Jadi, branding atau jenama "Kota Tua" memang sudah lama digunakan secara universal. Dan terbukti sukses! Mengapa harus diganti? Apalagi dengan alasan nama Kota Tua sudah banyak di kota lain. Dan sedihnya, malah mau diganti dengan nama berbau kolonialisme Belanda.
Batavia memang bentukkan Belanda. Setelah menaklukkan pasukan Jayakarta pada tanggal 30 Mei 1619, Gubernur Jendral Jan Pieterzoon Coen (1618-1623) segera membangun sebuah kota baru di atas reruntuhan Jayakarta. Nama kota inipun diganti menjadi Batavia pada tanggal 18 Januari 1621.
Awalnya, Coen ingin menamakan kota ini "Nieuw-Hoorn", seperti nama kampung halamannya "Hoorn" di Belanda. Namun, De Heeren Zeventien atau Dewan 17 VOC di Belanda memilih nama Batavia untuk mengenang leluhur bangsa Belanda, yakni suku Batavi. Suku ini adalah sebuah suku Jermanik yang mendiami sebuah kawasan di tepi sungai Rhein pada era Kekaisaran Romawi.
Di negara adidaya AS, setidaknya ada lima kota kecil bernama Batavia. Nama Batavia juga digunakan sebuah kota di Suriname, bekas koloni Belanda lainnya. Dan di seputar Jakarta, nama Batavia juga telah digunakan sebagai nama sebuah hotel, kafe, gedung perkantoran, dan lain-lain.
Tidak kalah menariknya nama Batavia di negeri Belanda sendiri. Pada 1 Januari 1986, Belanda baru meresmikan Provinsi Flevoland, sebuah provinsi baru hasil projek reklamasi terbesar dalam sejarah negeri Tulip ini. Dan di provinsi baru inilah, Anda bisa kunjungi sebuah destinasi wisata bernama "Batavialand". Selain museum dan replika kapal VOC, di sini juga pengunjung bisa berbelanja di "Batavia Stad Fashion Outlet".
Pembangunan kawasan Batavialand ini bisa dimengerti dilihat dari perspektif sejarah. Belanda tentunya ingin mengenang masa keemasan VOC yang membangun Batavia sebagai pusat perdagangan dan pemerintahan terbesar di wilayah koloninya. Era kolonialisme itu boleh jadi tidak terlupakan.
Jangan lupa pula, sejarah Kota Jakarta sendiri tidak berawal dari era Batavia, tetapi jauh sebelum itu.
Baca juga: "Doeloe Sunda Kelapa, Kini Jakarta"
Rencana revitalisasi semoga tidak berhenti pada tataran seremoni semata. Impian mantan Gubernur Ali Sadikin untuk mentransformasi kawasan "Kota Tua-Sunda Kelapa" masih jauh dari selesai. Lebih elok fokus pada projek revitalisasi saja. Dan bukan pada isu penggantian nama yang malah menimbulkan pro-kontra.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!