Selanjutnya, pada tahun 1920, pasukan Spanyol menguasai Chefchaouen dan menjadikannya bagian dari Spanyol-Maroko. Namun, setelah Maroko merdeka pada tahun 1956, Chefchaouen pun dikembalikan.
Warna-warna biru menawan dari dinding rumah dan lantai lorong dengan anak tangga yang juga dicat itu terlalu menggoda untuk segera diabadikan. Ahmed pun harus dengan sabar memanggil dan menunggu jepretan kamera pengikut tour-nya yang seakan tidak ada habisnya itu.
Pesona utama Chefchaoen bukan terletak pada monumen bersejarah atau bangunan istana spektakuler dan sejenisnya. Bukan juga pada pemandangan alamnya yang indah menawan. Bukan hal-hal seperti yang biasa kita temukan di kota lain.
Chefchaoen terlihat begitu memesona hanya dengan jalan-jalan kecil berliku yang didominasi rumah-rumah berwarna biru, dari biru tua hingga biru muda. Warna-warna biru itu mengisi hampir semua dinding yang ada, begitu juga pintu dan jendela. Bahkan jalan pun ada yang dibirukan!
Banyak spot yang instagrammable tersebar di berbagai sudut kota tua ini. Dari jalan berliku, pintu rumah, jendela, tembok, dan lain-lain, didominasi warna biru. Jadi, kenapa harus biru? Rupanya ada alasannya.
Ada beberapa teori soal warna biru ini. Salah satunya konon warna biru sangat efektif mengusir nyamuk. Yang lain mengatakan biru adalah simbol langit dan surga, juga sebagai pengingat akan kehidupan spiritual.Â
Namun, jawaban berikut ini mungkin paling jujur. Sejak tahun 1970-an, konon kabarnya, dinding-dinding rumah memang diperintahkan untuk dicat biru demi menarik minat wisatawan mengunjunginya. Menarik bukan?
Soal warna biru ini juga akan kian menarik, andaikata orang Chefchaouen sudah mengenal pakar Numerologi Indonesia, Kompasioner Rudy Gunawan.Â
Menurut Numerologist pemegang Rekor MURI ini, warna biru sangat identik dengan lautan dan langit. Memandangi lautan biru yang luas dan langit biru yang cerah akan menggambarkan perasaan kita terhadap warna indah ini.