Bandara Changi Singapore yang canggih kini seolah diselimuti awan mendung. Bukan semata penurunan kinerja yang menukik tajam akibat pandemi covid-19. Tetapi, juga disebabkan ulah mantan petingginya terkait kasus tuduhan tidak terbukti terhadap mantan pembantu rumah tangganya yang asal Indonesia.
Seperti yang masih gencar diberitakan media Singapore dan juga dikutip banyak media di Indonesia, pemberitaan tentang tuduhan pencurian yang diajukan Liew Mung Leong, Chairman - Changi Airport Group (CAG) terhadap Parti Liyani, mantan pembantu rumah tangganya, akhirnya dipatahkan Hakim Chan Seng Onn di Pengadilan Tinggi Singapore.
Parti Liyani, mantan pembantu rumah tangga Keluarga Liew Mung Leong yang sebelumnya dituduh melakukan pencurian dan bahkan sempat setahun dipenjara pun dibebaskan pada Selasa, 8 Sep 2020. Pembebasan Parti serta kisah di balik motif tuduhan pencurian pun menyebar cepat.
Bak adagium di dunia jurnalistik, "Bad news is good news". Apalagi melibatkan seorang petinggi CAG dan figur terkenal di negeri jiran Singapore ini. Selain menjabat di CAG, Liew Mung Leong juga Chairman di Surbana Jurong, Senior International Business Adviser di perusahaan investasi Temasek, dan sebagai Anggota Dewan Pengurus di Temasek Foundation. Jabatan-jabatan yang begitu mentereng di Singapore.
Tidak heran, berita ini pun menjadi santapan media. Laman Changi Airport FB Page ikut diseruduk netizen yang marah atas perlakuan pimpinan CAG terhadap Parti Liyani yang dianggap tidak pantas.
Semua media memasang tajuk berita yang cukup menohok kredibilitasnya. Bloomberg, misalnya, memajang judul berita, "Singapore Airport Chairman Faces Backlash Over Maid Theft Case". Lalu, The Star Online, "Singapore airport chairman quits amid fury over maid case".Â
Berbagai opini ikut bermunculan. Sebagian di antaranya, juga memuji keberanian Parti Liyani dan mengapresiasi pengacaranya, Anil Balchandani, yang membelanya tanpa bayaran.
Tekanan publikasi inilah yang akhirnya memaksa Liew Mung Leong mengundurkan diri sebagai Chairman CAG dan berbagai posisi lainnya. Dalam era terkini, berita miring seperti ini sungguh tidak menguntungkan citra perusahaan publik yang terkait dengannya. Lihat saja, akibat ulahnya, Bandara Changi pun ikut terbawa pusaran kasusnya.
Skytrax sendiri adalah sebuah perusahaan konsultan ternama asal Inggris. Perusahaan ini rutin melakukan survei untuk menentukan peringkat terbaik bagi maskapai, bandar udara, hiburan dalam pesawat, dan elemen perjalanan udara lainnya.
Prestasi Changi ini tentunya sejalan dengan kinerjanya yang mengkilap sebelum badai covid-19 menerjang. Selain dikenal sebagai salah satu pusat transportasi (udara) terbesar di Asia, bandara dengan tiga runway (landasan pacu) dan empat terminal ini, juga kondang dengan layanan kelas satu dalam hal memanjakan penumpang pesawat yang melalui bandara ini.
Pada tahun 2019, Bandara Changi tercatat melayani lebih dari 68 juta penumpang. Angka itu sekaligus menempatkan Changi berada di posisi ke-18 sebagai bandara tersibuk di dunia.Â
Nomor satunya masih berada di bawah kendali Bandara Atlanta - AS yang melayani sekitar 110,531,300 penumpang. Sedangkan Soekarno-Hatta Cengkareng menempati posisi ke-25 dengan jumlah penumpang yang dilayani mencapai 54,496,625.
Bandara Changi sendiri memiliki empat terminal, yakni T1, T2, T3 dan T4. Namun terminal terbarunya, T4, yang disebut-sebut paling canggih, saat ini justru ditutup sementara sejak Mei 2020 lalu, akibat terdampak pandemi covid-19 yang menyebabkan menurunnya layanan penumpang di Changi.
Sebagai bandara yang sangat sibuk, Changi tercatat melayani lebih dari 100 perusahaan penerbangan yang menerbangi lebih dari 380 kota di 100 negara. Sekitar 7,400 penerbangan tiba atau berangkat di Changi setiap minggu.
Popularitas Changi bisa dimaklumi. Bandara Changi sangat disukai sebagai bandara transit oleh banyak pelancong dunia dan pebisnis yang kerap melakukan perjalanan bisnis lintas benua. Transit di Changi selalu menyenangkan.
Kiat lainnya dari Changi, yaitu memberikan voucher belanja gratis senilai 20 dolar bagi penumpang transit yang menggunakan Singapore Airlines. Program "Changi Transit Rewards" tentu sangat menarik calon penumpang untuk transit di Changi.
Sementara bagi penumpang lainnya, Changi tidak berhenti memanjakan penumpangnya yang suka berbelanja maupun mencicipi aneka kuliner khas Singapore, dll. Di semua area Changi terdapat ratusan restoran dan kafe, serta sekitar 400 toko.Â
Bandara ini sudah seperti sebuah destinasi wisata itu sendiri. Tidak mengherankan jika kita temui banyak penumpang yang sengaja memilih waktu transit yang lebih panjang di Changi, sebelum melanjutkan penerbangan ke kota tujuan berikutnya.
Itulah sekilas tentang Bandara Changi yang kini dibalut sepi. Situasi pandemi yang tidak menentu telah memaksa ratusan perusahaan penerbangan dunia mengurangi jadwal penerbangannya. Dan yang paling menekan kinerja Changi tentu saja disebabkan kontribusi Singapore Airlines, pengguna jasa bandara terbesarnya.
Meskipun keduanya milik Pemerintah Singapore, tapi secara manajemen perusahaan tentu saja berbeda. Bandara Changi dikelola Changi Airport Group. Sedangkan kepemilikan Singapore Airlines berada di bawah kendali Temasek Holdings dan beberapa korporasi lainnya.
Maka ketika rute internasional-nya terganggu, maka SQ pun kian merana. Berbeda dengan Garuda yang meskipun rute internasional berkurang jauh, tapi rute domestik masih cukup sibuk.
Begitulah nasib SQ yang reputasinya selama ini tidak perlu diragukan lagi. Layanan dalam pesawatnya selalu menjadi buah bibir para penumpang setianya.
Perusahaan penerbangan yang begitu sering ditahbiskan sebagai "The World's Best Airline" oleh Skytrax dan juga memuncaki peringkat atas dari "Travel & Leisure's Best Airline" selama lebih dari 20 tahun, kini pun memasuki pintu krisis.
"The Singapore Airlines Group today announced the difficult decision to cut around 4,300 positions across its airlines," demikian sebagian pernyataan SQ seperti yang dikutip The Straits Times. Setelah memperhitungkan penghentian rekrutmen, pengurangan alamiah, dan penerapan skema pensiun dini, jumlah staf potensial yang terdampak akan berkurang sekitar 2,400 di Singapore dan kantor-kantor lainnya di luar negeri. Suatu keputusan yang sulit di tengah ketidakpastian industri penerbangan global seiring dampak pandemi Covid-19.
Dalam situasi industri penerbangan yang berdampak besar terhadap kinerja Bandara Changi seperti inilah, sang Kapten CAG akhirnya meninggalkan kapal besarnya.
Jika diumpamakan kasus Parti Liyani vs Liew Mung Leong ibarat David melawan Goliath. Bak si Lemah versus si Kuat, dst. Anda pasti sudah bisa menduga arah dukungan publik ke siapa.Â
Kisah seperti ini mungkin saja sudah pernah terjadi di berbagai belahan dunia manapun. Tetapi, kisah yang sama juga, jauh lebih banyak terjadi dengan 'ending' yang berbeda.
Warga Singapore layak bangga dengan kemandirian pengadilannya. Dan kita di tanah air juga patut bangga dengan keberanian seorang Parti Liyani yang seakan berjuang sendirian di sana. Nyaris tidak terdengar beritanya di tanah air, hingga kemenangannya di Pengadilan Tinggi Singapura selasa lalu.
Bagaimana dengan mantan bos-nya Parti itu? Di hari-hari ke depannya, Liew Mung Leong mungkin akan melewati sebuah jalan panjang nan sunyi. Sementara Bandara Changi yang ikut dibesarkannya sejak 2009 jelas memilih jalan berbeda.Â
Changi masih sangat membutuhkan traffic yang tinggi, baik di landasan pacunya, maupun di semua area penumpang yang ada. Changi mencari keramaian penumpang, bukan jalan yang sunyi.
Kelapa Gading, 13 September 2020
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan: Foto2 yg digunakan sesuai keterangan di foto masing2.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H