Demi mengontrol penyebaran covid-19 di negara masing-masing, banyak negara memang menerapkan kewajiban karantina mandiri bagi wisatawan asing yang masuk ke negaranya. Akibatnya sudah bisa diduga. Tidak ada wisatawan asing yang mau masuk ke negara tersebut, jika ada kewajiban karantina mandiri selama dua minggu.
Industri pariwisata pun kian terjepit. Arus wisatawan tidak bergerak, kecuali di dalam wilayah negara masing-masing. Begitulah, setelah negara-negara Uni Eropa mulai memperlonggar restriksi perjalanan antar negara, negara-negara lain pun mulai mencari solusi kreatif untuk kembali menghidupkan mesin industri pariwisata yang nyaris mati.
Pada situasi inilah, terobosan kebijakan Travel Bubble segera menjadi 'jualan' yang begitu menggoda. Negara-negara yang sudah lebih siap membuka pintunya mulai melirik negara-negara tetangganya. Negosiasi antar pemerintah pun berlangsung kian intens. Sekali lagi, koridor perjalanan hanya akan dibuka untuk negara-negara yang sama-sama dianggap berhasil mengendalikan covid-19.
Di wilayah lain, Negara Bagian Hawaii - AS juga telah menjajagi kemungkinan pembukaan "Trans-Pacific Travel Bubble" dengan negeri Kanguru Australia dan Jepang. Masing-masing negara membutuhkan ruang gerak yang lebih luas maupun devisa untuk menghidupkan industri pariwisata yang sudah redup.
Jepang rupanya salah satu negara favorit incaran, selain juga mengincar negara mitra lainnya untuk membangun Travel Bubble lainnya. Pada tanggal 8 September 2020 lalu, Jepang mengumumkan rencana Travel Bubble dengan lima negara di Asia, yakni Cambodia, Laos, Malaysia, Myanmar dan Taiwan. Kabarnya, Thailand dan Vietnam pun akan bergabung dalam Travel Bubble yang diprakarsai negeri sakura itu.
Jangan lupa, Travel Bubble hanya berlaku terbatas atau dibuka khusus untuk wisatawan yang berasal dari negara-negara mitra dalam gelembung perjalanan tersebut.
Bagaimana posisi Indonesia dalam tren terkini itu? Apakah negara kita juga ikut mencari mitra strategis menciptakan Travel Bubble tersendiri? Sejauh ini belum terdengar kiprah Indonesia. Meskipun sayup terdengar adanya komunikasi dengan delegasi Malaysia. Namun, sepertinya jalan ke sana masih panjang.
Penyebaran covid-19Â yang masih kencang di banyak kota di Indonesia menyulitkan posisi kita dalam kontes mencari jodoh dalam membentuk mahligai Travel Bubble sendiri.
Solusi yang paling relevan adalah membuka koridor perjalanan secara terbatas, misalnya antara Australia dan Bali atau Singapore dan Bali. Itupun jika Bali, sebagai contoh saja, sudah dipastikan aman menerima wisatawan asing dari negara-negara yang telah terbukti berhasil mengatasi pandemi yang sama.