Alunan "The Blue Danube" gubahan Johan Strauss Jr. menyambut kami di dermaga kecil di tepi Danube sore itu. Angin dingin yang menyapu sungai indah di tengah kota Budapest membuat kami sedikit bergegas memasuki kapal. Langit di atas Budapest jelang sunset begitu sempurna. Waktu terbaik menyusuri Danube nan biru. Ayo Kapten, jalankan kapalmu!
"Danube River Cruise" adalah salah satu pengalaman paling mengesankan ketika mengunjungi kota Budapest. Apalagi ketika rute kapal melewati beberapa atraksi wisata utama di kota indah ini. Mulai dari Buda Castle, Chain Bridge, Fisherman's Bastion, hingga Hungarian Parliament Building yang menakjubkan.
Awal Februari 2020 lalu, penulis berkesempatan kembali ke Budapest. Bandara internasional Ferihegy, yang terletak sekitar 22 km dari Budapest, tidak seramai biasanya.
Selain masih di musim dingin yang bukan puncak musim turis di Eropa, berita pandemi covid-19 di China telah berhembus hingga ke Hongaria. Wisatawan asal negeri Tirai Bambu, yang biasanya terlihat di hampir semua destinasi terkenal di Eropa, sudah tidak banyak bepergian saat itu.
Budapest adalah ibukota dan kota terbesar di negara Hongaria yang berpenduduk sekitar 9.7 juta jiwa. Setidaknya sekitar 1,7 juta jiwa di antaranya menetap di Budapest yang juga dikenal sebagai pusat industri, keuangan, perdagangan dan pariwisata.
Kota indah ini sering dijuluki sebagai "Paris of the East" karena keindahan kotanya bak Paris. Jika Paris dialiri sungai Seine di tengah kota, maka Budapest memiliki sungai Danube yang membagi kota ini menjadi dua wilayah - Buda dan Pest. Tidak itu saja, Budapest juga kerap digelari "Queen of the Danube" dan "Jewel on the Danube".
Sejatinya, Budapest awalnya terdiri dari tiga kota, yakni Buda, Pest dan Obuda. Buda dan Obuda yang terletak di tepi kanan sungai Danube dianggap berada di Eropa Barat. Sedangkan Pest, yang terletak di sisi kiri Danube, berada di Eropa Timur.
Ratusan tahun lalu, dua bagian kota ini berdiri sendiri, dibatasi sungai Danube atau Duna menurut versi bangsa Magyar. Pada abad ke-2, bangsa Romawi konon pernah membangun jembatan di sungai Danube. Akan tetapi, kedua wilayah kota itu belum juga menyatu.
Adalah István Széchenyi, seorang bangsawan dan negarawan Hongaria terkenal yang memprakarsai dimulainya konstruksi sebuah jembatan permanen, setelah kunjungannya ke Inggris di tahun 1832. István, yang juga seorang penulis, sangat terinspirasi oleh Hammersmith bridge di London.
Selanjutnya, jembatan tersebut dikerjakan oleh Adam Clark, insinyur lainnya, antara tahun 1840-1849. Untuk menghormati sang penggagas, nama jembatan inipun disebut Széchenyi Chain Bridge (Szécheny Lanchid).
Pada saat peresmiannya, Chain Bridge dianggap sebagai salah satu keajaiban rekayasa teknik yang fantastis. Jembatan sepanjang 380 meter itu juga tampil sangat menawan.
Dua menara berbentuk gerbang lengkung (arch) bergaya neo-klasik menjadi pilar utama jembatan. Dan di kedua ujung jembatan dihiasi empat patung singa karya pematung Janos Marschalko. Sungguh artistik!
Baca juga: "Menikmati Keindahan Jembatan"
Keindahan Chain Bridge pun pada akhirnya menempatkannya sebagai lambang kota Budapest, persis seperti jembatan Golden Gate bagi kota San Francisco di AS.
Pesonanya kian menakjubkan ketika lampu-lampunya menyala di malam hari, termasuk di sepasang rantainya yang menjuntai indah di kedua sisi jembatan.
Sejak saat itu pula nama Budapest digunakan hingga kini. Dewasa ini terdapat delapan jembatan di Budapest, di antaranya Chain bridge, Elizabeth bridge, Liberty bridge, Margaret bridge, dan lain-lain.
Budapest telah lama menjadi destinasi impian para pelancong dunia. Destinasi wisata utamanya tersebar di kedua sisi kota. Namun, jika hendak mengawali acara tour-mu di kota ini, maka titik awal terbaik adalah di kawasan Kastil Buda atau sering disebut Castle District. Nah, bagaimana kalau kita mulai dari alun-alun "Holy Trinity" yang berada persis di depan Gereja Matyas?
Kawasan Castle District telah menjadi bagian dari UNESCO World Heritage Site sejak tahun 1988. Kawasan di atas bukit ini memang mengagumkan.
Betapa tidak, sebagian besar bangunan paling bersejarah di kota ini seakan berkumpul di sini. Tidak heran, area ini menjadi destinasi wisata nomor satu di Budapest.
Matthias Church atau Gereja Matyas memiliki sejarah panjang nan berliku. Nama gereja yang diambil dari nama Raja Matyas Corvinus itu awalnya dibangun pada abad ke 11 dengan gaya arsitektur romanesque. Namun, arsitektur gereja sekarang yang didirikan di abad ke 13 telah berubah menjadi gereja bergaya gotik.
Ketika balatentara Ottoman menguasai Budapest, Gereja Matyas sempat dikonversi menjadi masjid pada tahun 1541. Perubahan fungsi ini sekaligus menyelamatkannya dari kehancuran total seperti gereja lainnya di Budapest pada masa itu.
Masih di alun-alun yang sama, berdiri Fisherman's Bastion yang masih terlihat kokoh. Benteng dengan gaya arsitektur neo-romanesque ini dirancang oleh arsitek Frigyes Schulek pada abad ke-19. Seperti namanya, benteng ini dibangun di bekas pasar ikan dan desa nelayan di abad pertengahan.
Dari teras pengintainya yang persis menghadap sungai Danube, pengunjung bisa menikmati salah satu panorama terbaik dari Danube dan kota Budapest. Dan itu sebabnya, spot inipun menjadi incaran para pemburu foto instagrammable.
Tidak jauh dari alun-alun ini berdiri Buda Castle atau juga disebut Royal Palace. Inilah salah satu kompleks kastil terbesar di Eropa. Kastil Buda ini dibangun Raja Bela IV pada pertengahan abad ke-13. Lalu, Kaisar Romawi Agung yang pernah menguasai Budapest ikut membangun sebuah istana bergaya gotik dan memperluas fortifikasinya. Dan perubahan terakhir dibuat Raja Matyas pada abad ke-15 dengan menambahkan gaya renaisans pada Kastil Buda ini.
Sebagian bangunan dan ruangan di kastil kini difungsikan sebagai museum dan perpustakaan. Misalnya, Hungarian National Gallery, Castle Museum (Budapest History Museum), Szechenyi National Library, dan lain-lain. Sedangkan teras kastil yang menghadap ke arah Danube dikenal juga sebagai lokasi menarik memandang ke arah Danube dan Pest.
Salah satu di antaranya adalah Bukit Gellert yang selalu dihubungkan dengan seorang biarawan asal Venezia bernama Gerardus atau lebih dikenal sebagai Gellert.
Ada kisah menarik tentang Uskup Gellert. Alkisah, sang biarawan yang menyebarkan agama Katholik di kalangan orang Magyar ini ditangkap di daerah Buda. Gellert kemudian dimasukkan dalam tong yang sudah ditatah dengan paku dan dilempar ke sungai Danube dari atas bukit ini. Dan untuk mengenangnya, dibangunlah sebuah patung di lokasi ini. Patung berukuran besar yang sedang memegang Salib dan Injil itu adalah karya Gyula Jankovits tahun 1904.
Di puncak Gellert pengunjung juga bisa menyaksikan Citadel, sebuah benteng cantik yang dibangun di era Kekaisaran Habsburg antara 1850-1854. Dan sebuah monumen lainya yang disebut Liberation Monument.
Monumen Kemerdekaan ini dibuat oleh Zsigmond Kisfaludi Strobl, seorang pematung Hongaria terkenal. Sebuah figur perempuan berdiri di atas tugu sambil memegang daun palem. Itulah simbol perdamaian.
Gedung Parlemen, yang terletak persis di tepi Danube, sekilas mirip dengan “House of Parliament” di tepi sungai Thames – London. Dibangun antara tahun 1884 – 1902, gedung yang sangat kental dipengaruhi arsitektur khas neo-gotik, telah menjadi salah satu ikon kota Budapest. Gedung ini juga terlihat sangat memesona dari atas kapal ketika mengikuti Danube River Cruise.
Dari Gedung Parlemen, ayo lanjut ke Heroes’ Square. Inilah salah satu alun-alun tercantik di Budapest dan sudah ditetapkan sebagai UNESCO World Heritage Site.
Di tengah alun-alun berbentuk semi sirkular ini berdiri sebuah monumen untuk memperingati 1,000 tahun penguasaan tanah air Hongaria oleh kaum Magyar, suku mayoritas di negara itu.
Dan seakan melengkapi keharmonisan di Heroes Square, di sebelah kiri alun-alun berdiri Museum Seni Rupa dan di kanannya Gedung Pameran Seni Kontemporer.
Museum Seni Rupa ini termasuk salah satu yang terbaik di Eropa. Sebagian koleksinya terdiri dari lukisan karya seniman ternama, seperti Leonardo da Vinci, Rembrandt, Picasso, dan lain-lain.
Budapest masih menyisakan banyak destinasi wisata lainnya yang tidak kalah memikat, antara lain Basilika St. Stephen, Central Market Hall dan tentu saja Vaci Utca, kawasan pejalan kaki dan berbelanja paling terkenal di Budapest. Dan kalau suka menikmati spa atau ‘thermal bath’ (tempat pemandian air panas), Budapest adalah jawabannya. Tidak main-main, kota ini dijuluki “The Spa Capital”.
Malam begitu cepat turun di Budapest. Musim dingin membuat toko-toko bergegas tutup lebih cepat. Namun, bukan Budapest namanya, jika cepat terlelap. Kota ini punya reputasi tidak kalah 'panas'nya dibandingkan Praha atau Amsterdam.
Ah, mendadak sup Goulash-ku terasa kian lezat. Olala.
Kelapa Gading, 10 Februari 2021
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan: Semua foto-foto yg digunakan milik pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H