Hanya dalam hitungan hari, Indonesia akan segera menyambut tamu-tamu penting di KTT G20 Bali 2022. Suatu momentum emas yang jelas tidak boleh dilewatkan untuk mempromosikan Indonesia. Bukan hanya sebagai destinasi wisata leisure ternama di Asia. Tetapi juga sebagai salah satu destinasi wisata MICE yang layak diperhitungkan!
Penunjukan Bali sebagai tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-17 G20 atau "2022 G20 Bali Summit"Â jelas sangat membanggakan. Dan kawasan Nusa Dua, yang direncanakan menjadi tempat pelaksanaan KTT G20, pun telah memiliki reputasi teruji sebagai tempat penyelenggaraan gelaran bertaraf internasional selama puluhan tahun.
Simak saja deretan pertemuan internasional yang pernah digelar di situ. Mulai dari UN Climate Change 2007, KTT ASEAN, APEC 2013, Bali Democratic Forum, Miss World 2013, hingga IMF-World Bank 2018. Dan tidak terhitung lagi berbagai Corporate Events berskala besar yang juga kerap diselenggarakan di kawasan bergengsi di Pulau Dewata itu.
Kala meninjau sejumlah lokasi yang akan digunakan dalam KTT G20 yang akan berlangsung pada 15-16 November 2022, Presiden Jokowi mengatakan, "Kita juga harus dapat memanfaatkan pelaksanaan KTT G20 ini sebagai showcase mengenai kemampuan Indonesia dalam mengendalikan pandemi Covid-19. Baik dari sisi kesehatan maupun dari sisi ekonomi."
Tidak lupa Presiden Jokowi juga mengingatkan untuk memberikan pelayanan terbaik dari Indonesia selaku tuan rumah. Suatu pesan yang sangat jelas, jika Indonesia hendak membidik peluang sebagai Destinasi MICE terkemuka di Asia.Â
Sebagai destinasi wisata MICE, Bali memiliki hampir semua fasilitas yang dibutuhkan. Apalagi kawasan Nusa Dua, yang mulai dibangun Bali Tourism Development Corporation (BTDC) pada tahun 1970-an itu, sejak awal memang telah dirancang untuk menjadi destinasi MICE yang sanggup menampung ribuan peserta.
BTDC, yang kini dikenal sebagai Indonesia Tourism Development Corporation atau ITDC, pun terus mengembangkan kawasan yang dijejali belasan hotel berbintang itu. Saat ini setidaknya terdapat 19 hotel kelas dunia di kawasan ini. Jumlah total kamar pun sudah mencapai sekitar 5,000 kamar.
Selain itu, Nusa Dua yang hanya berjarak sekitar 12 km dari Bandara Internasional Ngurah Rai, pun dilengkapi fasilitas ruang pertemuan berukuran raksasa, yakni The Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), yang akan digunakan sebagai venue utama dan Bali International Convention Center (BICC).
Pasar industri MICE (Meetings, Incentives, Conferences and Exhibitions) memang menggiurkan. Dikutip dari sebuah rilis yang dipublikasikan Allied Market Research, bertajuk "MICE Industry by Event Type: Global Opportunity Analysis and Industry Forecast, 2021-2028", pasar industri MICE global sudah mencapai nilai 805 milyar dolar pada tahun 2017. Dan angka ini diprediksi melonjak hingga sekitar 1,337 milyar dolar AS pada tahun 2028.
Akan tetapi, untuk ikut meraup pasar MICE dunia tentu saja tidak mudah. Ada berbagai pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Indonesia. Di kawasan Asia Tenggara saja, Indonesia cukup tertinggal dibandingkan para pesaingnya yang semakin agresif, seperti Thailand, Vietnam, dan Singapura.
Pada perhelatan tahunan "World MICE Awards 2021" yang berlangsung di Dubai pada tanggal 28 November 2021 lalu, Ho Chi Minh City- Vietnam berhasil memenangkan penghargaan bergengsi sebagai "Asia's Best MICE Destination 2021". Sementara itu, tuan rumah Dubai tidak kalah sukses.Â
Dubai bahkan meraih penghargaan lebih prestisius lagi, yakni sebagai "World's Best MICE Destination 2021". Mengalahkan beberapa kandidat top lainnya, di antaranya Ho Chi Minh City- Vietnam, Madrid-Spanyol, San Francisco-AS dan Auckland- Selandia Baru.
Pencapaian Dubai sejatinya sejalan dengan posisinya di "International Congress and Convention Association (ICCA) Statistics Report". ICCA menempatkan kota terpadat di Uni Emirat Arab itu di peringkat pertama dari "Top 10 Cities by Performance Indicators" untuk kategori 'Unaffected'.
Setelah sempat absent di 2020 akibat badai pendemi covid-19, ICCA kembali mengeluarkan ICCA's Destination Performance Index 2021 (DPI) yang dibuat berdasarkan hasil analisis dari sekitar 8,000 meetings yang telah dijadwalkan berlangsung di sepanjang tahun 2021.Mulai dari keberhasilan memenangkan bidding; kebijakan menghadapi Covid-19; hingga kapabilitas dalam aspek teknologi dan kemampuan beradapsi dengan perubahan model penyelenggaran event. Baik secara virtual saja maupun hybrid.Â
Sementara itu, di kategori Top 50 Cities untuk kategori overall performance, yang dipuncaki kota Vienna- Austria, beberapa kota di Asia pun berhasil meraih posisi yang cukup meyakinkan. Singapura, misalnya, berada di posisi ke-4. Lalu Seoul- Korsel menyusul di ranking ke-13. Sayang sekali, tidak satupun kota di Indonesia yang masuk di kelompok 50 besar ini.
Indonesia sendiri sebetulnya telah menyadari pentingnya MICE bagi pariwisata Indonesia. Pada saat membuka "Indonesia Tourism & Business Event Forum 2022" (ITBEF), yang berlangsung pada 15-16 Agustus 2022 lalu di JCC Jakarta, Menparekraf Sandiaga Uno mengatakan, "Sektor MICE telah tumbuh menjadi industri yang berkontribusi besar terhadap pendapatan devisa Indonesia."
Jika memang demikian, Kemenparekraf seharusnya bergerak makin cepat. Mulai menggandeng semua stakeholders yang terkait dengan industri MICE agar tampil kian solid. Di tahun 2021 saja bisnis MICE telah kembali menanjak. Meskipun masih sebatas virtual maupun hybrid.
Apalagi di tahun 2022 ini ketika banyak negara telah membuka pintu internasionalnya. Kompetisi di industri MICE pun makin seru. Beberapa negara bahkan tak segan menawarkan aneka insentif agar para penyelenggara pertemuan besar mau mengadakan event-nya di negara mereka. Sebut misalnya, Korea Selatan.
Dengan mengusung tagline "Korea, Beyond Meetings", negeri ginseng ini menyodorkan sejumlah program insentif yang sangat menarik. Setiap rencana penyelenggaraan event, seperti Corporate Meeting, Conference atau Incentive Trip di negaranya, bisa mengajukan sponsorship ke Korea Tourism Organization (KTO).
Skema yang ditawarkan dibagi dalam 5 grade berdasarkan jumlah peserta. Grade 1, misalnya, dengan jumlah peserta di atas 1,000 orang, maka berbagai layanan serta hadiah gratis pun siap disediakan, antara lain Meeting Service di bandara, fasilitas masuk ke objek wisata, suvenir khas Korea, hingga sponsor untuk special lunch/ dinner dan Korean Performance Show. Hebat!
Dengan cara berbeda, Selandia Baru juga menawarkan dukungan finansial demi memastikan sebuah event berlangsung di negeri Kiwi itu. Program yang dikelola sebuah badan pemerintah bernama The Auckland Business Events Fund (ABEF) itu berlaku hingga 30 Juni 2024. Alhasil, program ini memungkinkan Auckland Convention Bureau (ACB) pun leluasa menawarkan dukungan demi memuluskan proses bidding.Dan bukan Thailand namanya jika tidak ikut agresif menjaring wisatawan. Tentunya termasuk pasar wisatawan bisnis yang sangat menjanjikan ini. Lewat Thailand Convention and Exhibition Bureau (TCEB), negeri Gajah Putih juga telah memperkenalkan suatu insentif bagi semua asosiasi international yang hendak mengadakan pertemuan di Thailand.
Strategi yang disebut "Convene Plus"Â itu menawarkan bantuan dana tunai, dukungan pemasaran digital dan sumber daya lain untuk mengadakan pertemuan bisnis di Thailand. Demikian pula dengan negeri jiran Singapore yang memiliki program "Grants and Incentives".Â
Sangat menarik bukan? Setiap negara kuat di industri MICE itu memiliki strategi tersendiri demi memikat para pengambil keputusan agar mau mengadakan event MICE-nya di negara mereka. Lalu bagaimana dengan Indonesia?Â
Indonesia seharusnya tidak kalah jauh dari kota-kota yang telah disebutkan di atas. Berbagai fasilitas untuk kegiatan MICE tersedia lengkap. Khususnya di Jakarta dan Bali serta beberapa kota besar lainnya. Namun, tanpa adanya dukungan yang kuat dari Pemerintah Indonesia, laju perkembangan MICE di tanah air akan tetap tersendat.
Salah satu contoh yang bisa menjadi pertimbangan. Sebagian besar negara yang sukses di industri MICE umumnya memiliki satu badan khusus untuk itu. Singapura, misalnya, ada Singapore Exhibition & Convention Bureau (SECB). Sedangkan Thailand punya Thailand Convention and Exhibition Bureau (TCEB).
Jika SECB dan TCEB tampak cukup powerful, maka tidak demikian dengan Indonesian Convention & Exhibition Bureau (INACEB) yang telah dibentuk sejak tahun 2016 silam. Di situs web-nya sendiri, INACEB hanya menempatkan posisinya sebagai sebuah organisasi independent dan mitra strategis Kemenparekraf.Jadi berbeda dengan SECB yang berada di bawah Singapore Tourism Board. Dan tentu saja, ojo dibandingke dengan Thailand Convention & Exhibition Bureau (TCEB) yang berada di bawah kendali Kantor Perdana Menteri Thailand. Hasilnya, baik Singapore maupun Thailand termasuk deretan destinasi MICE terdepan di wilayah Asia Tenggara.
Betapapun, sukses pengembangan pasar wisata MICE memang tidak selalu karena iming-iming insentif seperti yang dilakukan banyak negara lain. Tetapi, yang pasti, event MICE tidak bakal datang sendiri. Anda harus memburunya ke seluruh dunia. Memenangkan setiap bidding dan membawa konferensi-konferensi internasional itu ke tanah air.
Kembali ke KTT G20 yang tidak lama lagi akan berlangsung di Bali, semoga perhelatan akbar ini menjadi tonggak kebangkitan industri MICE di tanah air Indonesia.Â
Let's show the world that Indonesia is definitely the best MICE Destination in Asia!
***
Kelapa Gading, 03 Oktober 2022
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan: Semua foto yang digunakan sesuai keterangan di masing-masing foto.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H