CEO Aeroflot Mikhail Poluboyarinov dipastikan makin galau dalam beberapa hari mendatang ini. Bagaimana tidak, satu demi satu negara Eropa mulai melarang semua maskapai penerbangan asal Rusia memasuki wilayah udara mereka. Dan tren pelarangan ini diprediksi bakal kian meluas ke seluruh wilayah Uni Eropa.
Invasi Rusia ke Ukraina memang tidak hanya menyulut gelombang protes di berbagai kota besar di dunia. Invasi yang ikut dikutuk banyak pemimpin dunia itupun berimbas ke maskapai penerbangan asal Negeri Beruang Merah itu.Â
Setelah Inggris dan Polandia melarang maskapai asal Rusia memasuki wilayah udaranya, langkah yang sama diikuti berbagai negara Eropa lainnya. Tiga negara Baltik, yakni Estonia, Lithuania dan Latvia ikut menutup ruang udaranya bagi Aeroflot dan semua maskapai Rusia lainnya.
Tidak lama kemudian, Ceko, Moldova, Slovenia, Rumania dan Bulgaria juga menyusul. Alhasil, hingga hari Minggu, 27 Februari 2022, sedikitnya sudah 10 negara Eropa yang melarang penggunaan wilayah udaranya bagi semua maskapai penerbangan asal Rusia.
Uni Eropa sendiri belum secara resmi mengumumkan penutupan wilayahnya bagi maskapai Rusia. Namun, boleh jadi tinggal menghitung hari saja. Dan jika itu terjadi, maka praktis semua maskapai asal Rusia dengan terpaksa harus menghapus sebagian besar rute penerbangannya ke wilayah Eropa Tengah dan Barat.Â
Rusia saat ini memiliki sekitar 10 maskapai penerbangan besar, di luar maskapai kargo maupun pesawat charter. Selain Aeroflot yang menyandang status maskapai nasional pembawa bendera, Rusia juga memiliki beberapa maskapai lain yang cukup terkenal. Di antaranya, Transaero, S7 Airlines, Rossiya Airlines dan Utair Aviation.
Aeroflot sendiri menerbangi lebih dari 100 destinasi di dunia. Sedangkan di wilayah Eropa, maskapai terbesar di Rusia ini biasanya melayani rute penerbangan ke hampir semua kota terkenal di benua biru itu. Sebut saja antara lain, Amsterdam, Bucharest, Budapest, Geneva, London, Madrid, Paris, Rome, Vienna, dan Zagreb.
Penutupan ruang udara di wilayah Baltik oleh Estonia, Lithuania dan Polandia, jelas berdampak serius bagi maskapai Rusia yang menerbangi rute dari Rusia ke wilayah Eropa Barat dan Tengah. Akibatnya, pesawat-pesawatnya terpaksa terbang memutar. Baik lewat Finlandia di utara maupun via Turki di selatan.
Pangkal sebab dari semua aksi penutupan pintu udara negara-negara Barat ini tidak lain dari invasi Rusia ke Ukraina. Dikutip dari BBC, Perdana Menteri Estonia Kaja Kallas mendesak semua negara Uni Eropa lainnya untuk mengeluarkan restriksi yang sama.
Katanya, "There is no place for planes of the aggressor state in democratic skies." (Tidak ada tempat bagi pesawat dari negara agresor melewati wilayah udara negara demokratis). Ajakan PM Estonia via twitter itu langsung disambut PM Slovenia Janez Jansa yang mengatakan "Slovenia will do the same".
Estonia sendiri sejatinya adalah republik pecahan Uni Soviet, sama seperti Rusia dan Ukraina. Namun, setelah menyatakan merdeka pada tahun 1991 (setelah bubarnya Uni Soviet), negara di tepi Laut Baltik ini kemudian bergabung dengan NATO pada tahun 2004.