Nama Tembok Ratapan baru disematkan ke tembok terkenal ini karena di tempat yang mirip Sinagoga terbuka itulah orang Yahudi menangis dan meratapi penghancuran Kenizah Kedua itu. Suatu penyesalan mendalam akibat hancurnya tempat ibadah yang dibangun Herodes Agung. Simbol dari kebesaran masa lalu.
Konon setiap tahun lebih dari satu juta kertas doa disisipkan di antara celah Tembok Ratapan. Surat-surat doa itu ditulis dalam berbagai bahasa dengan panjang bervariasi. Dari hanya beberapa kata sampai surat doa yang lebih panjang. Dan menurut hukum Yahudi, semua kertas doa itu tidak boleh dibuang. Tetapi, bisa saja dibakar atau dikuburkan.
Rabbi Shmuel Rabinovitch, Rabbi dari Tembok Barat dan penulis buku "Minhagei HaKotel", sebuah buku tentang Tembok Ratapan, mengatakan bahwa membakar kertas masih lebih murni. Tetapi, menguburkannya akan jauh lebih terhormat. Bagaimanapun juga surat-surat doa itu ditujukan kepada Tuhan.
Dengan prinsip seperti itulah, setiap dua kali setahun, Rabinovitch dan para asistennya mengumpulkan semua surat doa yang disisipkan di Tembok Ratapan lalu menguburkannya di Pekuburan Yahudi di Bukit Zaitun. Jadi benar-benar dikuburkan, tidak dibuang!
Fenomena ini kabarnya sudah berlangsung sejak abad ke-18. Dan tidak hanya dilakukan orang Yahudi. Para peziarah Kristen dari berbagai negara pun mulai mengikutinya. Bahkan sebagian wisatawan dengan latar belakang agama berbeda tidak mau ketinggalan. Ikut menyisipkan doa dalam secarik kertas di antara celah dinding batu Tembok Ratapan.
Kawasan Tembok Ratapan memang kini terbuka bagi semua pengunjung. Padahal di masa lalu, bangsa Yahudi pernah dilarang memasuki kawasan ini kala dikuasai Yordania (1948-1967). Setelah Perang Enam Hari Arab-Israel, yang berakhir pada tanggal 10 Juni 1967, Israel pun menguasai sebagian besar wilayah Yerusalem. Tentu saja termasuk kawasan Western Wall.
Kawasan di sekitar Western Wall pun diperluas. Kini lebih dikenal sebagai Western Wall Plaza. Sebuah alun-alun nan luas yang selalu dipenuhi banyak peziarah di sepanjang tahun. Pada hari-hari tertentu dalam kalendar Yahudi, tempat ini juga kerap digunakan untuk berbagai perayaan. Misalnya, Tisha B'Av dan Jerusalem Day.
Nah, jika Anda hendak ke Tembok Ratapan, maka satu-satunya akses yang dibuka adalah melalui Dung Gate. Pintu gerbang yang berada di Jewish Quarter ini juga dikenal dengan nama Silwan Gate dan Maghrabi Gate. Ada pemeriksaan cukup ketat ketika hendak memasuki area Tembok Ratapan. Mirip dengan security check di sebuah bandara internasional.
Tembok Ratapan dibagi dua dengan sebuah pagar pemisah (mechitza). Tempat ibadah untuk laki-laki berada di sebelah kiri, sedangkan untuk perempuan di bagian kanan. Pemisahan tempat berdoa bagi laki-laki dan perempuan telah dilakukan sejak tahun 1929. Persis seperti pembagian di sinagoga-sinagoga orthodox.
Sebuah keran sudah disediakan di tempat ini agar peziarah yang hendak masuk ke tempat sakral orang Yahudi itu bisa bersuci dulu dengan membasuh tangan. Dan khusus untuk jemaah laki-laki, jangan lupa menggunakan kippah (peci kecil berwarna putih) yang disediakan di situ. Ini adalah salah satu cara menghormati tradisi Yahudi.