Overtourism di Dubrovnik ikut mendorong warga kota tua ini memilih pindah ke tempat lain. Pada tahun 1991, populasi kota tua sekitar 5,000. Sedangkan kini diperkirakan hanya sekitar 1,557.
Dan mayoritas penduduk yang masih bertahan adalah warga kota yang pekerjaannya boleh jadi terkait pariwisata, baik di hotel, travel agent, restoran, toko suvenir, dll.
Barcelona pun telah menjadi salah satu kota pelabuhan kapal pesiar yang sangat populer di Eropa. Setidaknya sekitar 2.5 juta wisatawan dibawa oleh kapal-kapal pesiar raksasa setiap tahun.
Namun, ironisnya, wisatawan kapal pesiar yang umumnya hanya mengambil paket 'shore excursion'Â dianggap tidak banyak memberikan kontribusi. Setidaknya, begitu keluh para hotelier di Barcelona.
Dan mungkin saja, itulah salah satu alasan yang membuat Walikota Barcelona, Ada Colau, pernah mengancam akan membatasi jumlah kapal pesiar yang berlabuh di pelabuhan Barcelona.
Pada musim panas 2017, penduduk lokal di beberapa kota di Italia dan Spanyol sampai turun ke jalan melakukan protes terhadap fenomena membludaknya wisatawan. Poster para pendemo seakan menegaskan dampak negatif yang dibawa para wisatawan ke kota mereka. Di Barcelona, ada yang menyebutnya, "It isn't tourism, it's "an invasion".Â
Overtourism memang disinyalir memberikan dampak terhadap kualitas lingkungan hidup warga setempat. Mereka tidak lagi dapat menikmati suasana kotanya yang tenang seperti sebelumnya. Wajah kota pun berubah. Inilah yang juga dirasakan sepenuhnya oleh warga kota Hallstatt di Austria.
Namun, dalam satu dekade terakhir, Hallstatt begitu melejit di pentas pariwisata dunia. Setiap hari sekitar 10,000 wisatawan memasuki kota ini. Tidak mengejutkan pada awal tahun lalu, Walikota Hallstatt, Alexander Schuetz, pun hendak menerapkan sebuah aturan yang membatasi jumlah bus wisata yang masuk per hari.