Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

"The Fall of Kabul" dan Sejarah yang Berulang

21 Agustus 2021   15:48 Diperbarui: 26 Agustus 2021   16:45 1575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga Afghanistan yang berjejal di dalam pesawat angkut raksasa C-17 milik AU AS. Sumber: www.defenseone.com

Jatuhnya Kabul pada hari Minggu, 15 Agustus 2021 lalu bak sejarah yang berulang. Apalagi sebuah pemandangan dramatis tersaji di bandara Hamid Karzai, ketika ratusan warga Kabul berebutan naik ke pesawat pengangkut C-17. Dunia pun tersentak. "The Fall of Kabul" seketika mengingatkan kisah yang mirip di Saigon pada 30 April 1975 silam. 

Joe Biden boleh saja berkilah, tragedi di Kabul- Afghanistan tidak persis kisah jatuhnya Saigon yang dikenal dunia sebagai "The Fall of Saigon". Tidak ada warga Amerika yang harus dievakuasi melalui atap apartemen di Jalan Gia Long 22, Ho Chi Minh City pada tanggal 29 April 1975.

Namun, Biden lupa. Dampak perang bukan hanya soal warga Amerika yang harus dievakuasi. Tetapi, juga warga negara Afghanistan yang ditinggalkan. 

Bangkitnya Taliban memang diduga kuat akibat keputusan Amerika Serikat (AS) yang menarik pasukan militernya dari Afghanistan.

Akibat langsung segera terlihat di Kabul. Bandara internasional Hamid Karzai pun segera dijejalin warga Kabul yang hendak meninggalkan kota itu.

Pesawat Angkut C-17 di bandara Kabul. Sumber: Master Sgt.Michael O'connor/wikimedia
Pesawat Angkut C-17 di bandara Kabul. Sumber: Master Sgt.Michael O'connor/wikimedia

Bandara yang berada di ketinggian 1,791 mdpl ini memang menjadi satu-satunya pintu ke luar dari Afghanistan setelah jatuhnya bandara Herat dan semua pintu perbatasan darat dikuasai pasukan Taliban.

Penduduk Afghanistan menunggu dievakuasi di bandara Hamid Karzai-Kabul. Sumber: Reuters/www.indiatoday.in
Penduduk Afghanistan menunggu dievakuasi di bandara Hamid Karzai-Kabul. Sumber: Reuters/www.indiatoday.in
Warga kota Kabul dan kota-kota lainnya di Afghanistan wajar cemas, tidak sedikit yang ketakutan. 

Jejak sejarah yang ditinggalkan pasukan Taliban di masa lalu mungkin sulit dilupakan. Apalagi Presiden Ashraf Ghani sendiri justru sudah meninggalkan Kabul. Hanya beberapa saat sebelum pasukan Taliban mulai merangsek ke ibu kota negara itu.

Afghanistan sejatinya memiliki tiga bandara internasional lainnya, yakni Bandara Ahmad Shah Baba di Kandahar, Bandara Balkhi di Mazar-e Sharif dan Bandara Khwaja Abdullah Ansari di kota Herat. 

Namun, Bandara internasional Hamid Karzai adalah yang terbesar dan menjadi pintu gerbang utama di negara ini.

Bandara internasional Hamid Karzai yang berada di ketinggian 1,791 m dpl. Sumber: UR-SDV/wikimedia
Bandara internasional Hamid Karzai yang berada di ketinggian 1,791 m dpl. Sumber: UR-SDV/wikimedia
Hamid Karzai International Airport, yang juga disebut Khwaja Rawash Airport, sebelumnya rutin didarati berbagai maskapai penerbangan internasional. Di antaranya, Air Arabia, Air India, Emirates, Fly Dubai, Kuwait Airways, dan lain-lain. Dan tentunya juga dua maskapai asal Afghanistan sendiri yang menjadikan bandara ini sebagai hub-nya, yakni Ariana Airlines dan Kam Air.

Akan tetapi, sejak masuknya Taliban ke Kabul, semua maskapai internasional pun membatalkan penerbangan ke Kabul. 

Bandara yang dinamakan sesuai nama Presiden Afghanistan sebelumnya, yaitu Hamid Karzai, hanya menyisakan pesawat militer milik AS dan NATO yang masih bebas mengudara.

Nasib kota Kabul dan Afghanistan ke depannya memang seharusnya ditentukan sendiri oleh Pemerintah Taliban dan bangsa Afghanistan sendiri. Apakah negara ini akan berubah menjadi negara tertutup atau tetap terbuka seperti negara-negara lainnya di dunia di abad ke-21 ini.

Melihat sikap petinggi Taliban terhadap situasi terkini di Kabul setidaknya memberikan secercah harapan. 

Salah seorang juru bicara Taliban, Suhail Shaheen, menegaskan bahwa Taliban tidak akan menghambat siapapun yang hendak meninggalkan Afghanistan, termasuk mereka yang sebelumnya berseberangan dengan kelompok ini.

Seperti dikutip dari MSNBC, Shaheen juga mengatakan, "We will not punish them...will not pose arrest to them, their property, or their life. They are welcome to go." (Kami tidak akan menghukum mereka... tidak akan menahan mereka, harta benda mereka, atau nyawa mereka. Mereka dipersilakan untuk pergi).

Tidak itu saja, pasukan Taliban juga tidak mengusik sama sekali bandara internasional Hamid Karzai yang masih dikuasai pasukan AS dan NATO. 

Helikopter AS pun bisa dengan mudah mendarat di Kedutaan Besar AS di Kabul untuk melakuan evakuasi.

Begitu pula warga negara asing lainnya yang hendak ke luar dari Kabul, tidak ada yang dihambat. 

Indonesia sendiri sudah berhasil mengevakuasi 26 WNI termasuk staf KBRI dari Kabul. Meskipun demikian, sebagian besar warga Afghanistan yang panik tetap memilih meninggalkan kota itu. You'll never know!

Bandara internasional Hamid Karzai pun dipadati ribuan penduduk kota pada hari Minggu lalu. 

Sebuah pesawat angkut milik Angkatan Udara AS, yakni McDonnel Douglas/Boeing C-17 Globemaster III seketika dijejali ratusan penumpang yang berebutan naik.

Warga Afghanistan yang berjejal di dalam pesawat angkut raksasa C-17 milik AU AS. Sumber: www.defenseone.com
Warga Afghanistan yang berjejal di dalam pesawat angkut raksasa C-17 milik AU AS. Sumber: www.defenseone.com
Pemandangan yang sangat dramatis. Bahkan ada yang masih mengejar pesawat yang sedang bergerak menuju landasan pacu. 

Tak pelak, foto-foto dan video itupun beredar luas ke seluruh dunia. Diperkirakan sekitar 640 penumpang di dalam pesawat tersebut pada Minggu sore itu. Sebagian media bahkan menduga jumlahnya mendekati 800 penumpang!

Dikutip dari harian ternama The Guardian, Sabtu, 21 Agustus 2021, hingga hari ini diperkirakan sedikitnya 12,000 orang sudah dievakuasi melalui bandara Kabul sejak evakuasi pertama kali yang sangat mencekam itu. Sekitar 7,000 di antaranya diangkut oleh pesawat kargo AS.

Penduduk Afghanistan yang dievakuasi itu bercampur dengan staf pemerintah barat, pekerja lembaga bantuan, serta siapapun yang dianggap sangat berisiko karena sifat pekerjaan mereka, di antaranya  jurnalis, penerjemah atau aktivis hak asasi manusia.

Penduduk Afghanistan yang menanti dievakuasi di bandara Hazan Karzai. Sumber: Anadolu Agency / www.theguardian.com
Penduduk Afghanistan yang menanti dievakuasi di bandara Hazan Karzai. Sumber: Anadolu Agency / www.theguardian.com
AS memang sudah seharusnya meninggalkan Afghanistan. Namun, tidak ada yang menduga pemerintah Afghanistan yang ditinggalkan ternyata begitu rapuh. 

Dukungan selama dua dekade seakan sia-sia belaka. Dan suatu kenyataan mengejutkan. Pasukan Taliban ternyata bergerak jauh lebih cepat dari yang diperkirakan.

Apapun yang sudah terjadi, Taliban kini yang berkuasa di Afghanistan. Dan mungkin sudah takdir negara ini memang harus mengatasi sendiri semua perbedaaan di masa lalu. Cukup sudah intervensi dan pendudukan oleh negara adikuasa. Baik di era Uni Soviet (1979-1989) maupun di zaman AS (2001-2021).

Afghanistan sudah saatnya bangkit dan melangkah maju dengan pasti. Rekonsiliasi dengan pemerintah sebelumnya adalah jalan terbaik.

Sejarah kelam di masa lalu seharusnya sudah cukup memberikan sejuta pelajaran berharga bagi negara yang seakan terkurung kawasan pegunungan ini.

Peta negara Afghanistan. Sumber: www.geology.com
Peta negara Afghanistan. Sumber: www.geology.com
Setidaknya, bisa belajar dari Vietnam. Setelah jatuhnya Saigon pada tahun 1975, Vietnam Utara dan Selatan dinyatakan bersatu pada tanggal 2 Juli 1976. Dan sejak itulah lembaran baru sejarah Vietnam pun dimulai. 

Kini setelah lebih empat dekade berlalu, Vietnam telah menjadi salah satu negara yang berkembang pesat di kawasan Asia Tenggara.

Jika sejarah pahit jatuhnya Saigon- Vietnam Selatan seakan berulang di Kabul, Afghanistan. Maka semoga saja sejarah sukses yang sama pun berulang di negara besar di Asia Selatan ini. "The Rise of Vietnam" (Bangkitnya Vietnam) pun akan diikuti "The Rise of Afghanistan" (Bangkitnya Afghanistan).

***

Kelapa Gading, 21 Agustus 2021

Oleh: Tonny Syiariel

Referensi: 1, 2, 3

Catatan:

  1. Semua sumber foto yang digunakan sesuai keterangan di masing-masing foto.
  2. Artikel ini ditulis khusus untuk Kompasiana. Dilarang menyalin/menjiplak/menerbitkan ulang untuk tujuan komersial tanpa seijin penulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun