Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Dan Cintaku pun Berlabuh di Labuan Bajo - Komodo

7 Desember 2020   07:26 Diperbarui: 12 Desember 2020   10:58 1551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teman-temanku di puncak Gili Lawa Darat. Sumber: koleksi pribadi

Cinta pada pandangan pertama. Boleh jadi, itulah kalimat yang pas menggambarkan rasa sukacitaku begitu menjejakkan kaki di bandara Labuan Bajo. Dan dalam beberapa saat, bayangan reptil purba Komodo, puncak bukit savana di Pulau Padar dan Gili Lawa Darat seakan berkejaran melintas. Begitu tidak sabarnya hati yang sedang jatuh cinta. :)

Lagipula, siapakah yang tidak terpesona akan keindahan pelabuhan Labuan Bajo dengan puluhan kapal Phinisi-nya? Kapal-kapal yang seolah mengajak mengarungi laut nan biru bersamanya. 

Begitu pula pesona magis lanskap Pulau Padar yang begitu ikonik. Terus, ikut trekking mengarungi padang savana dan mendaki puncak Gili Lawa Darat. Dan selanjutnya menyelam di beberapa spot bawah lautnya yang menakjubkan. 

Di kawasan yang telah ditetapkan sebagai Taman Nasional ini, siapapun akan mudah jatuh cinta.

Labuan Bajo adalah pintu gerbang utama memasuki Taman Nasional Komodo. Kota nelayan di ujung barat pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), kini terus berkembang menjadi sebuah kota yang berkembang pesat. Sebuah kota yang kian ramai dan sibuk sebagai pusat transit wisatawan yang bersiap menuju maupun kembali dari Komodo.

Perkembangan ini jelas terlihat sejak kami mendarat di Bandara Internasional Komodo yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 27 Desember 2015 silam. Selain itu, puluhan hotel berbintang terus dibangun dalam beberapa tahun terakhir. 

Tengok saja Jalan Soekarno - Hatta yang tidak jauh dari kawasan pelabuhan. Jalan di pusat kota Labuan Bajo ini dipadati hotel, restoran, kafe, dive center, travel agent, dan lain-lain. Atmosfer kota yang seakan memberikan sinyal arah Labuan Bajo ke depannya.

Kapal-kapal di Pelabuhan Labuan Bajo. Sumber: koleksi pribadi
Kapal-kapal di Pelabuhan Labuan Bajo. Sumber: koleksi pribadi
Bagi wisatawan, pilihan berpesiar ke Taman Nasional Komodo pun bisa dilakukan lewat berbagai pilihan paket wisata. Ada yang menginap di Labuan Bajo dan mengikuti paket harian dengan kapal ke pulau-pulau di Komodo. Namun, ada juga yang mengikuti paket menginap di kapal (Live on Board). 

Sejatinya, Labuan Bajo menawarkan opsi wisata untuk semuanya. Baik model backpacker maupun wisatawan berkantong tebal.

Sudah tentu, pilihan mengikuti paket wisata harian (Day Trip) dari Labuan Bajo maupun 'Live on Board' (LOB) ada plus minus-nya. LOB menawarkan pengalaman bermalam di atas kapal dan peluang menuju spot matahari terbit maupun terbenam lebih cepat. Pasalnya, kapalnya sudah berlabuh di perairan sekitarnya.

Dan opsi kedua inilah yang penulis ikuti ketika mengunjungi Komodo yang saat itu diatur dan disubsidi sebuah perusahaan kamera terkenal. Sebuah acara bertajuk "Komodo Photo Trip & Workshop".

Kapal yg membawa kami mengitari Komodo. Sumber: koleksi pribadi
Kapal yg membawa kami mengitari Komodo. Sumber: koleksi pribadi
Taman Nasional Komodo memang bukan taman nasional biasa. Kawasan yang saat ini sedang dikembangkan menjadi destinasi wisata eksklusif ini sangat layak menjadi destinasi impian. Pecinta perjalanan dunia pun tanpa ragu memasukkan destinasi ini ke bucket-list mereka.

Secara geografis, Taman Nasional Komodo meliputi tiga pulau besar, yakni Komodo, Padar, dan Rinca, serta dikelilingi puluhan permata indah berupa 26 pulau kecil lainnya. 

Didirikan tahun 1980 sebagai Taman Nasional Komodo, misi utama taman nasional ini jelas adalah untuk melindungi dan melestarikan satwa endemik Komodo.

Tahun 1991, Taman Nasional seluas 1,733 km persegi ini pun ditetapkan sebagai "UNESCO World Heritage Site". Tidak hanya itu, dalam pagelaran kompetisi "7 Keajaiban Dunia Baru" di tahun 2009, Taman Nasional Komodo akhirnya terpilih dan dinobatkan sebagai salah satu dari "New 7 Wonders of Nature" oleh 'New 7 Wonders Foundation'.

Bintang utama alias sang superstar, yang namanya juga disematkan ke nama pulau dan kawasan ini jelas adalah sang Komodo alias "Komodo Dragon". Popularitas dan keunikan satwa berukuran besar ini membuatnya cukup sering wara-wiri di kanal televisi ternama National Geographic Wild.

Sang Komodo di Pulau Komodo. Sumber: koleksi pribadi
Sang Komodo di Pulau Komodo. Sumber: koleksi pribadi
Komodo atau juga disebut biawak komodo (Varanus komodoensis) adalah spesies biawak besar yang hanya ditemukan di Pulau Komodo dan Pulau Rinca. Dua pulau yang telah lama menjadi habitatnya. 

Panjang rata-ratanya saja bisa sekitar 2--3 meter dengan berat bisa mencapai 100 kg. Dan menurut data "World Animal Foundation", saat ini terdapat sekitar 6,000 komodo yang masih ada di seluruh taman nasional ini.

Pulau Rinca sendiri, seperti yang pernah ramai diberitakan, kabarnya akan disulap menjadi destinasi wisata premium dengan konsep geopark. Meskipun cukup banyak menuai protes, projek ala "Jurassic Park" ini terus dikebut.

Konon kabarnya, di sini akan dibangun berbagai fasilitas. Misalnya, pusat informasi, sentra suvenir, toilet umum, kantor pengelola kawasan, spot swafoto, klinik, ruang terbuka publik dan penginapan unuk peneliti, pemandu wisata (ranger) dan dermaga Loh Buaya.

Bagaimana wajah Pulau Rinca ke depannya? Entahlah, yang penting, jangan sampai demi modernisasi yang keblabasan malah merusak kawasan konservasi habitat komodo dan ekosistem yang sudah ada.

Komodo memang satwa langka nan menakjubkan. Walaupun demikian, tidak banyak wisatawan yang menghabiskan waktu berlama-lama di sini untuk menyaksikan sang primadona. Sebagian wisatawan hanya mengikuti trekking singkat melihat Komodo, memotret sepuasnya dan kemudian pergi menuju pulau-pulau lainnya.

Teman-temanku di puncak Gili Lawa Darat. Sumber: koleksi pribadi
Teman-temanku di puncak Gili Lawa Darat. Sumber: koleksi pribadi
Wisatawan justru lebih banyak melewatkan waktu di pulau-pulau sekitarnya, seperti Pulau Padar dan lain-lain. Betapa tidak, pulau-pulau ini menjanjikan suatu panorama yang spektakuler dari alam sekitarnya maupun dunia bawah lautnya yang mencengangkan.

Deretan pulau, pantai dan spot bawah laut terkenal itu bak magnet yang selalu sukses menarik makin banyak wisatawan mengunjunginya. Para pengelola wisata di Labuan Bajo pun selalu memasukkannya dalam semua itinerary dari paket wisata yang ditawarkan. 

Tidak berlebihan kiranya, jika ada yang mengatakan perjalanan ke sini belum lengkap jika belum mengunjunginya. Mau tahu spot yang mana saja?

Trekking hingga ke puncak Pulau Padar dan Pulau Gili Lawa Darat selalu menjadi impian banyak wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik. Demikian pula, snorkeling dan diving di Pulau Kanawa dan Manta Point. 

Lalu, menyusuri keunikan Pink Beach. So pasti, wajib menyambangi Pulau Komodo atau Rinca untuk memotret Komodo atau berlagak swafoto bersamanya. Banyak sekali pilihan, bukan?

Penulis di spot ikonik di Pulau Padar. Sumber: koleksi pribadi
Penulis di spot ikonik di Pulau Padar. Sumber: koleksi pribadi
Selain Pulau Komodo dengan komodonya yang mendunia, nama Pulau Padar menjulang tinggi di jagad sosmed dan banyak situs perjalanan dunia. Status "the Most Instagrammable Spot" seakan menjadi miliknya. Lihat saja berbagai kisah perjalanan para wisatawan ke Komodo. 

Foto yang selalu paling dibanggakan adalah berdiri di salah satu spot sejuta umat di puncak bukit Padar sambil memandang ke arah pulau-pulau di sekitarnya.

Spot ini memang spektakuler. Lanskap dengan padang savana nan luas, serta lekuk pulau berbukit yang unik bak sebuah lukisan alam yang memesona. Saking populernya, di hari-hari yang sibuk, terjadi antrean untuk mendapat giliran berfoto di atas bukit karang itu.

Itulah yang persis penulis alami ketika mengunjunginya saat itu. Semua pengunjung berlomba mendapatkan foto paling ciamik dengan latar belakang lanskap Padar yang menakjubkan. Penulis pun memilih berlalu dan mencari spot berbeda yang tidak kalah menarik di sekitarnya.

Wisatawan di Bukit Pulau Padar. Sumber: koleksi pribadi
Wisatawan di Bukit Pulau Padar. Sumber: koleksi pribadi
Ada usaha, ada hasil. Untuk mencapai puncak bukit Padar butuh perjuangan tersendiri. Pulau yang terletak tepat di antara Pulau Komodo dan Pulau Rinca ini seakan menguji kesabaran dan keuletan pengunjung untuk mendapatkan yang terbaik darinya. Trekking ke puncaknya membutuhkan waktu sekitar 45 menit hingga 1 jam.

Jalur trekking-nya sendiri tidak terlalu sulit. Tetapi, bagi yang tidak terbiasa, rute ini pun cukup menguras stamina. Belum lagi panas yang sangat menyengat ketika matahari mulai merambat naik. 

Karena itu, sepatu nyaman, topi, kaca mata hitam, sun-block dan air minum menjadi perlengkapan wajib semua pendaki. Dan dengan pertimbangan ini pula, banyak pengunjung memilih naik di pagi hari.

Spot kedua yang tidak kalah memesona berada di Pulau Gili Lawa Darat. Bahkan kami mendaki pulau ini sampai dua kali! Yang pertama di pagi hari, sekali lagi demi menyapa pagi dari puncak Gili Lawa Darat. Dan yang kedua adalah melewatkan senja yang cetar membahana dari sisi lain perbukitan ini.

Trekking di Gili Lawa Darat. Sumber: koleksi pribadi
Trekking di Gili Lawa Darat. Sumber: koleksi pribadi
Gili Lawa Darat atau Gili Laba adalah sebuah pulau kecil tak berpenghuni di sebelah utara Pulau Komodo. Di kawasan ini ada Gili Lawa Darat dan Gili Lawa Laut. 

Namun, yang terkenal adalah Gili Lawa Darat yang memiliki perbukitan eksotis dan beberapa spot ikonik. Bayangkan saja, misalnya, Anda berdiri di salah satu titik bukit dengan memandang ke arah sebuah selat kecil yang diapit dua pulau. Sangat keren!

Dan di sini pun, betapa berat meninggalkan padang savana di keremangan senja yang romantis. Ketika sebagian besar pengunjung telah menuruni bukit kembali ke kapal, barulah kami pun beranjak ke pantai dan juga kembali ke kapal kami. 

Makan malam dan menginap terakhir kali di kapal, sebelum pulang ke Labuan Bajo keesokan harinya.

Berlayar pulang ketika senja menyapa. Sumber: koleksi pribadi
Berlayar pulang ketika senja menyapa. Sumber: koleksi pribadi
Setelah sekali lagi mendakinya di pagi subuh untuk memotret sunrise, kami pun pulang ke Labuan Bajo dengan singgah sejenak di Taka Makassar. Obyek wisata ini tidak kalah indahnya, bak surga tersembunyi. 

Taka Makasar adalah sebuah pulau kecil dengan hamparan pasir putih yang bersih dan indah. Uniknya, hamparan pasir putihnya hanya dapat dikunjungi jika air laut dalam keadaan surut.

Di sore terakhir di kota pelabuhan Labuan Bajo ternyata masih menyisakan pesona lainnya. Dua bukit bernama Bukit Sylvia dan Bukit Cinta menawarkan sensasi sunset yang cukup menggoda. Kamera-kamera kembali bergerak cepat, seakan berkejaran dengan langit yang segera dibalut malam.

Sunset dari atas Bukit Sylvia, Labuan Bajo. Sumber: koleksi pribadi
Sunset dari atas Bukit Sylvia, Labuan Bajo. Sumber: koleksi pribadi
Begitulah ketika bepergian. Waktu di Labuan Bajo - Komodo pun seakan berlari begitu cepat. Tiga hari berlalu tanpa terasa. Ratusan foto telah tersimpan di dalam kartu memori kamera. 

Dan ribuan jejak kaki yang tertinggal di antara pasir dan bukit, telah hilang disapu ombak pantai dan angin bukit savana. Namun, hati ini seakan masih enggan berpisah.

Cinta pada pandangan pertama itu abadi. Perjalanan ke Labuan Bajo -- Komodo hanya mempertebal rasa cintaku akan lanskap taman nasional ini dan tanah airku tercinta. Kota ini pasti akan terus berkembang, seiring dengan melajunya industri pariwisata yang kian gemerlap.

Kapal-kapal yang kurindukan. Sumber: koleksi pribadi
Kapal-kapal yang kurindukan. Sumber: koleksi pribadi
Akan tetapi, seperti di berbagai destinasi wisata lainnya di Indonesia maupun di belahan dunia lainnya, pengembangan pariwisata harus juga memperhatikan dampak terhadap perubahan sosial budaya masyarakat setempat. Demikian pula, hasrat modernisasi destinasi itu sendiri kerap berbenturan dengan isu pelestarian alam sekitarnya. 

Jika tidak berhati-hati mengelola semua tantangan ini, maka bisa saja 'kemajuan' destinasi Komodo malah menggerus keindahan alamiah Taman Nasional yang justru didambakan para wisatawan manapun. Setuju?

Kelapa Gading, 7 Desember 2020

Oleh: Tonny Syiariel

Catatan: Semua foto-foto adalah koleksi pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun