Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Vladimir Putin, Dari Runtuhnya Uni Soviet ke Bangkitnya Rusia

17 Februari 2022   08:16 Diperbarui: 18 Februari 2022   03:41 4876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasukan Rusia di perbatasan Ukraina. Sumber: Alexander Avilov / Moskva News Agency

Langkah lebih konkret diambil Gorbachev pada tahun 1988. Sambil menarik mundur tentara Soviet, Gorbachev memberikan "kebebasan untuk memilih" bagi negara-negara satelitnya di Pakta Warsawa. Gorbachev, yang juga menjabat sebagai Sekjen Partai Komunis Uni Soviet itu percaya bahwa bukan zamannya lagi mengandalkan tentara yang represif untuk menekan para pembangkang.

Dampaknya luar biasa. Satu demi satu pemerintahan Partai Komunis di wilayah blok timur itu rontok. Hongaria dan Polandia, misalnya, paling awal memanfaatkan momentum dengan membentuk partai-partai oposisi demi menyelenggarakan pemilu multipartai. Dan bak bola salju, demonstrasi massal pun merebak di seluruh Eropa Timur.

Dari Cekoslovakia, Bulgaria, hingga Rumania. Pemerintahan Partai Komunis pun tumbang satu demi satu. Era baru demokrasi multipartai lalu dimulai. Puncaknya, Tembok Berlin yang menjadi simbol terbelahnya Jerman dan Perang Dingin ikut runtuh pada November 1989. 

Angin perubahan bak topan badai itu pun sejatinya ikut menyapu Pemerintahan Uni Soviet sendiri. Pada tahun 1989 yang penuh gejolak itu, kerusuhan besar terjadi di semua 15 republik yang bergabung di bawah Uni Soviet. Beberapa negara bahkan telah menuntut kemerdekaannya.

Reformasi yang digagas Gorbachev memang menuai pujian dunia. Bahkan mengantarnya meraih Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1990. Tetapi, suami Raisa Gorbacheva ini kehilangan dukungan di dalam negeri. Apalagi ketika situasi ekonomi di dalam negeri makin memburuk.

Pada tanggal 18 Agustus 1991, kelompok garis keras sempat melancarkan kudeta terhadapnya. Namun, pemberontakan itu bisa digagalkan Boris Yeltsin yang menyerukan rakyat Rusia untuk menentang kudeta tersebut. Setelah demonstrasi selama tiga hari, kudeta itu akhirnya gagal total.

Boris Yeltsin pada tanggal 19 Agustus 1991. Sumber: AP/www.voanews.com
Boris Yeltsin pada tanggal 19 Agustus 1991. Sumber: AP/www.voanews.com
Pasca kejadian itu, pengaruh Gorbachev menurun drastis. Partai Komunis yang sebelumnya sangat berkuasa dibubarkan. Tiga negara Baltik yang paling awal menuntut kemerdekaan, yakni Estonia, Latvia, dan Lithuania, pun akhirnya memisahkan diri pada September 1991. Gorbachev masih berusaha mempertahankan Uni Soviet. 

Akan tetapi, Uni Soviet secara de facto sudah tiada, ketika beberapa negara lainnya mulai membentuk "Commonwealth of Independent States" (CIS). Posisi Gorbachev kian tersudut. Tidak ada pilihan lain kecuali mengundurkan diri dari Uni Soviet yang telah tercerai berai. Tragis!

Pada 1 Januari 1991, Uni Soviet masih tercatat sebagai negara terbesar di dunia dengan luas wilayah sekitar 22,400,000 km persegi. Hampir 1/6 luas permukaan bumi. Populasinya mencapai lebih dari 290 juta jiwa. 

Kekuatan militernya juga mencengangkan. Belum lagi pengaruhnya lewat Pakta Warsawa, pesaing utama NATO. Akan tetapi, dalam tahun yang sama, Uni Soviet pun runtuh.

Peta politik Uni Soviet. Sumber: www.nationsonline.org
Peta politik Uni Soviet. Sumber: www.nationsonline.org

Lalu di manakah Vladimir Putin kala itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun