Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Nama "Kota Tua" Jakarta Mau Diubah Jadi "Batavia", Perlukah?

1 Mei 2021   07:57 Diperbarui: 2 Mei 2021   19:40 2199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelabuhan Sunda Kelapa- Jakarta. Sumber: koleksi pribadi

Gubernur Jakarta Anies Baswedan kembali membuat berita. Meskipun baru sebatas usulan, gagasan sang gubernur yang hendak mengganti nama kawasan "Kota Tua" menjadi "Batavia" segera menuai respons beragam. 

Sejatinya, rebranding adalah hal yang lazim dilakukan. Namun, penamaan kembali sebuah kawasan yang sarat sejarah tentunya berbeda. Apalagi jika dikaitkan dengan destinasi wisata yang telah puluhan tahun dikenal dengan nama ikonik tersebut.

Seperti dilansir Kompas.com pada Rabu, 28 April 2021 lalu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berencana mengubah nama kawasan Kota Tua menjadi Batavia. Dia mengatakan, Batavia merupakan nama yang digunakan pemerintah Hindia Belanda saat kali pertama menamai kawasan Kota Tua.

"Mengapa tidak nama Kota Tua kita kembalikan menjadi Batavia? Batavia mempunyai sejarah panjang," ujarnya dalam acara Penandatanganan HOA (Head of Agreement) pembentukan JV Kota Tua - Sunda Kelapa pada Rabu lalu. 

"Kalau googling nulis Kota Tua itu keluarnya banyak sekali. Karena kota tua banyak betul," tambahnya.

Kota Tua Jakarta, yang pernah dikenal sebagai "Ratu dari Timur" pada abad ke-16, telah lama menjadi projek revitalisasi dari satu gubernur ke gubernur berikutnya. Akan tetapi, kawasan seluas 1.3 km persegi yang membentang dari Pelabuhan Sunda Kelapa hingga kawasan sekitar Lapangan Fatahillah ini, seakan berlari ditempat.

Pelabuhan Sunda Kelapa- Jakarta. Sumber: koleksi pribadi
Pelabuhan Sunda Kelapa- Jakarta. Sumber: koleksi pribadi
Bayangkan saja, rencana revitalisasi Kota Tua sebagai situs warisan telah dicanangkan sejak tahun 1972 oleh Gubernur DKI Ali Sadikin. Namun, setelah delapan kali gubernur berganti, belum banyak perubahan berarti di kawasan Kota Tua, kecuali di sekitar Lapangan Fatahillah. 

Dan pada Rabu lalu itu, sekali lagi Gubernur DKI Jakarta, kali ini di era Anies Baswedan, menandatangani suatu kerja sama untuk merevitalisasi kawasan bersejarah ini agar makin menarik minat wisatawan. 

Akan tetapi, alih-alih substansi revitalisasi yang disampaikan, yang mencuat ke media malah penggantian nama Kota Tua menjadi Batavia. Pertanyaannya, perlukah "Kota Tua" diubah menjadi "Batavia"? Sebelum menjawab pertanyaan ini, ada baiknya Anda ikuti penulis bepergian sedikit jauh untuk melihat sejumlah fakta.

Di industri pariwisata, label "Kota Tua" atau "Old Town" sudah lama menjadi mantra sukses menggoda datangnya wisatawan. Betapa tidak, kawasan bersejarah dengan deretan bangunan tua yang terpelihara dengan baik adalah ikon-ikon wisata yang selalu memikat hati. Apalagi jika atmosfer yang dibangun di kawasan itu bak membawa pengunjung kembali ke masa lampau.

Bangunan tua di Jl. Kali Besar Barat- Kota Tua. Sumber: koleksi pribadi
Bangunan tua di Jl. Kali Besar Barat- Kota Tua. Sumber: koleksi pribadi
Itu sebabnya, di berbagai destinasi terkenal di dunia, sebutan "Kota Tua" seakan sudah menjelaskan semuanya. Kota Tua artinya "Historical Centre" atau kawasan bersejarah dari kota itu. Kota Tua adalah kawasan tempat lahirnya kota itu. Dan Kota Tua adalah destinasi wisata yang umumnya terdaftar dalam "UNESCO World Heritage Site". 

Di jantung kota Praha yang terkenal, siapa yang tidak kenal kawasan "Prague Old Town" atau Kota Tua Praha. Nama kawasan di ibu kota Ceko ini dalam bahasa setempat disebut "Stare Mesto" yang artinya Kota Tua. Hal yang sama bisa ditemukan di kota-kota lainnya, baik di Eropa maupun di Asia.

Baca juga: "Kota-kota Tua yang Jadi Andalan"

Salzburg - Austria, misalnya, juga memiliki kawasan bersejarah yang dinamakan "Altstadt". Apa artinya? Sama dengan "Old Town". 

Dalam bahasa Jerman, "Altstadt" berarti Kota Tua. Altstadt Salzburg adalah kawasan kota tua di kota tempat lahirnya Wolfgang Amadeus Mozart. Begitu pula dengan beberapa kota tua lainnya di Jerman, di antaranya Heidelberg-Altstadt, Hamburg-Altstadt, dan lain-lain.

Kafe-kafe di Kota Tua- Jakarta. Sumber: koleksi pribadi
Kafe-kafe di Kota Tua- Jakarta. Sumber: koleksi pribadi
Di kawasan paling bersejarah di Stockholm, ibu kota Swedia, semua wisatawan tidak mungkin melewatkan sebuah kunjungan ke Pulau "Gamla Stan". 

Jalanan berbatu dengan bangunan warna-warni dari abad ke-17 itu begitu memikat. Tidak mengejutkan kawasan ini pun menjadi destinasi wisata nomor satu di Stockholm. Dan tahukah Anda apa artinya "Gamla Stan"? Persis. Artinya, Kota Tua.

Dengan kata lain, hampir semua kawasan bersejarah di berbagai destinasi kondang di dunia tidak ragu menyematkan label "Kota Tua" untuk kawasan bersejarahnya. 

Masing-masing tentunya menggunakan bahasa setempat. Namun, semuanya berarti "Kota Tua". Di Italia biasanya disebut "Citta Vecchia" (Kota Tua) dan "Casco Antiguo" di negeri Matador, Spanyol.

Ah, tentu saja, kalau googling dengan hanya kata kunci "kota tua", hasilnya tentu saja kota-kota tua di mana-mana. Jangankan untuk kota tua, googling dengan kata seperti "Newcastle" saja, Anda akan menemukannya sebagai nama sebuah kota di Inggris, Australia, Kanada, dan lain-lain.

Kali Krukut di Kota Tua Jakarta. Sumber: koleksi pribadi
Kali Krukut di Kota Tua Jakarta. Sumber: koleksi pribadi
"Kota Tua" atau "Old Town" adalah sebutan untuk sebuah bagian bersejarah dari sebuah kota. Mudah dimengerti bukan? Andaikan hendak mencari sebuah kawasan kota tua di mesin pencari, tentunya harus ditulis lengkap. Misalnya, "Kota Tua Jakarta", "Kota Lama Semarang", dan seterusnya.

Jadi, branding atau jenama "Kota Tua" memang sudah lama digunakan secara universal. Dan terbukti sukses! Mengapa harus diganti? Apalagi dengan alasan nama Kota Tua sudah banyak di kota lain. Dan sedihnya, malah mau diganti dengan nama berbau kolonialisme Belanda.

Batavia memang bentukkan Belanda. Setelah menaklukkan pasukan Jayakarta pada tanggal 30 Mei 1619, Gubernur Jendral Jan Pieterzoon Coen (1618-1623) segera membangun sebuah kota baru di atas reruntuhan Jayakarta. Nama kota inipun diganti menjadi Batavia pada tanggal 18 Januari 1621.

