Tembok-tembok terkenal terbentang luas di berbagai belahan dunia. Dari Great Wall di China, Berlin Wall di Jerman, sampai Hadrian's Wall di Inggris. Namun, di antara semua tembok itu, Western Wall (Tembok Barat) di Yerusalem memiliki makna sangat spesial. Selain memiliki nilai historis, tembok ini juga dianggap sangat suci oleh bangsa Yahudi.Â
The Western Wall (dalam bahasa Ibrani: HaKotel HaMa'aravi atau disingkat sebagai Kotel) adalah sebuah tembok batu kapur kuno yang berdiri di Jewish Quarter di Kota Tua Yerusalem. Tembok ini juga sangat populer dengan julukan Tembok Ratapan (The Wailing Wall).Â
Tembok Barat, yang dalam Islam disebut "the Buraq Wall"Â itu, sejatinya merupakan sisa dari dinding Bait Suci Kedua yang dibangun oleh Herodes yang Agung pada tahun 516 SM. Bait Suci Kedua itu dibangun di lokasi yang kini dikenal sebagai Temple Mount (Bukit Bait Suci) atau Bukit Moriah. Tempat berdirinya Dome of the Rock dan Masjid Al-Aqsa saat ini.Â
Di tempat yang sama ini pula orang Yahudi percaya menjadi tempat berdirinya Bait Suci (Kenisah) Pertama yang dibangun Nabi Sulaiman pada tahun 1000 SM. Akan tetapi, jika Bait Suci Pertama dirobohkan oleh Raja Nebukadnezar II dari Babilonia pada tahun 586 SM, maka Bait Suci Kedua dihancurkan pasukan Romawi di era Kaisar Titus pada tahun 70 Masehi.
Satu-satunya bagian yang tersisa dari Bait Suci Kedua itu adalah Tembok Barat inilah. Alhasil, Tembok Barat ini pun dipuja-puja karena meskipun letaknya di sisi luar, tetapi paling dekat dengan Temple Mount yang dianggap suci itu. Sedangkan bagian dalam dari Temple Mount, yang kini merupakan lokasi kompleks Al-Aqsa, terlarang bagi orang Yahudi untuk beribadah.
Seperti diketahui, hingga kini Pemerintah Israel masih mempertahankan Status Quo dari kawasan Temple Mount (al-Ḥaram al-Sharīf).   Hanya umat Islam yang diijinkan berdoa di tempat ini. Sedangkan kaum Yahudi atau non-Muslim lainnya boleh masuk di waktu tertentu. Itupun hanya untuk kunjungan wisata. Tidak boleh ada kegiatan ibadah apapun.
Dengan demikian maka Tembok Barat memang yang paling cocok sebagai tempat 'ibadah' bagi kaum Yahudi. Lagipula bagi mereka, tembok ini tidak ikut hancur karena di sinilah berdiam "Shekinah" (Kehadiran Illahi). Berdoa di Tembok Ratapan sama artinya dengan berdoa kepada Tuhan.Â
Begitulah, orang Yahudi pun selalu berdoa dengan khusyuk di Tembok Barat. Dengan satu tangan menyentuh dindingnya. Sejumlah doa lalu ikut dipanjatkan melalui kertas-kertas kecil yang disisipkan di dinding temboknya. Mereka menyampaikan keluhan, harapan dan berterima kasih.
The Western Wall sejatinya memiliki panjang sekitar 488 meter. Namun, saat ini tembok yang berada di sisi barat dari bekas Bait Suci Kedua itu, hanya tersisa sepanjang 60 meter. Nama tembok ini awalnya memang hanya dikenal sebagai Tembok Barat, sesuai dengan posisinya di sisi barat dari Bait Suci Kedua.Â
Nama Tembok Ratapan baru disematkan ke tembok terkenal ini karena di tempat yang mirip Sinagoga terbuka itulah orang Yahudi menangis dan meratapi penghancuran Kenizah Kedua itu. Suatu penyesalan mendalam akibat hancurnya tempat ibadah yang dibangun Herodes Agung. Simbol dari kebesaran masa lalu.
Konon setiap tahun lebih dari satu juta kertas doa disisipkan di antara celah Tembok Ratapan. Surat-surat doa itu ditulis dalam berbagai bahasa dengan panjang bervariasi. Dari hanya beberapa kata sampai surat doa yang lebih panjang. Dan menurut hukum Yahudi, semua kertas doa itu tidak boleh dibuang. Tetapi, bisa saja dibakar atau dikuburkan.
Rabbi Shmuel Rabinovitch, Rabbi dari Tembok Barat dan penulis buku "Minhagei HaKotel", sebuah buku tentang Tembok Ratapan, mengatakan bahwa membakar kertas masih lebih murni. Tetapi, menguburkannya akan jauh lebih terhormat. Bagaimanapun juga surat-surat doa itu ditujukan kepada Tuhan.
Dengan prinsip seperti itulah, setiap dua kali setahun, Rabinovitch dan para asistennya mengumpulkan semua surat doa yang disisipkan di Tembok Ratapan lalu menguburkannya di Pekuburan Yahudi di Bukit Zaitun. Jadi benar-benar dikuburkan, tidak dibuang!
Fenomena ini kabarnya sudah berlangsung sejak abad ke-18. Dan tidak hanya dilakukan orang Yahudi. Para peziarah Kristen dari berbagai negara pun mulai mengikutinya. Bahkan sebagian wisatawan dengan latar belakang agama berbeda tidak mau ketinggalan. Ikut menyisipkan doa dalam secarik kertas di antara celah dinding batu Tembok Ratapan.
Kawasan Tembok Ratapan memang kini terbuka bagi semua pengunjung. Padahal di masa lalu, bangsa Yahudi pernah dilarang memasuki kawasan ini kala dikuasai Yordania (1948-1967). Setelah Perang Enam Hari Arab-Israel, yang berakhir pada tanggal 10 Juni 1967, Israel pun menguasai sebagian besar wilayah Yerusalem. Tentu saja termasuk kawasan Western Wall.
Kawasan di sekitar Western Wall pun diperluas. Kini lebih dikenal sebagai Western Wall Plaza. Sebuah alun-alun nan luas yang selalu dipenuhi banyak peziarah di sepanjang tahun. Pada hari-hari tertentu dalam kalendar Yahudi, tempat ini juga kerap digunakan untuk berbagai perayaan. Misalnya, Tisha B'Av dan Jerusalem Day.
Nah, jika Anda hendak ke Tembok Ratapan, maka satu-satunya akses yang dibuka adalah melalui Dung Gate. Pintu gerbang yang berada di Jewish Quarter ini juga dikenal dengan nama Silwan Gate dan Maghrabi Gate. Ada pemeriksaan cukup ketat ketika hendak memasuki area Tembok Ratapan. Mirip dengan security check di sebuah bandara internasional.
Tembok Ratapan dibagi dua dengan sebuah pagar pemisah (mechitza). Tempat ibadah untuk laki-laki berada di sebelah kiri, sedangkan untuk perempuan di bagian kanan. Pemisahan tempat berdoa bagi laki-laki dan perempuan telah dilakukan sejak tahun 1929. Persis seperti pembagian di sinagoga-sinagoga orthodox.
Sebuah keran sudah disediakan di tempat ini agar peziarah yang hendak masuk ke tempat sakral orang Yahudi itu bisa bersuci dulu dengan membasuh tangan. Dan khusus untuk jemaah laki-laki, jangan lupa menggunakan kippah (peci kecil berwarna putih) yang disediakan di situ. Ini adalah salah satu cara menghormati tradisi Yahudi.
Sebagai sebuah destinasi wisata ziarah, Tembok Ratapan memang memiliki magnet luar biasa. Tokoh-tokoh ternama dunia, dari pentas politik, hingga panggung selebritas, pun tercatat pernah ke sini. Namun, tidak jelas, apakah mereka pun menyisipkan doa-doa pribadinya. Beberapa di antaranya, Hillary Clinton, Barack Obama, Donald Trump, Leonardo Dicaprio hingga Jennifer Lopez.
O ya, tentu saja ada seorang Kompasianer juga. Anda tahu siapa dia, bukan? Hahaha.
***
Kelapa Gading, 9 November 2022
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan:Â
Semua foto yang digunakan adalah dokumentasi pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H