 2.1 milyar perjalanan!Â
Tahun Baru Imlek, yang tahun ini jatuh pada tanggal 22 Januari 2023, memang telah lama dinantikan semua warga China. Apalagi sudah lebih dari dua tahun, mereka seakan terkurung dengan berbagai pembatasan perjalanan. China memang pernah menerapkan kebijakan "Zero-Covid" yang sangat ketat. Â
China sebetulnya memiliki berbagai hari libur lainnya. Di antaranya, Libur Tahun Baru (1 Januari), Tahun Baru Imlek atau Festival Musim Semi, Festival Qingming (5 April), Hari Buruh (1 Mei), Festival Perahu Naga (22-24 Juni), Festival Pertengahan Musim Gugur atau Festival Kue Bulan (29 September), dan Hari Nasional PRC (1 Oktober).
Namun, Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting di Negeri Panda itu. Atau kurang lebih sama dengan Lebaran di Indonesia. Liburan Nasional Imlek secara resmi hanya berlangsung seminggu. Dari tanggal 21 Januari sampai 27 Januari 2023. Dan inilah pertama kalinya sejak tahun 2020, warga China bisa merayakan Imlek tanpa batasan apapun.
Alhasil, lonjakan perjalanan terjadi di semua kota-kota besar di China. Pelonggaran perjalanan yang juga bertujuan untuk pemulihan aktivitas ekonomi, langsung berimbas pada sektor transportasi. Baik transportasi udara maupun transportasi darat. Penerbangan domestik, contohnya, langsung meningkat tajam.Â
Pada minggu pertama Chunyun, 7- 13 Januari 2023, tercatat lebih dari 70,000 penerbangan di dalam negeri. Suatu pencapaian sekitar 80% dibandingkan era sebelum pandemi. Sementara itu, Civil Aviation Administration of China (CAAC), otoritas penerbangan sipil China, memperkirakan volume transportasi udara akan meningkat hingga 73 persen dari level 2019.
Dan untuk mengantisipasi gelombang permintaan perjalanan, CAAC sudah menyetujui tambahan penerbangan sebanyak 10,313. Termasuk 3,459 penerbangan yang melayani rute-rute padat dari kota-kota ternama, seperti Beijing, Shanghai dan Guangzhou. Wan Xiangding dari CAAC, seperti dikutip harian Global Times, mengatakan jumlah penerbangan per hari bisa mencapai 11 ribu penerbangan.
Akan tetapi, pada saat yang sama, liburan Imlek di China juga membuat banyak pihak kian ketar-ketir. Pasalnya, sejak pencabutan kebijakan Nol-Covid pada Desember 2022 lalu, kasus covid-19 pun meningkat drastis. Seperti dilaporkan The Guardian, antara tanggal 8 Desember 2022- 12 Januari 2023, jumlah kematian akibat covid-19 di China telah mencapai 60,000 orang.Â
Beberapa analis bahkan memperkirakan jumlah korban akan kian melonjak kala mudik massal berlangsung selama perayaan Tahun Baru Imlek. Dan kecemasan ini memang sangat beralasan. Pemerintah China pun akhirnya ikut menghimbau warganya untuk tidak harus pulang kampung. Cukup "merayakan di mana pun Anda berada"!
Lalu apakah himbauan itu efektif? Tidak juga. Tradisi mudik di China telah berlangsung selama ratusan tahun. Dan ritual budaya ini kian tidak tertahankan di tahun ini. Setelah nyaris 'terkurung' selama lebih dari dua tahun terakhir akibat kebijakan Nol-Covid, kini saatnya pulang kampung.Â
"I am not worried about the virus. Because we are young, our immunity is okay,"Â kata Zhou Ning, 37 tahun, kepada Reuters di luar stasiun kereta Shanghai. Zhou Ning sedang bersiap pulang ke kampung halamannya di Bazhong, sebuah kota yang terletak di di timur laut provinsi Sichuan.Â
Pekerja migran lainnya, Feng Hongwei, pun demikian. Dan boleh jadi sama dengan jutaan pemudik lainnya, Feng Hongwei pun hendak pulang ke kampung halamannya di Puyang, Henan. "I haven't seen my parents in two years". (Saya belum melihat orang tua saya dalam dua tahun).
Memang serba sulit. Jangankan sekedar himbauan, ada larangan pun, banyak warga China sudah bertekad pulang kampung. Betapapun, kampung halaman adalah destinasi terbaik bagi siapapun. Tidak hanya bagi warga China. Tapi juga bagi banyak warga dunia lainnya. Â
***
Kelapa Gading, 19 Januari 2023
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan: semua foto yang digunakan sesuai keterangan di masing-masing foto.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI