Malioboro masih dibalut sepi pagi ketika saya bergegas menuju Titik Nol Kilometer. Selain beberapa pejalan kaki dan pesepeda yang sesekali melintas, tidak ada aktivitas lain yang terlihat. Malioboro begitu berbeda di kala pagi. Dan wajah kawasan wisata ini sejatinya memang telah banyak berubah. Tak ada lagi deretan pedagang kaki lima. Tidak terlihat pula warung lesehan di malam hari. Dan entah ke mana para musisi jalanan melantunkan lagu-lagunya kini.
Lagu "Yogyakarta" gubahan Katon Bagaskara bak menyambutku ketika kembali ke Yogyakarta pada medio April 2022 lalu. Apakah Yogya masih seperti yang dulu? Atau jangan-jangan vokalis KLa Project itu harus menggubah sebuah lagu baru lagi. Coba simak sekilas lirik lagu yang pernah sangat populer itu.
"Pulang ke kotamu
Ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat
Penuh selaksa makna..."
Keraguan ke Yogyakarta, atau biasa disebut Yogya saja, memang sempat terbersit sebelum membeli tiket di sebuah situs web perjalanan. Pasalnya, Yogya saat itu sedang dikepung berita tentang fenomena klitih. Citra Yogya sebagai sebuah destinasi wisata yang aman pun ikut terusik.
Namun, pada akhirnya saya memutuskan tetap ke Yogya. Dan ketika Airbus A320 milik maskapai Citilink menyentuh landasan di Yogya International Airport (YIA), semua keraguan itu seketika lenyap. Antusiasme kembali ke Yogya telah menyapu semua keraguan itu.
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sejatinya terus berbenah. Jika dulu saya masih mendarat di Bandara Adisucipto, kali ini tidak. Sebagian besar penerbangan domestik ke Yogya saat ini telah dipindahkan ke YIA, bandara baru yang terletak di wilayah Kabupaten Kulon Progo - DIY.
Bandara YIA memang lebih jauh. Namun, sejak beroperasinya kereta bandara yang menghubungkan YIA dan Stasiun Tugu-Yogya, semuanya terasa begitu mudah. Apalagi harga tiket kereta hanya Rp 20 ribu / sekali jalan. Dan jarak sekitar 45 km itu bisa dicapai dalam waktu 39 menit. Cepat dan murah sekali bukan?
Sebagai sebuah destinasi wisata, kota yang pernah mengusung tagline, "Never Ending Asia"Â itu memang sangat istimewa. Bukan semata status provinsinya yang istimewa. Tapi, atmosfer kota yang khas Yogya itu memang sulit dilupakan. Konon setiap sudut kota Yogya itu romantis. Romantic and unforgettable!
Deretan objek wisata terkenal yang bertebaran di seputar kota pun selalu menarik dikunjungi. Mulai dari Kraton Ngayogyakarta yang bersejarah, Taman Sari yang indah, Benteng Vredeburg peninggalan Belanda yang masih berdiri kokoh, hingga kawasan Malioboro dan sekitarnya yang masih terus didandani.
Akan tetapi, Yogya memiliki tantangan tersendiri. Selain berusaha tetap menjaga wajah tua kotanya - modal utama yang disodorkan ke wisatawan global. Pada saat yang sama kota ini pun harus bergerak maju. Jelas tidak mudah. Yogya seakan mencari keseimbangan antara "The Old Yogya" dan "The New Yogya". Lihat saja apa yang sudah terjadi di Malioboro.