Olimpiade Tokyo 2020 kini memasuki pekan terakhir jelang penutupan. Selain perolehan medali yang terus menerus dipantau, ada satu hal lain yang tidak kalah menarik disorot. Itulah jumlah kontingen yang melebihi jumlah negara yang ada di dunia. Betapa tidak, dunia hanya memiliki 195 Negara, tetapi peserta Olimpiade mencapai 206 Kontingen!
Olimpiade memang berbeda. Meskipun semua kontingen yang berpartisipasi sejatinya sama dengan mewakili negara. Tetapi, Olimpiade menyebutnya dengan istilah khusus sebagai NOC atau "National Olympic Committee". NOC inilah yang mewakili setiap negara di IOC (International Olympic Committee).
Sesuai aturan Olimpiade, semua negara yang hendak berpartisipasi di setiap ajang Olimpiade wajib memiliki sebuah Komite Olimpiade Nasional (NOC) yang diakui oleh IOC. Indonesia, misalnya, memiliki KOI (Komite Olimpiade Indonesia) yang mewakili Indonesia di IOC yang saat ini beranggotakan 206 NOC.Â
Sementara itu, berdasarkan data di Worldometers, dunia hanya memiliki 195 negara. Persis sama dengan anggota PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa), yang sejak tahun 2011 tercatat memiliki 193 negara dan 2 (dua) negara berstatus observer (pengamat), yakni Vatican City dan Palestina.
Apa artinya? Sesuai data di situs Olimpiade Tokyo 2020, terdapat 206 tim yang berpartisipasi di Olimpiade Musim Panas di Tokyo pada tahun 2021 ini. Dengan kata lain, terdapat belasan negara lainnya yang berpartisipasi di Tokyo 2020, tetapi sesungguhnya belum berstatus sebagai sebuah negara seperti yang diakui PBB.
Sejarah Olimpiade memang tidak terlepas dari pengaruh Pierre de Coubertin, pendiri dari Olimpiade di era modern. Pada tahun 1911, Courbertin pernah menjelaskan bahwa sebuah tim peserta Olimpiade tidak harus mewakili sebuah negara merdeka. Bahkan katanya, "There is an athletic geography that may differ at times from political geography."Â
Geografi olahraga memang bisa saja berbeda dari geografi politik. Pandangan ini tentu saja sejalan dengan prinsip netralitas yang diusung IOC. Dan sepanjang abad ke-20, tim yang berpartisipasi bisa datang dari negara maupun sebuah wilayah tertentu. Aturan ini kemudian dipertegas pada tahun 1996.
IOC memutuskan untuk hanya menerima 'negara' yang secara internasional diakui di dunia. Baik berdaulat maupun tidak. Alhasil, tidak hanya negara-negara merdeka yang sudah menjadi anggota PBB. Tetapi, juga semua negara tidak berdaulat, semacam koloni, teritori dan dependensi.
Itulah sebabnya di Tokyo 2020, kita pun bisa menyaksikan kehadiran Hong Kong dan Taiwan, misalnya, yang masing-masing memiliki NOC sendiri. Meskipun secara politik, Hong Kong telah berada di bawah China (RRT), namun bekas koloni Inggris ini tetap berhak mengikuti Olimpiade secara terpisah dari China.
Bagaimana dengan Taiwan yang selalu diklaim China sebagai salah satu provinsinya? Negara pulau ini sejatinya memiliki status lebih menyedihkan. Selain tidak menjadi anggota PBB, Komite Olimpiade Nasional (NOC) negara ini pun hanya didaftarkan oleh IOC sebagai "Chinese Taipei". Bukan Taiwan!
Pemerintah Taiwan sebetulnya telah mengajukan permintaan agar IOC mengganti nama tersebut menjadi "Taiwan". Namun, permintaan tersebut telah ditolak IOC. Mudah diduga, tekanan China tampaknya berperan kuat. Apalagi China adalah salah satu anggota IOC yang sangat berpengaruh.
Seperti diketahui, nama resmi Taiwan adalah Republic of China (ROC). Sedangkan Taipei adalah ibu kota dan sekaligus kota terbesar di Pulau Taiwan. Nama singkatan ROC malah disematkan ke Russia. Negara Beruang Merah ini terpaksa hanya menggunakan akronim ROC. Tidak diijinkan memakai nama lengkap sebagai "Russian Olympic Committee" atau nama resmi negaranya.
Russia nyaris gagal berpartisipasi di Tokyo 2020 akibat sanksi yang diberikan WADA (World Anti-Doping Agency) karena skandal manipulasi data doping atletnya. Pada akhirnya, Russia diijinkan ikut Tokyo 2020 sebagai peserta dengan akronim ROC.
Dengan total anggota NOC terdaftar di IOC sebanyak 206, maka jumlah peserta di Tokyo 2020 pun persis sama. Klop bukan? Eits, tunggu dulu! Bagaimana dengan tim spesial yang dibentuk IOC, yakni "Refugee Olympic Team"? Jadi seharusnya terdapat 207 tim di Olimpiade.
Tim Olimpiade Pengungsi ini tentu tidak mewakili sebuah negara, koloni ataupun teritori. Dan jelas saja  tidak mungkin memiliki sebuah Komite Olimpiade Nasional. Akan tetapi, tim ini seakan melengkapi jumlah 206 kontingen, setelah salah satu NOC, yakni Korea Utara batal mengikuti Tokyo 2020 karena alasan covid-19.
Status Taiwan dan Hong Kong tidak jauh berbeda dengan beberapa 'negara' lainnya yang ikut serta berlaga di Tokyo. Di antaranya, Aruba, Bermuda, Cayman Islands, Guam, Kosovo, Palestina, Puerto Rico, dan koloni serta teritori lainnya.
Puerto Rico, contohnya, adalah sebuah teritori di bawah naungan AS. Begitu pula dengan Kepulauan Cayman (Cayman Islands) yang berstatus teritori, tetapi berada di bawah Inggris. Sedangkan, Palestina dan Kosovo memiliki latar belakang berbeda. Meskipun sama-sama masih berjuang mendapatkan pengakuan dunia internasional.
Palestine hanya sedikit lebih maju, karena telah berhasil menjadi peninjau di PBB. Sedangkan Kosovo, yang sudah menyatakan merdeka sejak 2008 masih belum diakui PBB. Betapa pun, bekas provinsi di Serbia ini tetap mendapat kesempatan bertarung di pentas Olimpiade.
Dengan berbagai latar belakang sejarah, politik, geografi dan sebagainya, semua negara ini toh tetap bisa berkompetisi di pesta olahraga terakbar di dunia ini. Dan boleh jadi itulah prinsip dan semangat olahraga yang paling penting.Â
"Sport unites the nations through Olympics". Olahraga menyatukan bangsa-bangsa melalui Olimpiade. Setuju?
***
Kelapa Gading, 3 Agustus 2021
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan: Semua foto yg digunakan sesuai keterangan di masing-masing foto.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI