Penulis sendiri sudah pernah mengunjungi berbagai museum di tanah air maupun di mancanegara. Baik museum kategori serius hingga museum bernuansa hiburan. Dari museum sejarah, seni rupa, musik, bir, whiskey, mobil, moge, hingga museum kategori khusus untuk pengunjung dewasa. Hahaha.
Mengelola sebuah museum memang tidak mudah. Di berbagai museum di belahan dunia lainnya, banyak museum dikelola sangat profesional. Selain penataan koleksi yang menarik, pencahayaan di museum juga diperhatikan secara serius. Dan museum bukan sekedar memajang koleksi-koleksi yang ada. Pengelola museum juga rajin membuat berbagai aktivitas pameran tematik, promosi, dan sebagainya.
Di sebuah museum besar dan sangat ternama sekaliber Museum Louvre di Paris saja, wisatawan (grup) kita rata-rata hanya membutuhkan waktu satu jam. Dalam waktu sekejab itu, yang penting sudah melihat lukisan Mona Lisa karya Leonardo da Vinci. Mereka lebih suka menghabiskan waktu lebih lama di department store, toko bebas bea, ataupun di butik-butik mahal.
Dalam suatu kunjungan ke Museum Hermitage, museum kedua terbesar di dunia dan berada di kota Saint Petersburg- Russia, penulis pernah tercengang atas pertanyaan seorang peserta tour. "Kenapa harus lama di dalam museum?". Lalu, lanjutnya, "Isi museum kan sama saja di mana-mana!". Alamak!Â
Baik Museum Louvre maupun Museum Hermitage membebankan biaya masuk yang cukup mahal. Tiket di Museum Louvre sekitar Euro 15 atau kurang lebih Rp 250,000. Cukup mahal, bukan? Tetapi, sangat sebanding dengan isi kedua museum yang luar biasa itu. Bagi pecinta museum, keduanya bak surga karya seni dan harta karun sejarah yang menakjubkan.
Sebelum pandemi atau di tahun 2019, Museum Louvre menerima sekitar 9.6 juta kunjungan wisatawan. Anda bisa bayangkan berapa besar pendapatan museum ini setiap tahun. Belum lagi dari penjualan di The Book and Gift Shop-nya yang selalu ramai. Inilah museum terbesar dan tersukses di Prancis dan sekaligus di dunia.
Di samping pendapatan di atas, museum milik Pemerintah Prancis ini masih mendapatkan pendapatan lainnya. Misalnya saja, dari aktivitas kurasi untuk pameran di museum lain dan penggunaan sebagian ruangan museum untuk kepentingan khusus.
Pernah nonton film Da Vinci Code? Dalam film box office itu, ada beberapa adegan dilakukan di koridor  Museum Louvre. Untuk ijin lokasi syuting itu saja, produsen film tersebut menyetor ke Louvre sedikitnya 2.5 juta dolar. Jumlah yang fantastis! Belum lagi nilai publikasi gratis yang didapatkan Louvre dari larisnya film tersebut.