Nasib Garuda bak menghitung hari. Bahkan secara teknis, Garuda semestinya sudah bangkrut. Meskipun berlabel flag-carrier, Garuda bisa saja dibiarkan pailit. Kecuali Pemerintah Indonesia untuk kesekian kalinya menyelamatkan maskapai penerbangan pelat merah ini. Dan mirip petinju yang sudah hampir KO, Garuda mungkin saja diselamatkan di saat terakhir. Saved by the bell!
Bisnis maskapai penerbangan sebetulnya sangat menjanjikan. Dengan pasar penumpang angkutan udara yang terus menanjak dari tahun ke tahun, bisnis ini begitu menggiurkan. Tidak heran, di sepanjang tahun 2021 ini, di tengah pandemi yang masih belum sepenuhnya berlalu, ratusan maskapai baru terus bermunculan di berbagai pelosok dunia.
Baca juga: "Parade Maskapai Baru di Landasan Pacu"
Dari data yang bisa dilacak di situs Statista, misalnya, sejak tahun 2011, jumlah penumpang angkutan udara dari industri penerbangan global terus meningkat. Jika pada tahun 2011 masih di kisaran angka 2.8 milyar penumpang, maka pada tahun 2019 sudah melejit ke 4.5 milyar.
Angka ini memang sempat menurun drastis akibat pandemi ke 1.8 milyar penumpang. Tetapi, di sepanjang 2021 ini maskapai penerbangan dunia sudah kembali menggeliat. Dan jumlah ini diprediksi akan menyentuh 3.4 milyar di tahun 2022 dan terus menuju ke kisaran angka pre-covid.
Akan tetapi, di samping peluang bisnis yang sangat atraktif itu, bisnis penerbangan pun mengandung resiko besar. Pandemi covid-19 yang memaksa penduduk dunia tidak bisa bepergian, paling telak memukul industri penerbangan. Apalagi bagi maskapai yang menggunakan pesawat sewaan berbiaya tinggi dari para Lessor.Sejarah industri penerbangan dunia sejatinya telah mencatat banyak nama maskapai penerbangan terkenal yang telah bangkrut akibat berbagai krisis hingga mismanagement. Sebut di antaranya, Pan American World Airways (Pan Am)-AS, Midway Airlines-Â AS, Ansett- Australia, Swiss Air-Â Swiss, Sabena- Belgia, dan banyak lainnya.
Sementara dari Indonesia, tidak sedikit maskapai nasional pun telah lama tumbang, antara lain Adam Air, Batavia Air, Bouraq Airlines, Jatayu Airlines, Mandala Airlines, Merpati Nusantara, dan Sempati Air.
Salah satu periode terberat di industri aviasi tentu saja selama pandemi covid-19 ini. Ribuan armada dari maskapai penerbangan dunia terpaksa di-grounded. Sebagian di antaranya bahkan tidak pernah sanggup mengepakkan sayapnya lagi. Beberapa maskapai berstatus flag carrier (maskapai pembawa bendera nasional) di wilayah ASEAN pun tidak bisa menghindar dari ancaman kebangkrutan.
Misalnya saja, Thai Airways, Philippine Airlines dan Malaysia Airlines. Meskipun ada juga yang diselamatkan, seperti Malaysia Airlines. Sedangkan urusan Thai Airways dan Philippine Airlines sepertinya masih melalui jalan panjang berliku.