Matahari belum juga terbit di langit Ukraina, ketika sirine meraung kencang di Kiev, ibu kota Ukraina. Suara ledakan memang sempat terdengar di beberapa kota di Ukraina, termasuk di Kiev, tidak lama setelah pidato Vladimir Putin pada pukul 6 pagi waktu Moskwa. Perang Russia - Ukraina pun dimulai.
Vladimir Putin menegaskan Rusia tidak berniat menduduki Ukraina. Tetapi, tidak banyak yang percaya ketulusan mantan Agen KGB itu. Setelah operasi militer yang dilancarkan pasukan Rusia di wilayah Donbass, Ukraina Timur, Rusia bisa saja tergoda untuk seterusnya mengokupasi negara tetangganya itu.
Tak pelak lagi, manuver Russia ini segera menyulut kemarahan banyak pemimpin dunia, khususnya yang pro Ukraina. Dari Inggris sampai AS. Kawasan sekitar Laut Hitam pun ikut memanas. Invasi Rusia ke Ukraina ini bisa saja memicu perang yang lebih luas di kawasan sekitarnya.
Sejarah perang di era modern sejatinya telah dimulai pada abad ke-20 lalu. Di abad itu, sejarah mencatat berbagai penemuan fantastis di berbagai bidang. Mulai penemuan di bidang teknologi internet sampai tenaga nuklir. Sayang sekali, di abad yang sama pula, dunia pun ikut menangis menyaksikan dua perang dunia.
Perang Dunia I pecah pada tahun 1914 dan berakhir tahun 1918. Selanjutnya, Perang Dunia II berlangsung antara tahun 1939- 1945. Selain itu, berbagai perang lain pun ikut mewarnai abad ke-20, di antaranya perang saudara di Korea dan Vietnam, serta Perang Teluk yang dipicu invasi Irak ke Kuwait.
Menariknya, di hampir semua medan perang, pasukan Amerika Serikat selalu terlibat. Apakah kali inipun Amerika Serikat tergoda untuk masuk ke pusaran konflik antara Rusia vs Ukraina?
Perang Dunia I (World War I atau WWI) sendiri tidak terlepas dari konflik yang awalnya melibatkan dua negara, yakni antara Austria-Hongaria dan Serbia. Tidak berbeda jauh dengan apa yang sedang terjadi saat ini. Meskipun dengan latar belakang yang tentu saja berbeda.
Pada tanggal 28 Juni 1914, seorang nasionalis Serbia bernama Gavrilo Princip membunuh Pangeran Franz Ferdinand, putra mahkota Austria di Sarajevo. Akibatnya, Kekaisaran Austria-Hongaria yang kala itu dikenal sebagai salah satu kekuatan di Eropa Tengah, pun murka dan segera menyatakan perang terhadap Serbia.
Perang ini pun dengan cepat meluas ke aliansi masing-masing kubu. Russia menggerakkan pasukannya untuk membantu Serbia. Sedangkan Jerman segera menyatakan perang terhadap Rusia dan Prancis, yang kala itu berpihak ke Serbia. Eropa pun terbagi dua aliansi besar, yakni Blok Sekutu (Allied Powers) dan Blok Sentral (Central Powers).
Kekuatan Blok Sekutu bertumpu pada tiga kekuatan besar yang terdiri dari Britania Raya, Prancis, dan Rusia. Dan didukung banyak negara lainnya, seperti Amerika Serikat, Belgia, Rumania, dan lain-lain, termasuk negara-negara yang menjadi koloni Britania Raya.
Sedangkan di sisi lain, Blok Sentral dimotori kekuatan Kekaisaran Jerman, Kekaisaran Austria-Hongaria, Kekaisaran Utsmaniyah (Ottoman) dan Bulgaria. Bisa dibayangkan skala perang yang bakal ditimbulkan akibat perang yang melibatkan hampir semua kekuatan di Eropa kala itu.
Jerman mengawali perang dengan menginvasi Belgia sebagai pijakan untuk menyerang Prancis. Berbagai persenjataan canggih pun mulai digunakan. Jerman, misalnya, bahkan tidak segan menyerang parit persembunyian tentara Sekutu dengan gas beracun pada musim semi 1915.
Tidak lama setelah itu, pasukan Amerika Serikat mulai terjun ke dalam kancah Perang Dunia I dengan mendukung pasukan Blok Sekutu pada tanggal 6 April 1917. Perang Dunia I pun meluas hingga ke berbagai penjuru dunia. Dari Eropa, Afrika hingga Asia.
Pada tahun 1918, situasi mulai berubah. Di bawah Komandan Sekutu Ferdinand Foch, pasukan Britania, AS dan Prancis memulai serangan balik yang sukses. Jerman pun mulai terdesak. Satu demi satu kekuatan Blok Sentral pun akhirnya runtuh. Setelah Ottoman menyerah pada 31 Oktober, Austria-Hongaria pun menyusul bertekuk lutut pada 3 November 1918.
Situasi di Jerman tidak lebih baik. Menghadapi revolusi di negerinya sendiri, Kaiser Wilhelm II dipaksa turun takhta. Kaisar Jerman terakhir ini melarikan diri ke Belanda. Pemerintah baru Jerman akhirnya menyatakan gencatan senjata pada tanggal 11 November 1918.
Perjanjian damai segera disepakati di Versailles-Paris pada tanggal 28 Juni 1919. Dalam perjanjian yang disebut 'Treaty of Versailles' itu, Jerman yang kalah perang diwajibkan membayar biaya perang, khususnya bagi negara yang hancur akibat serangannya. Dan tidak kalah menyakitkan, pasukan Jerman juga dibatasi hingga hanya 100.000 orang tanpa persenjataan modern.
Perang Dunia I juga mengubah peta politik Eropa. Empat kekaisaran di masa itu, yakni Kekaisaran Jerman, Kekaisaran Austria-Hongaria, Kekaisaran Rusia dan Kekaisaran Utsmaniyah (Ottoman) ikut tumbang dan berganti dengan pemerintahan model baru.
Setelah Perang Dunia I usai, Liga Bangsa-Bangsa didirikan pada tahun 1919. Akan tetapi, Eropa masih dilanda ketidakstabilan politik. Apalagi isi Perjanjian Versailles yang terpaksa ditandatangani Jerman membuat negara yang kalah perang itu sakit hati. Bahkan rakyat Jerman pun ikut memprotesnya.
Hitler diangkat sebagai Kanselir Jerman pada tahun 1933. Hitler yang juga presiden Partai Sosialis Nasional Jerman (Nazi) mulai membangun perekonomian dan juga memperkuat militer Jerman. Sesuai janjinya demi pemulihan harga diri bangsa Jerman!
Ancaman perang yang lebih besar kembali mengintai ketika AdolfKebijakan militer dan luar negeri Hitler sangat ekspansif. Diawali dengan menduduki kembali Rhineland pada tahun 1936, Hitler kemudian memaksa Austria untuk bersatu dengan Jerman. Selanjutnya Chekoslovakia ikut diambil alih. Belum cukup, Hitler lalu menyerang Polandia pada tanggal 1 September 1939.
Hitler, yang sebelumnya telah bersepakat dengan Rusia untuk membagi wilayah itu, tidak menduga bahwa Britania Raya dan Prancis akan mendukung Polandia. Perang besar pun tidak terhindarkan. Dan persis sama dengan Perang Dunia I, kali inipun perang terbagi ke dalam dua blok.
Jerman telah membangun Blok Poros yang juga dikenal sebagai Axis Powers. Pakta aliansi ini ditandatangani di Berlin pada tanggal 27 September 1940 oleh Nazi Jerman, Fascist Italia dan Jepang. Dan juga didukung Hongaria, Rumania, Slowakia dan Bulgaria.
Sekali lagi lawan Jerman adalah Blok Sekutu, yakni koalisi militer internasional yang dibentuk untuk melawan kekuatan Blok Poros. Pendukung utama Blok Sekutu tidak lain adalah Britania Raya, AS, Prancis dan Uni Soviet. Dan juga disokong China. Negara-negara raksasa yang hingga kini masih sangat dominan.
Dengan metode perang yang disebut 'Blitzkrieg' (perang kilat), pasukan Jerman yang begitu bertenaga menyapu hampir seluruh Eropa. The unstoppable Germany! Polandia, Belgia, Belanda, Denmark, Norwegia dan Prancis semuanya takluk. Namun, pasukan Hitler kemudian tertahan ketika berencana menginvasi Britania Raya pada tahun 1940.
Angkatan udara Britania, The Royal Air Force, yang jumlahnya lebih sedikit tidak hanya sanggup menahan serangan bomber Jerman, tetapi sukses membuat pasukan Jerman mundur. Pasukan Jerman kian terpukul ketika kapal perang miliknya Bismarck ditenggelamkan torpedo dari kapal perang The Royal Navy di perairan Atlantik Utara.
Gagal merangsek ke Inggris, Hitler lalu berpaling ke timur. Pada tanggal 22 Juni 1941, pasukan Jerman melancarkan serangan besar-besaran ke mantan sekutunya Uni Soviet. Tidak tanggung-tanggung, dalam invasi yang disebut “Operasi Barbarossa” itu, Hitler mengerahkan lebih dari 4.5 juta tentara dari kekuatan Blok Poros.
Pada awalnya, serangan ala Blitzkrieg tampaknya sukses di berbagai battle-front. Akan tetapi, ketika musim dingin yang membekukan tiba, pasukan sang Fuhrer yang kedinginan dan kelelahan tidak sanggup lagi menahan serangan balik Tentara Merah Uni Soviet. Hitler sebetulnya memerintahkan pasukannya bertahan, tetapi Jenderal di lapangan tetap menarik mundur pasukannya.
Sementara itu, pada tahun yang sama sekutu Jerman di Asia, yakni Jepang sudah menguasai sebagian besar wilayah China hingga Asia Tenggara. Pasukan kamikaze Jepang bahkan nekat membom Pearl Harbour, pangkalan Angkatan Laut AS di Oahu, Hawaii pada tanggal 7 Desember 1941. AS pun masuk ke kancah Perang Dunia II.
Setelah kekalahan telak di Stalingrad yang terkenal dengan nama "Battle of Stalingrad” (Agustus 1942-Februari 1943), pasukan Hitler makin sulit menahan gelombang serangan pasukan Sekutu. Pada tanggal 6 Juni 1944, yang dirayakan sebagai 'D-Day', Blok Sekutu mulai invasi secara masif dengan mendaratkan sekitar 156.000 tentara di pantai Normandia- Prancis.
Pasukan Hitler kian terjepit setelah pasukan Uni Soviet juga terus merangsek dari arah timur. Polandia, Czechoslovakia, Hongaria dan Rumania kembali direbut. Dan serangan bom besar-besaran ke wilayah Jerman oleh pasukan Sekutu pada bulan Februari 1945 akhirnya membuat Jerman pun menyerah. Hitler sendiri ditemukan bunuh diri di bunker-nya di Berlin pada tanggal 30 April 1945.
Setelah Jerman kalah, Jepang pun menyusul tumbang setelah AS menjatuhkan dua bom atom di atas kota Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945 dan di Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945. Pada tanggal 15 Agustus 1945, Kaisar Hirohito akhirnya mengumumkan Jepang menyerah tanpa syarat. Italia sendiri telah lebih dulu menyerah sejak 8 September 1943.
Akibat dua perang dunia ini, puluhan juta manusia menjadi korban. Baik di kalangan militer maupun warga sipil. Jika Perang Dunia I mengakibatkan kematian lebih dari 20 juta jiwa, maka Perang Dunia II jauh lebih mengerikan lagi. Diperkirakan antara 60–80 juta jiwa meninggal selama perang terburuk dalam sejarah itu.
Uni Soviet menderita kerugian paling besar. Setidaknya 20 juta warganya tewas selama perang ini. Selain itu, sejarah juga mencatat kematian sekitar 10 juta orang di berbagai kamp konsentrasi Nazi. Enam juta di antaranya adalah keturunan Yahudi. Suatu tragedi terbesar dalam sejarah perabadan umat manusia.
Lalu bagaimana dampak Perang Rusia - Ukraina?
Apakah Kamerad Putin masih ingat sejarah kelam di masa lalu ini? Tidak ada satupun bangsa yang menang perang tanpa kekalahan. Pemimpin mungkin saja bersorak sejenak ketika menang perang. Tetapi, rakyatnya yang berperang itulah yang tetap saja paling menderita selamanya. Dari perang ke perang lainnya.
Kini mata seluruh dunia tertuju ke konflik Rusia-Ukraina. Dan sekalipun banyak yang tidak lagi percaya akan perkataan sang pemimpin Russia itu, tetapi semoga kali ini Putin memegang teguh kata-katanya. Rusia memang tidak bermaksud menginvasi Ukraina. Dan kalau demikian, ayo hentikan agresimu!
***
Kelapa Gading, 25 Februari 2022
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan:
1) Semua foto yang digunakan adalah sesuai keterangan di masing-masing foto.
2) Artikel ini ditulis khusus untuk Kompasiana. Dilarang menyalin/menjiplak/menerbitkan ulang untuk tujuan komersial tanpa seijin penulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H