Awalnya, Coen ingin menamakan kota ini "Nieuw-Hoorn", seperti nama kampung halamannya "Hoorn" di Belanda. Namun, De Heeren Zeventien atau Dewan 17 VOC di Belanda memilih nama Batavia untuk mengenang leluhur bangsa Belanda, yakni suku Batavi. Suku ini adalah sebuah suku Jermanik yang mendiami sebuah kawasan di tepi sungai Rhein pada era Kekaisaran Romawi.

Museum Fatahillah yg dulu adalah Balai Kota Batavia. Sumber: koleksi pribadi
Museum Fatahillah yg dulu adalah Balai Kota Batavia. Sumber: koleksi pribadi
Jika Gubernur Anies beralasan, nama Kota Tua sudah marak digunakan di berbagai destinasi. Sehingga penggantian ke nama Batavia akan membedakan Kota Tua Jakarta dengan kota-kota tua lainnya. Benarkah? Ternyata nama Batavia pun sama saja. Nama "Batavia" pun telah digunakan di mana-mana.

Di negara adidaya AS, setidaknya ada lima kota kecil bernama Batavia. Nama Batavia juga digunakan sebuah kota di Suriname, bekas koloni Belanda lainnya. Dan di seputar Jakarta, nama Batavia juga telah digunakan sebagai nama sebuah hotel, kafe, gedung perkantoran, dan lain-lain.

Tidak kalah menariknya nama Batavia di negeri Belanda sendiri. Pada 1 Januari 1986, Belanda baru meresmikan Provinsi Flevoland, sebuah provinsi baru hasil projek reklamasi terbesar dalam sejarah negeri Tulip ini. Dan di provinsi baru inilah, Anda bisa kunjungi sebuah destinasi wisata bernama "Batavialand". Selain museum dan replika kapal VOC, di sini juga pengunjung bisa berbelanja di "Batavia Stad Fashion Outlet".

Pembangunan kawasan Batavialand ini bisa dimengerti dilihat dari perspektif sejarah. Belanda tentunya ingin mengenang masa keemasan VOC yang membangun Batavia sebagai pusat perdagangan dan pemerintahan terbesar di wilayah koloninya. Era kolonialisme itu boleh jadi tidak terlupakan.

Pelabuhan Sunda Kelapa, kawasan tertua di Jakarta. Sumber: koleksi pribadi
Pelabuhan Sunda Kelapa, kawasan tertua di Jakarta. Sumber: koleksi pribadi
Namun demikian, apakah kita sebagai bangsa Indonesia juga melihatnya dari perspektif yang sama. Apakah sejarah Batavia memang patoet dikenang dan bahkan diabadikan sebagai nama kawasan kota tua? Ataukah cukup dicatat dalam sejarah masa lalu yang kelam? 

Jangan lupa pula, sejarah Kota Jakarta sendiri tidak berawal dari era Batavia, tetapi jauh sebelum itu.

Baca juga: "Doeloe Sunda Kelapa, Kini Jakarta"

Rencana revitalisasi semoga tidak berhenti pada tataran seremoni semata. Impian mantan Gubernur Ali Sadikin untuk mentransformasi kawasan "Kota Tua-Sunda Kelapa" masih jauh dari selesai. Lebih elok fokus pada projek revitalisasi saja. Dan bukan pada isu penggantian nama yang malah menimbulkan pro-kontra.

Penamaan kembali Kota Tua menjadi Batavia memang masih sebatas wacana. Namun, jika jadi diubah, maka nama baru itu ibarat sebuah kado spesial bagi bangsa Belanda. Sebuah hadiah dari negeri yang pernah dijajah ke mantan penjajahnya. Alamak!

***

Kelapa Gading, 01 Mei 2021

Oleh: Tonny Syiariel

Referensi: 1, 2, 3 

Catatan: Foto-foto yg digunakan adalah koleksi pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun