Boleh jadi, situasi hotel yang terlihat tenteram nan damai itu membuat rekan penulis lengah. Dia pun meletakkan kameranya yang berat itu di atas meja sofa di depannya. Sebuah telpon yang masuk membuat konsentrasinya sedikit bergeser dari kameranya. Beberapa saat kemudian, ketika kami bersiap untuk keluar hotel, terdengar suaranya seakan putus asa. "My camera! Ada yang pegang kameraku? OMG, it's stolen!". Tidak ada satupun yang melihatnya, termasuk petugas sekuriti hotel. Tidak ada CCTV saat itu, berbeda dengan saat ini di mana hampir semua area publik di hotel ada.Â
Selain itu, kadang kehilangan barang berharga kita karena 'kepercayaan' yang salah. Maksudnya? Sekitar dua tahun lalu, jelang tengah malam waktu Jakarta, penulis tiba-tiba menerima telpon dari Copenhagen -- Denmark. Sebuah suara tersendat yang segera penulis kenali.
Staf kantor kami bernama R melaporkan bahwa Tour Leader kami baru saja kehilangan tas selempangnya yang berisi paspor dan semua uang kantor yang dibawanya. Lokasi kehilangan di sebuah kafe di kawasan Nyhavn yang terkenal dikota itu. Jumlah uang untuk berbagai keperluan grup tersebut sangat besar. Kenapa bisa hilang? Rupa-rupanya, sang Tour Leader menitipkan tasnya ke salah satu peserta rombongan, sementara dia sibuk mengatur sana-sini.
Itulah yang sering terjadi. Di tempat-tempat yang dianggap aman, berada di antara banyak teman dan seakan tidak mungkin ada 'orang lain'. Berbeda sekali jika kita berada di tempat-tempat yang sudah punya reputasi buruk sebagai 'hunting ground' para pick-pocket alias tukang copet. Di tempat seperti ini biasanya turis yang sudah mendengarnya akan jauh lebih waspada. Jika kita sudah antisipasi "medan perang" dan berhati-hati, pencopet tidak akan punya peluang. Setidaknya mereka tidak berani terlalu nekat merampasnya.
Suatu saat di negara Maroko, penulis ditugaskan mengawal seorang VVIP asal Malaysia, bos sebuah perusahaan asuransi ternama. Gilanya, dia dan isterinya berniat mengunjungi Jemaa el-Fnaa, yakni alun-alun dan pasar terkenal di kota tua Marrakech. Kawasan yang dipenuhin ribuan toko dan kios kecil dengan gang bak labirin, serta alun-alun di dekatnya yang selalu ramai itu, memang menarik dan terkenal. Akan tetapi, di lokasi ini juga terkenal dengan seni mencopet level dewa.
Petualangan selama dua jam lebih itu berakhir aman hingga kembali ke hotel. Apa jadinya jika tidak antisipasi? Sudah banyak kejadian tidak menyenangkan terjadi di situ. Beberapa di antaranya masih bisa dibaca di situs Trip Advisor.
Sejatinya, pencopetan hanyalah salah satu metode mengambil barang milik orang lain tanpa diketahui pemiliknya. Dan ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Di era sekarang, modus kejahatan jalanan telah berkembang menjadi lebih canggih. Ada yang disebut "Tourist Scam" yang video-nya pun sudah banyak diunggah di You Tube. Soal ini, kapan-kapan akan penulis kisahkan tersendiri.