Jatuhnya Kabul pada 15 Agustus 2021 lalu tidak hanya menyebabkan warga Kabul berusaha meninggalkan kota itu. Maskapai penerbangan komersial di negeri itu pun ikut tersungkur. Semua armada pesawatnya hanya bisa mendekam di bandara. Sedangkan sebagian armada pesawat yang kebetulan berada di luar negeri pun enggan pulang ke Afghanistan. Lagi pula, siapa yang berani terbang di situasi serba tidak pasti seperti itu?
Namun, setelah tiga minggu berlalu pasca "The Fall of Kabul", sebuah kabar baik akhirnya datang juga. Seperti diberitakan berbagai media dunia, Ariana Afghan Airlines - flag carrier Afghanistan, akhirnya mengudara kembali di atas langit Afghanistan. Dan di saat hampir bersamaan, Hamid Karzai International Airport pun kembali dibuka.
Tentu saja pemulihan penerbangan nasional hanya bisa terlaksana setelah mendapat lampu hijau dari Taliban, penguasa Afghanistan saat ini. Pada Jumat lalu, salah seorang pejabat dari maskapai tersebut mengatakan ke kantor berita AFP bahwa maskapai tersebut akan segera kembali beroperasi.Â
Sementara itu, pembukaan kembali bandara Hamid Karzai tidak kalah pentingnya. Sebagai pintu gerbang utama di negara itu, bandara ini sangat vital bagi kepentingan banyak pihak.Â
Tidak hanya bagi Taliban yang mulai sibuk menata citranya di dunia internasional. Tetapi, juga untuk semua penerbangan sipil yang masuk dan ke luar dari Kabul. Termasuk penerbangan dengan misi kemanusiaan yang sedang mengalir masuk ke Afghanistan.
Bandara Internasional Hamid Karzai sendiri sudah dibuka kembali pada Sabtu, 4 September lalu, setelah Afghanistan mendapat bantuan teknis dari Qatar. Negara di Teluk Persia itu telah mengirim sebuah tim khusus untuk menjalankan kembali bandara Hamid Karzai. Taliban dan Qatar memang telah lama memiliki hubungan yang cukup dekat.
Pembukaan bandara serta pemulihan jalur penerbangan di dalam negeri pun menjadi salah satu prioritas utama Taliban sejak pasukan terakhir AS meninggalkan bandara Kabul pada 31 Agustus 2021. Kabul harus secepatnya bisa terhubungkan dengan kota-kota utama lainnya di seluruh wilayah Afghanistan.
Tidak hanya bagi Pemerintahan Taliban, tetapi juga bagi kepentingan bisnis yang harus kembali bergerak. Jalur Kabul - Kandahar, misalnya, bisa dicapai dalam waktu 1 jam saja dengan pesawat udara. Bandingkan dengan rute perjalanan darat. Jarak sekitar 497 km itu harus ditempuh dalam waktu sekitar 10 jam.
Industri penerbangan di Afghanistan bak mengikuti jatuh bangunnya negeri di Asia Selatan itu. Sejak era 1970-an, Afghanistan hanya memiliki dua maskapai penerbangan. Selain Ariana Afghan Airlines yang berdiri sejak tahun 1955, Afghanistan juga pernah memiliki Bakhtar Airlines yang didirikan pada tahun 1967 untuk melayani rute penerbangan domestik. Sedangkan Ariana kala itu fokus pada jalur internasional.
Akan tetapi, pada tahun 1985, ketika Perang Soviet-Afghan masih berlangsung, Ariana diambil alih oleh Bakhtar Afghan Airlines yang selanjutnya menjadi maskapai nasional baru di negara itu. Tidak itu saja, Soviet juga memaksa Ariana menjual semua armada pesawat buatan AS dan diganti dengan pesawat Tupolev Tu-154 buatan Negeri Beruang Merah itu.
Pada tahun 1988, arah angin berbalik ke Ariana Afghan Airlines. Bakhtar digabungkan ke Ariana yang kembali mengudara dengan melayani rute domestik maupun internasional. Sayang sekali, Ariana kembali terbentur konflik politik lainnya pada tahun 1996.
Kejatuhan Kabul ke tangan Taliban pada tahun 1996 membuat Ariana kembali merana. Kontrol ketat dari rezim Taliban serta sanksi internasional membuat Ariana Afghan Airlines hanya bisa menerbangi beberapa rute domestik dengan pesawat buatan Russia dan Ukraina. Pada November 2001, Ariana bahkan harus berhenti beroperasi sepenuhnya.
Ariana Afghan Airlines sekali lagi bangkit setelah Taliban digulingkan pasukan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya pada awal tahun 2000-an. Dengan bantuan Pemerintah India yang menghibahkan tiga pesawat Airbus A300 bekas maskapai penerbangan Air India, Ariana mulai beroperasi kembali pada tahun 2002.
Kam Air yang didirikan pada tanggal 30 Juli 2003. Dan sejak itulah, kedua maskapai ini membawa nama Afghanistan kembali ke kancah penerbangan domestik maupun internasional.
Setahun berikutnya, Afghanistan akhirnya memiliki maskapai penerbangan kedua, yakniAriana Afghan Airlines sendiri berstatus 'Flag Carrier', yakni suatu sebutan untuk maskapai penerbangan yang dimiliki Pemerintah negara asal maskapai tersebut. Dengan predikat ini, Maskapai Penerbangan Nasional tersebut sekaligus bertugas sebagai Duta Bangsa. Suatu posisi yang persis sama dengan Garuda Indonesia bagi Indonesia atau Malaysia Airlines bagi Negara Malaysia.
Jika Ariana hanya memiliki 5 pesawat, yakni 4 Boeing 737-400 dan 1 Airbus 310-300, maka Kam Air saat ini memiliki 7 pesawat. Ketujuh pesawat tersebut terdiri dari 5 Boeing 737-300 dan 2 Airbus A340-200. Tidak ada lagi satu pun jenis Tupolev maupun Antonov yang tersisa.
Sama dengan Ariana, Kam Air yang berhenti beroperasi sejak jatuhnya Kabul pada tanggal 15 Agustus itu, baru kembali menerbangi sebagian rute domestik pada tanggal 5 September 2021 lalu. Menurut situs aviasi ternama Simple Flying, beberapa pesawatnya sempat disimpan di bandara di negara lain selama krisis kali ini.
Bola kini berada di tangan Taliban. Penguasa baru ini tentunya harus memperhitungkan dengan cermat semua kebijakan yang akan berdampak ke industri penerbangannya. Apalagi jika Ariana Airlines tetap diposisikan sebagai Maskapai Penerbangan Pembawa Bendera negara tersebut.
Di masa sekarang, sebuah maskapai nasional berstatus flag carrier juga mengemban misi yang penting. Kehadirannya di berbagai destinasi dunia akan ikut mengangkat nama Afghanistan. Ariana sendiri masih terkendala regulasi keselamatan di Uni Eropa yang melarang semua pesawat asal Afghanistan melintasi wilayahnya sejak Maret 2006.
Industri aviasi di Afghanistan sejatinya telah tertinggal jauh dibandingkan negara tetangganya. Bahkan di era pemerintahan sebelumnya, Ariana Afghan Airlines masih kalah bersinar dibandingkan maskapai flag carrier dari beberapa negara tetangganya.
Sebut di antaranya, Pakistan International Airlines, Iran Air, Turkmenistan Airlines dan Uzbekistan Airways. Masing-masing maskapai ini memiliki jumlah armada yang jauh lebih besar dibandingkan Ariana dan Kam Air.
Kini Afghanistan memasuki babak baru dalam sejarahnya. Taliban kembali berkuasa di negeri ini. Akankah nasib Ariana akan sama seperti di periode pertama berkuasanya Taliban? Ataukah maskapai ini akan diberikan kebebasan untuk terus mengepakkan sayapnya. Tidak hanya di langit Afghanistan, tetapi juga ke destinasi internasional lainnya.
Rakyat Afghanistan kini hanya bisa menunggu perkembangan berikutnya. Begitu pun dunia aviasi yang ikut berdebar menunggu lanjutan kisah Ariana Afghan Airlines.
***
Kelapa Gading, 11 September 2021
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan:
1) Semua foto yang digunakan sesuai dengan keterangan di foto masing-masing.
2) Artikel ini ditulis khusus untuk Kompasiana. Dilarang menyalin/menjiplak/menerbitkan ulang untuk tujuan komersial tanpa seijin penulis.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI