Meskipun prosesi lilin sejatinya baru dimulai jam 9 malam, tetapi sejak sore ribuan peziarah telah bergerak ke grotto dan di sekitar pelataran Basilika Rosario. Tidak ketinggalan peziarah disabilitas yang dibantu banyak sukarelawan yang mendorong kursi rodanya melaju di atas jalur khusus.
Ketika saya melangkah ke grotto dan bergabung dengan rombongan peziarah asal Indonesia terdengar pengumuman dan ucapan selamat datang dalam berbagai bahasa. Tentu saja, termasuk dalam bahasa Indonesia. Peziarah asal Indonesia ikut mewarnai setiap acara prosesi di sini bersama ribuan peziarah dari berbagai negara lainnya.
Prosesi Maria sendiri dimulai dari depan Grotto. Ribuan peziarah berjalan perlahan sambil menyanyikan lagu "Ave Maria de Lourdes"Â yang bait pertamanya ditulis pada tahun 1873 sesuai dengan melodi kuno Pirenia. Namun, lagu itu diubah oleh Bruder Le Bas pada tahun 1967 yang isinya mengisahkan penampakan Bunda Maria.
Setiap peziarah memegang sebatang lilin menyala - sebagai peringatan akan nilai baptisme. Cahaya ribuan lilin di tangan peziarah membentuk suatu pemandangan yang sangat dramatis. Apalagi dililihat dari ketinggian. Suatu barisan cahaya lilin yang panjang. Bak tak putus-putusnya. Menakjubkan!
Prosesi yang sulit dilupakan itu diakhiri dengan doa Kredo dan Salam Maria, sebagai penghormatan terakhir kepada Perawan Maria. Setelah itu, para peziarah diberkati oleh Uskup atau Pastor yang hadir. Dan pelan-pelan pelataran sekitar Grotto pun kembali sepi.
Malam di Lourdes masih cukup panjang. Kafe dan toko suvenir di sekitar hotel masih banyak yang buka hingga larut malam. Bersama seorang teman saya pun terdampar di sebuah kafe yang dipenuhi pengunjung dari berbagai negara. Dari Filipina sampai Meksiko. Para peziarah inilah yang ikut menghidupkan ekonomi lokal Lourdes. Sulit dibayangkan kala Lourdes kehilangan semua turisnya (baca: peziarah).
Lourdes boleh jadi tidak berubah banyak andaikan tidak terjadi keajaiban di Gua Massabielle. Adalah seorang gadis desa bernama Bernadette Soubirous yang kemudian merubah nasib kota ini. Dari sebuah desa menjadi kota tujuan ziarah umat Katolik dari seluruh dunia. Bahkan bisa dibilang paling terkenal di Eropa.
Setiap tahun sekitar 5 juta peziarah dari seluruh penjuru dunia datang dan berdoa di "Grotto of Massabielle". Di tempat inilah terjadi penampakan Bunda Maria pada tahun 1858. Seorang gadis kecil 14 tahun, Bernadette Soubirous (sekarang St. Bernadette), yang beruntung menerima anugerah penampakan itu.
Syahdan, pada hari Kamis, 11 Februari 1858, Bernadette, adiknya Toinette dan temannya Baloume, sedang mencari kayu ke Massabielle. Bernadette melihat seorang "Wanita berbaju putih" muncul di dalam gua. Ia lalu menceritakan penglihatannya. Tetapi, adiknya mengaku tidak melihat apapun.
Mendengar itu, Ibunya memarahi dan melarangnya kembali ke grotto. Namun, pada hari Minggu, 14 Februari, ayahnya mengizinkannya kembali ke sana. Dan terjadilah penampakan kedua. Berita itu pun menyebar dengan cepat ke seluruh desa.
Selanjutnya, Bernadette masih menerima berbagai penampakan berikutnya. Hingga pada tanggal 25 Maret, sudah terjadi penampakan yang ke-16. Saat itulah, "Wanita berbaju putih" itu akhirnya menyatakan siapa dirinya. "Akulah Perawan Suci," katanya.
Bernadette berlari ke desa dan melaporkan hal itu. Pastor Peyramale terpana mendengarnya. Pada tanggal 16 Juli, ketika Bernadette ke padang rumput di seberang jeram Le Gave, sekali lagi dia menerima penampakan. Inilah penampakan ke-18 atau yang terakhir. Bernadette mengaku, "Belum pernah saya melihatnya secantik itu".