Adalah seorang Letnan Tionghoa bernama Kwee Hoen yang memberikan perintah untuk membangun klenteng ini. Tujuannya tidak lain sebagai penghormatan kepada Dewi Kwam-Im atau dalam bahasa Sanskerta dikenal dengan nama Avalokitesvara.
Alhasil, klenteng itupun akhirnya disebut Guan-Yin Ting atau Kwan-Im Teng. Kata Kwan-Im Teng kemudian diserap ke dalam Bahasa Indonesia menjadi Klenteng. Namun, klenteng ini terbakar dalam pada tahun 1740.
Pada tahun 1755, Oei Tjhie, seorang Kapiten Tionghoa, merestorasi kembali klenteng tersebut dan menamainya Jin-de Yuan (dialek Mandarin) atau Kim Tek Ie (Hokkian) yang bermakna "Golden Virtue" (Kebajikan Emas). Kini klenteng tertua di Jakarta ini resminya disebut Vihara Dharma Bhakti.
Akan tetapi, musibah kebakaran kembali melahap klenteng ini pada tanggal 2 Maret 2015 dinihari. Kebakaran diduga akibat api lilin yang memang banyak menghiasi setiap klenteng.Â
Begitulah, hingga kini klenteng bersejarah itu masih ditutup dan sedang dalam proses rekonstruksi. Sebuah bangunan sementara pun dibangun untuk melayani pengunjung yang datang bersembahyang di sini.
Wihara Dharma Bhakti terletak di Jalan Kemenangan III No. 19, Petak Sembilan, Jakarta Barat. Persisnya berada di area belakang Pasar Glodok. Dari mulut jalan yang berawal di Jalan Pancoran, wihara ini bisa dicapai dengan jalan kaki sekitar 5 menit saja. Hanya sekitar 400 meter. Tidak jauh, bukan?
Meskipun tidak jauh, bersiap-siap menerobos jalan yang selalu dipadati para pedagang ini. Pasalnya, selain sudah sempit, jalan ini sehari-harinya memang menjadi bagian dari Pasar Petak Sembilan. Jalan menuju ke klenteng pun bak berjalan di tengah lorong pasar.
Menjelang Imlek, kompleks wihara ini biasanya bak magnet yang menyedot banyak pengunjung dari berbagai wilayah Jabodetabek. Maklum saja, wihara ini sangat terkenal di Jakarta. Bahkan di setiap tahun, banyak wisatawan maupun wartawan ikut hadir di tempat bersejarah ini. Stasiun TV pun tidak ketinggalan meliput semua aktivitas di wihara ini.
Di samping berbagai aktivitas sembahyang, ada satu ritual yang selalu menarik perhatian pengunjung. Itulah ritual melepaskan burung yang sarat makna. Burung-burung itu dilepas dari sebuah kotak khusus yang telah disiapkan banyak penjual burung di sekitar wihara.Â
Seperti diketahui, burung memiliki banyak makna dan filosofi. Dan boleh jadi itu sebabnya banyak warga Tionghoa pun melakukan ritual melepaskan burung ini. Konon melepaskan burung itu seperti melepas keburukan dalam hidup.