Lombok, sebuah pulau di Nusa Tenggara Barat, tidak cuma memiliki pantai-pantai menawan, seperti Senggigi dan Tanjung Aan. Tidak hanya tempat berdirinya gunung berapi Rinjani yang menjulang setinggi 3,726 mdpl. Namun, pulau Lombok juga mempunyai tiga gili yang sudah termasyhur di dunia. Dan salah satu di antaranya adalah Gili Trawangan.Â
Gili Trawangan, yang disebut "the Most Sociable Island" oleh Lonely Planet, penerbit buku-buku perjalanan ternama, adalah pulau terbesar dari ketiga gili (pulau kecil) di barat laut Pulau Lombok. Dibandingkan dua pulau lainnya, yakni Gili Meno dan Gili Air, maka Gili Trawangan lah yang paling mencuat di kancah pariwisata global. Pulau nan elok ini sangat tenar di kalangan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.
Sebutan itu tentunya berhubungan dengan sejarah pulau ini di masa lalu. Gili Trawangan sejatinya sangat tersohor sebagai "Party Island" atau Pulau Pesta sejak akhir 1980-an seiring dengan datangnya wisatawan backpacker saat itu. Dan seperti di dalam sebuah pesta terbuka, semua pengunjung seakan ingin mengenal satu dengan yang lain. Begitupun atmosfer di pulau ini. Very sociable!
Pelabuhan Teluk Nare menyediakan layanan kapal cepat berupa private boat. Sementara di Pelabuhan Bangsal tersedia public boat, yang baru berangkat setelah kapal terisi penuh.
Selisih harganya lumayan jauh. Jika datang dalam bentuk rombongan tentu saja lebih baik menggunakan private boat yang bisa langsung berangkat. Waktu tempuh pun berbeda. Kapal cepat hanya memerlukan waktu 10 menit. Sedangkan kapal biasa bisa sekitar 45 menit.
Bagaimana yang dari Padang Bai- Bali? Tentu saja lebih jauh. Dengan kapal cepat pun masih memerlukan waktu sekitar 1.5 - 2 jam perjalanan. Namun, opsi ini ternyata cukup banyak dipilih wisatawan. Seperti ketika periode Nyepi di Bali Maret lalu, ribuan wisatawan yang memilih berlibur sejenak ke Gili Trawangan, menggunakan kapal cepat dari Padang Bai.
Konon sekitar 350 orang pemberontak Sasak harus menerima nasib dibuang ke Gili Trawangan di masa lalu. Meskipun alasan pembuangan ke pulau ini karena penjara yang ada sudah penuh.
Kehidupan di Gili Trawangan mulai berubah sejak sekitar tahun 1970-an. Pulau ini mulai dijadikan tempat persinggahan pelaut dari Bugis. Para perantau asal Sulawesi Selatan itu selanjutnya menetap turun temurun di sini bersama warga Sasak dan Bali.Â