Sebuah rekor baru saja tercipta di aplikasi Flightradar24 pada Selasa, 2 Agustus 2022 lalu. Lebih dari 708 ribu pengguna situs pelacak penerbangan terbesar di dunia itu ikut menyaksikan penerbangan tujuh jam Nancy Pelosi dari Kuala Lumpur ke Taipei. Penerbangan yang sebetulnya tersimpan rapat hingga menit-menit terakhir itupun disebut sebagai "The Most Tracked Flight of All time".
Perjalanan Ketua DPR Amerika Serikat itu memang menyedot perhatian dunia. Pelosi seakan bermain-main dengan api. Betapa tidak, di tengah ancaman militer Tiongkok, Pelosi memutuskan untuk tetap mengunjungi Taiwan, sebuah negara pulau yang sejak dulu diklaim oleh Tiongkok sebagai provinsi dari Negeri Tirai Bambu itu.
Boston Herald, salah satu media berpengaruh di kota Boston, Massachusetts, pun mengkritik kunjungan itu dengan kalimat tajam, "Narcissist Nancy Pelosi and her hot pink pantsuit played a dangerous and reckless game in Taiwan." Ulah Pelosi yang dianggap ugal-ugalan itu jelas sangat berbahaya. Dan nasib Taiwan yang seakan menjadi taruhannya.
Meskipun demikian, Taiwan sendiri menyambut hangat kunjungan Pelosi, yang dikenal sebagai seteru lama Beijing. Terlebih pula, inilah kunjungan pertama seorang pejabat tinggi AS dalam kurun 25 tahun terakhir. Tidak mengherankan, Taiwan pun menyambut meriah kedatangannya bak seorang pahlawan saja.
Beberapa kalimat sambutan dalam bahasa Inggris dan Mandarin ditampilkan di dinding gedung yang menjadi ikon ibu kota Taiwan itu. Di antaranya, "Speaker Pelosi, Welcome to TW". Kalimat lain terbaca, "Thank you Friend of Democracy."Â
Baca juga: Biara-Biara di Atas Langit Meteora"Kami telah berulangkali mengatakan bahwa kami menentang perubahan apapun terhadap status quo secara unilateral dari kedua pihak. Kami telah mengatakan bahwa kami tidak mendukung kemerdekaan Taiwan."
Dengan kata lain, kunjungan provokatif itu memang atas dasar keputusan Nancy Pelosi sendiri. Dan sudah diduga, kunjungan itu pun menuai kecaman Beijing dan menimbulkan ketegangan di mana-mana. Tidak hanya di Taiwan, tetapi di seluruh kawasan Asia Timur. Selat Taiwan yang memisahkan daratan Tiongkok dengan Pulau Taiwan pun sempat memanas.
Namun, setelah kalah dalam Perang Tiongkok-Jepang Pertama (First Sino-Japanese War, 1894-1895), Tiongkok (baca: Dinasti Qing) pun terpaksa merelakan pulau ini jatuh ke tangan Kekaisaran Jepang pada tahun 1895. Dan pulau Taiwan baru kembali ke pangkuan Tiongkok, yang sudah berbentuk republik sejak 1912, setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia Kedua pada tahun 1945.
Tetapi, perang saudara kemudian meletus di daratan Cina, yakni antara pasukan pemerintah Nasionalis (Kuomintang) yang dipimpin Chiang Kai-shek dan Partai Komunis Tiongkok (CCP) yang dipimpin Mao Zedong.
Atas dasar sejarah inilah, Tiongkok (People's Republic of China) mengklaim bahwa Taiwan pada dasarnya adalah bagian dari Tiongkok. Akan tetapi, berdasarkan sejarah yang sama, Taiwan (ROC) pun menyatakan bahwa mereka tidak pernah menjadi bagian dari negara Tiongkok modern yang baru didirikan Mao pada tahun 1949.
Dengan latar belakang sejarah seperti itu, tidak heran jika Tiongkok (PRC) dan Taiwan (ROC) selalu bermusuhan sejak dulu. Dan wajar saja, dunia pun ikut berdebar penuh ketegangan ketika kunjungan Pelosi ke Taiwan membuat Beijing murka.
Andaikan terjadi perang, Taiwan diprediksi tidak akan bertahan lama. Dukungan AS dan sekutunya pun masih belum bisa dipastikan. Perbandingan kekuatan militer kedua negara memang sangat jomplang. Lihat saja grafis terlampir. Kalah segala-galanya. Dari jumlah tentara, tank, artileri, fregat, kapal selam hingga pesawat tempur.
Lalu apakah semua itu membuat rakyat Taiwan cemas?Â
Tidak juga. Intimidasi Tiongkok terhadap Taiwan telah berlangsung lama. Dan rakyat Taiwan sudah sangat terbiasa dengan situasi ini. Pun kala kunjungan Pelosi yang dikhawatirkan bisa memicu perang pun ditanggapi biasa oleh sebagian besar warga Taiwan.
Seperti dikutip dari harian Washington Post, seorang warga kota Taipei, Ingrid Ho, malah seakan meledek, "The more unhappy the (Chinese Communist Party), the happier I am."Â Warga lainnya menggambarkan menit-menit kedatangan Pelosi tidak lebih dari keseruan menanti menit pergantian tahun. "Like the new year's countdown," ujarnya.
Sebetulnya, tidak hanya warga Taiwan, banyak masyarakat Tiongkok pun tidak terlalu menghiraukan pertikaian politik antar kedua negara itu. Mungkin persis seperti ungkapan warga Kawanua, "Kitorang semua basudara", karena pada dasarnya baik Taiwan maupun Tiongkok berasal dari leluhur yang sama.
Buktinya, sejak dibukanya Taiwan untuk kunjungan wisata dari Tiongkok, jutaan turis asal Negara Tirai Bambu itu menyeberang ke Taiwan untuk berwisata. Setidaknya, hingga tahun 2019, Tiongkok selalu berada di posisi teratas sebagai negara yang paling banyak mengirim turis ke Taiwan.
Taiwan sendiri mulai menerima wisatawan asal Tiongkok dalam bentuk grup pada tahun 2008. Kesepakatan Taiwan-Tiongkok kala itu diprakarsai mantan Presiden Ma Ying-Jeou yang sukses menjalin hubungan yang lebih hangat dengan Beijing.
Ma Ying-Jeou dikenang sebagai Presiden Taiwan (ROC) pertama yang pernah bertemu langsung dengan pemimpin berkuasa Tiongkok (PRC). Peristiwa langka itu terjadi ketika Ma Ying-Jeou bertemu dengan Xi Jinping di Singapore pada bulan November 2015.
Sejak tahun 2008 itu pula, wisatawan asal Tiongkok terus meningkat. Pada tahun 2015, misalnya, Taiwan mencatat rekor kunjungan sebanyak 4 juta wisatawan dari Tiongkok yang membanjiri berbagai destinasi wisata di Taiwan.
Melihat tren yang sangat prospektif itu, Taiwan kemudian juga membuka pintunya untuk kunjungan wisata secara perorangan sejak 28 Juni 2011. Namun, akibat kembali memanasnya hubungan kedua negara, khususnya sejak Taiwan berada di era Presiden Tsai Ing-wen, Tiongkok mulai membatasi perjalanan perorangan (solo traveler) sejak 1 Agustus 2019.
Meskipun penurunan itu sendiri sebagian disebabkan situasi pandemi yang masih melanda Negeri Tirai Bambu itu. Tahun 2021, contohnya, wisatawan asal Negeri Panda itu merosot ke angka 10.5 ribu wisatawan. Jauh dari sekitar 2.7 juta yang dicapai pada tahun 2019 lalu.
Kembali ke kunjungan politik Pelosi ke Taiwan. Meskipun Ketua DPR AS yang berasal Partai Demokrat AS itu secara politik mendukung Taiwan, tetapi tidak sepantasnya bermain api di tengah perseteruan kedua negara.
Bila terjadi perang di wilayah ini, Nancy Pelosi dipastikan tidak bakal terusik. Dia masih bisa menikmati hidup nan nyaman di ladang anggurnya yang luas di Lembah Napa, California, AS. Sementara itu, rakyat Taiwan terpaksa harus menderita akibat ulahnya yang provokatif.
Persis seperti sindiran pedas dari harian Boston Herald. Sifat narsistik dan ego seorang Pelosi tidak hanya membahayakan dirinya, tapi juga bisa mengorbankan Taiwan dan stabilitas seluruh kawasan.Â
Apakah itu yang diinginkan Nancy Pelosi?Â
***
Jakarta, 7 Agustus 2022
Oleh: Tonny Syiariel
Referensi:Â 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7
Catatan: Semua foto yang digunakan sesuai keterangan di masing-masing foto.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI