Foto Holbung tersebut mendulang beragam komentar. Ada yang menyebutnya mirip Norwegia yang terkenal dengan fjord-nya. Ada pula yang menyandingkannya dengan panorama lanskap di Selandia Baru. Negeri Kiwi yang sangat terkenal dengan danau-danaunya yang indah.
Saya sendiri mengagumi panorama dari Bukit Holbung seperti ketika saya pernah terpesona dengan danau-danau di Swiss. Dan mungkin saja, begitu pula pengalaman banyak pelancong dunia yang pernah ke danau ini. Pantas saja, Danau Toba pun pernah menyandang julukan "Swiss from Sumatra".
Apakah Bukit Holbung akan meraih reputasi seperti destinasi wisata terkenal di ketiga negara tersebut? Mengapa tidak. Yang penting Holbung harus terus menjaga keaslian alamnya. Holbung harus tampil cantik tanpa polesan. Keindahan alami yang selalu memukau semua pelancong dunia.
Dan tantangan lain yang tidak kalah penting adalah kebersihan lingkungannya. Meskipun Bukit Holbung belum banyak dikunjungi, sampah yang ditinggalkan pengunjung sudah terlihat di sekitar bukit ini. Dan tantangan ini tidak hanya ada di Bukit Holbung, tetapi di berbagai lokasi di sekitar Kaldera Toba.
Danau Toba sudah saatnya mematut diri. Tidak hanya tampil cantik, tetapi juga harus selalu bersih. Semua pengunjung dan masyarakat di sekitar Toba harus sama-sama menjaganya. Dengan statusnya kini sebagai "UNESCO Global Geoparks" sejak Juli 2020, sudah selayaknya Toba tampil kian kinclong. Dan makin maju sebagai sebuah destinasi top!Â
Tidak lagi berlari di tempat seperti anggapan banyak pengamat pariwisata selama ini. Dan ketika Toba makin bersinar, bersih dari sampah apapun, label "Swiss from Sumatra" akan kian bermakna.
Bagi saya sendiri, kunjungan kali ini memang bukan yang pertama. Tetapi, seperti di dua kunjungan sebelumnya, sejak tiba di Danau Toba, saya begitu tidak sabar ingin segera memandangnya. Tak bosan-bosannya! Ada suatu kerinduan yang sulit dijelaskan.
Ah, Toba, jangan-jangan, I have fallen in love with you!
***
Kelapa Gading, 12 November 2021
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan: