Oktober telah tiba. Bulan ke sepuluh dari kalender Gregorian ini diawali dengan “International Coffee Day” yang selalu dirayakan pada tanggal 1 oktober. Dan bulan Oktober pun tidak mungkin dipisahkan dari kehebohan "Oktoberfest", festival minum bir paling terkenal di dunia. Namun, sama seperti berbagai event besar lainnya di dunia, Oktoberfest tahun ini telah dibatalkan karena covid-19.
Di negara empat musim, khususnya di belahan bumi bagian utara, oktober adalah bulan kedua di musim gugur. Musim yang seakan melukis alam dengan warna-warni kuning kemerahan dari daun-daun yang berguguran. Begitu indah memesona.
Nama Oktober berasal dari kata octo, dari bahasa Latin maupun Yunani yang artinya angka delapan. Lalu, bagaimana bulan ke delapan itu bergeser menjadi yang ke sepuluh?
Begini. Sistem kalendar Romawi awalnya terdiri dari sepuluh bulan yang dimulai dari bulan Maret. Di kalender yang konon diciptakan Raja Romulus itu, Oktober persis jatuh di bulan ke delapan. Kalender ini pun disebut Kalender Raja Romulus. Sang raja sendiri juga terkenal sebagai pendiri kota Roma dalam mitologi Romawi.
Akan tetapi, penguasa Romawi selanjutnya, Numa Pompilius (berkuasa tahun 715-673 SM), raja kedua Kerajaan Romawi, kemudian menambahkan Januari dan Februari sehingga menjadi dua belas bulan. Oktober pun pindah posisi. Kalender ini dikenal dengan nama Kalender Raja Numa.
Seiring berjalannya waktu, sistem kalender ini menimbulkan banyak kebingungan. Hingga akhirnya dunia mengenal Kalender Julian yang diusulkan astronom Yunani bernama Sosigenes yang berasal dari Alexandria (kini kota di Mesir). Dan Julius Caesar pun memberlakukan kalender ini sejak 1 Januari 45 SM.
Namun, kini kita semua menggunakan Kalender Gregorian, yakni hasil modifikasi kalender Julian. Sistem kalender ini pertama kali diusulkan oleh Dr. Aloysius Lilius dari Napoli. Paus Gregorius XIII kemudian menyetujuinya pada tanggal 24 Februari 1582. Penanggalan tahun kalender ini berdasarkan tahun Masehi.
Selain kisah di atas, penulis tidak mungkin melupakan nama Oktober yang berhubungan erat dengan dua minuman paling populer di dunia. Kopi dan Bir. Pasti sebagian besar Kompasianer mengenalnya, khususnya kopi.
Nama Luigi Bezerra dari Milan mencuat setelah ikut mempatenkan beberapa perbaikan mesin espresso pada tahun 1901. Penemuan mesin espresso yang diakui sebagai "The world's first single-serving espresso machine" telah merubah cara membuat jenis kopi paling terkenal di Italia ini. Sebetulnya, penemu awal adalah Angelo Moriondo dari Turin pada tahun 1884, tetapi mesin espresso buatannya hanya digunakan terbatas untuk "Turin General Exposition" dan tidak tersedia. Dan begitulah, nama Bezerra lah yang lebih terkenal.
Sejak penemuan kopi di Ethiopia pada sekitar abad ke 15, minuman berkafein ini telah menjelma menjadi salah satu minuman paling terkenal di dunia. Kopi disebut-sebut sebagai minuman kedua, setelah teh, yang paling banyak dikonsumsi di dunia. Kopi juga seakan telah menyatu dengan budaya banyak bangsa di dunia. Dari Afrika, Mediteranean, Eropa, khususnya Italia, Amerika, hingga Indonesia.
Saat ini kita dengan mudah menemukan kedai kopi di manapun. Yang berskala kecil ala warkop kaki lima, hingga kedai kopi jaringan waralaba internasional. Di beberapa mal papan atas di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya misalnya, berbagai kedai kopi bersaing sengit menggoda pecinta kopi.
Kompetisi makin ketat, namun peluang bisnis sungguh menggiurkan. Pada akhirnya, aroma bisnis ini ikut menggoda penjual donut, kolonel penjual ayam goreng dan penjaja hamburger ikut memompa jualan kopi mereka. Ya, Dunkin Donuts, KFC dan McDonald tidak mau ketinggalan meraup laba bisnis kopi yang menjanjikan. Ketiga pemilik waralaba raksasa asal AS ini kini makin agresif menjaja kopi bikinannya.
Meskipun belum terdengar berita apapun, konon setiap Hari Kopi Internasional, banyak kedai kopi terkenal biasanya ikut merayakannya dengan memberikan diskon besar. Jika tidak ada diskon, no problema, kita mampir saja ke Kopi de Reba, menikmati kopi asli Manggarai racikan sang pemilik dan barista handal, Bung Guido Arisso yang pasti lebih mantap. Hehehe.
Baca juga: "Sudah Ngopi Pagi Ini?"
Oktober bukan soal kopi saja. Di negara Jerman, khususnya di wilayah Bavaria, Oktober identik dengan festival bir. Hanya saja, lagi-lagi karena covid-19, festival minum bir yang dikenal dengan nama Oktoberfest sejak jauh hari telah dibatalkan.
Dalam perkembangannya, festival yang telah berlangsung sejak tahun 1810, telah menjadi salah satu atraksi wisata paling menarik di Jerman, bahkan di Eropa dan juga di dunia. Tidak hanya warga Jerman yang berbondong ke Munich, tapi juga warga Eropa lainnya. Turis dari segala penjuru dunia, apalagi pecinta bir, sudah pasti selalu ingin menikmati sensasi minum bir bersama jutaan beer lover lainnya.
Tradisi Oktoberfest sendiri telah lama melintasi batas negara dan benua. Di periode yang sama, di berbagai kota besar di dunia juga diadakan festival dengan metode yang sama. Apalagi di kota-kota yang banyak populasi asal Jerman. Selain Munich dan kota-kota Jerman lainnya, Oktoberfest dalam skala berbeda juga dirayakan di New York- AS, Tokyo – Jepang, Brisbane – Australia, hingga Jakarta – Indonesia.
Oktoberfest memang pesta rakyat yang sangat penting. Tetapi, keselamatan warganya jauh lebih penting. Tanpa mau spekulasi sedikitpun, sejak jauh hari mereka bersedia membatalkannya. Bagaimana dengan pesta rakyat kita di November - Desember nanti? Akankah dibatalkan juga? Ah, lupakan saja.
Masih banyak hari-hari penting dan bersejarah di bulan Oktober ini. Dari 31 hari di bulan Oktober 2020 ini masih terdapat banyak hari-hari besar lainnya. Tidak kalah pentingnya, mari membuat hari-hari kita sendiri menjadi lebih berarti dan mungkin saja bersejarah.
Setidaknya sejarah bagi diri sendiri. Prost!
Kelapa Gading, 1 Oktober 2020
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan: Foto-foto yg digunakan sesuai keterangan di foto.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H