Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Hard Rock, Kafe Legendaris yang Menjadi Destinasi Wisata

11 September 2020   12:30 Diperbarui: 16 Mei 2022   22:44 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Planet Hollywood. Sumber: foto oleh Yarkob /wikimedia.

Destinasi wisata tidak sebatas istana, museum, kastil, dan konstruksi buatan manusia lainnya. Destinasi wisata pun bukan hanya danau, pulau, pantai dan berbagai ciptaan alam lainnya. Dalam era terkini, sebuah restoran tematik dengan merek ternama bisa juga menjadi destinasi wisata. Itulah yang terjadi dengan Hard Rock Cafe! 

Hard Rock Cafe atau sebut saja HRC telah lama menjadi salah satu tujuan turis mancanegara di manapun HRC berada. Apalagi lokasi HRC selalu berada di pusat-pusat wisata dan hiburan di berbagai kota terkenal di dunia. Dan yang paling menarik, dalam kiprahnya selama hampir 50 tahun, HRC telah sukses membangun basis penggemarnya di seluruh dunia.

HRC pertama dibuka di Old Park Lane, Mayfair, tidak jauh dari Hyde Park- London. Kafe ini didirikan oleh Isaac Burton Tigrett dan Peter Morton, dua ekpatriat asal Amerika Serikat, pada tanggal 14 Juni 1971. Isaac juga dikenal sebagai pendiri House of Blues yang juga terkenal di AS.

Ide membuka HRC berawal ketika Isaac dan Peter yang tinggal di London, sudah kangen akan Hamburger, makanan khas Amerika, dan bir dingin. Mereka pun ingin memiliki sebuah kafe yang memberikan layanan yang sama untuk semua pengunjung, apapun latar belakangnya.

Singkat cerita, setelah susah payah mengumpulkan modal awal sebesar 10,000 dolar dan memperoleh pinjaman, mereka pun membuka kafe pertama di bekas ruang pamer mobil Rolls Royce di distrik Mayfair, London.

HRC San Francisco. Sumber: www.pier39.com
HRC San Francisco. Sumber: www.pier39.com
Nama "Hard Rock Cafe" terinspirasi dari sebuah foto Hard Rock Cafe di sampul belakang album grup band The Doors, "Morrison Hotel", yang dirilis tahun 1970. Sementara motonya "Love All, Serve All" konon diadopsi dari gurunya Tigrett, yakni Sathya Sai Baba.

Jaringan HRC kian berkembang pesat ketika pada 1982 keduanya sepakat untuk merambah ke mancanegara. Sejak itulah HRC semakin mendunia dan menjadi ikon baru di industri hiburan dan pariwisata. Dan sejak 2007, setelah kepemilikan Hard Rock International beralih ke Seminole Tribe of Florida yang berkantor pusat di Davie, Florida, AS, HRC kian ekspansif. 

Saat ini paling tidak HRC telah hadir di 75 negara di 256 lokasi. Selain memiliki 181 kafe, Hard Rock juga mempunyai 25 hotel dan 11 kasino. Selain yang berada di wilayah AS, maka sebagian besar outlet yang berada di berbagai negara lainnya dimiliki oleh banyak perusahaan berbeda yang membeli merek HRC dengan pola waralaba.

Di Indonesia sendiri, HRC sudah hadir di Jakarta sejak 1992. Selanjutnya, HRC Bali juga dibuka di Pulau Dewata Bali pada tahun 1993. Dan diikuti Hard Rock Hotel pada tahun 1998 dan bahkan menjadi yang pertama di Asia. Jakarta dan Bali sejak dulu memang menjadi trend setter di Asia.

Interior salah satu HRC. Sumber: dokpri
Interior salah satu HRC. Sumber: dokpri
Fenomena HRC sebetulnya diawali ketika pada tahun 1979, HRC mulai mendekorasi dinding kafenya dengan memorabilia rock and roll. Sebuah gitar milik Eric Clapton menjadi koleksi pertama, yang masih bisa dilihat di Hard Rock Cafe, London. HRC kemudian terus mengumpulkan dan mengoleksi memorabilia musik hingga menjadi yang terbanyak di dunia. Tradisi ini pun selanjutnya menjadi trade-mark HRC.

Konon sedikitnya ada 83,000 memorabilia, yang dipajang di outlet HRC di seluruh dunia. Koleksi memorabilia ini sebagian dibeli dari berbagai tempat lelang terkenal, tapi ada juga berupa donasi dari si pemiliknya langsung. Memorabilia itu dipajang mulai dari pintu masuk, ruangan kafe, dan kadang sampai ke area toilet! Sungguh fantastis bukan?

HRC terus berkembang menjadi ikon budaya kontemporer. Dengan tema musik yang begitu kuat, HRC tidak lagi sekedar kafe tempat kongkow sambil mendengarkan live music. HRC bahkan telah menjadi sebuah destinasi wisata itu sendiri.

Meskipun saat ini bermunculan berbagai kafe tematik lainnya yang keren dan selalu menjadi buruan para turis milenial, namun HRC seolah sudah berada di posisi yang berbeda.

Rock Shop- Resort World Sentosa. Sumber: www.rwsentosa.com
Rock Shop- Resort World Sentosa. Sumber: www.rwsentosa.com
Di manapun HRC berada, kafe ini selalu didatangi turis. Bagi kebanyakan turis, nama HRC ini sudah semacam 'must-visit cafe' demi sepotong kaos berlogo HRC plus nama lokasi kota di bawahnya (white classic logo tee). Ataupun demi berbagai macam pin, shot glass, cup, topi dan berbagai macam merchandising dengan nama dan logo khas HRC. Rock Shop yang selalu ada di setiap HRC selalu ramai dikunjungi turis.

Dalam perjalanannya, HRC memang mengeluarkan berbagai produk merchandising yang laris manis untuk menciptakan suatu 'emotional engagement' dengan para pengunjung setianya. Hal ini kemudian menciptakan suatu kelompok pecinta produk HRC (kolektor) di berbagai negara.

Sejak tahun 1980-an, banyak orang yang melancong dengan tujuan mengunjungi satu demi satu outlet HRC. Lalu dari setiap outlet yang dikunjunginya, mereka selalu membeli sesuatu sebagai tanda mata -- tergantung minat masing-masing.

Jaket HRC. Sumber: koleksi pribadi
Jaket HRC. Sumber: koleksi pribadi
Tapi paling banyak kolektor membeli kaos putih (white classic tee) dengan logo dan tulisan nama kota di mana kafe itu berada. Nama kota itulah yang bagi banyak penggemarnya adalah suatu kebanggaan tersendiri. HRC biasanya hanya membuka satu kafe di satu kota, kecuali di kota tertentu. Misalnya, di London. Di kota ini selain HRC -- Old Park Lane, juga terdapat HRC di Oxford Street dan di Piccadilly Circus.

Tentu saja, bagi para kolektor dan pecinta HRC sejati, mereka tidak hanya mampir ke Rock Shop-nya, tapi juga mampir ke kafenya. Setidaknya, menyantap HRC legendary steak burger dan segelas bir dingin. Dan jika waktu memungkinkan, pasti akan melewatkan malam sambil menikmati live music.

Penulis sendiri mengenal nama HRC ketika pertama kali ke Bangkok dan singgah di HRC di ibukota Thailand itu yang berlokasi di komplek Siam Square. Dan sejak itulah kebiasaan untuk selalu mengunjungi setiap HRC di berbagai kota yang penulis kunjungi berlanjut sampai kini.

Koleksi shot glass HRC. Sumber: koleksi pribadi
Koleksi shot glass HRC. Sumber: koleksi pribadi
Dari berbagai jenis barang dan asesoris yang dijual di setiap HRC - Rock Shop, penulis akhirnya memilih koleksi shot glass. Pasalnya, inilah salah satu koleksi yang relatif tidak terlalu mahal dan mudah dibawa. Tentunya juga sesekali membeli tshirt, jaket, dan lain-lainnya.

Apakah HRC tidak mempunyai saingan? Sudah pasti pernah ada. Meskipun, para pesaing itu mempunyai konsep tematik yang berbeda. Kalau HRC bernuansa musik rock n roll, maka dua pesaing lainnya menggunakan tema dari industri film Hollywood yang glamor dan dunia fashion yang gemerlapan.

Adalah Planet Hollywood, jaringan resto tematik yang menampilkan nuansa dunia perfilman ala Hollywood, yang sempat dibuka dimana-mana. Jika HRC fokus ke dunia musik, Planet Hollywood memilih industri perfiliman sebagai tema kafenya.

Betapa tidak, Planet Hollywood (PH) ini dibangun dengan dukungan aktor-aktor papan atas semisal Sylvester Stallone, Bruce Willis, Demi Moore, dan Arnold Schwarzenegger. Sejak dibuka tahun 1991 di New York, PH terus ekspansi ke berbagai lokasi strategis di Amerika, Eropa dan Asia. Jakarta pun pernah memiliki Planet Hollywood di kawasan Jl. Gatot Subroto.

Planet Hollywood. Sumber: foto oleh Yarkob /wikimedia.
Planet Hollywood. Sumber: foto oleh Yarkob /wikimedia.

PH tidak hanya membuka cabang-cabang baru di berbagai negara, tapi kian agresif dengan membangun resto dengan konsep lainnya. Sebut saja, The Official All Star Cafe, Cool Planet Cafe dan lain-lain. 

Namun di tahun 1997, PH mulai limbung dan pada 1999 bahkan sempat bangkrut. Setelah berganti manajemen berkali-kali dan penutupan puluhan outlet-nya, maka hingga February 2020, Planet Hollywood tercatat hanya menyisakan 7 restoran yang masih beroperasi.

Nasib lebih tragis menimpa Fashion Cafe. Dari namanya sudah diduga konsep kafe ini. Betul sekali. Berbeda dengan HRC maupun PH, Fashion Cafe mengusung tema fashion ke dalam konsep kafenya.

Fashion Cafe dibangun tahun 1995 di New York oleh Francesco Buti dan Tommaso Buti. Pada awalnya kafe ini menampilkan super model dunia sebagai ikon kafenya. Nama-nama tenar seperti Naomi Campbell, Elle Macpherson, Claudia Schiffer, dan Christy Turlington seolah tampil bak cover depan promosi jaringan Fashion Cafe.

Super Models di Fashion Cafe. Sumber: www.depop.com
Super Models di Fashion Cafe. Sumber: www.depop.com
Jakarta sekali lagi tidak mau kalah dengan metropolitan lainnya di dunia. Fashion Cafe Jakarta dibuka dengan gegap gempita pada 11 November 1996. Dua super model, yakni Naomi Campbell dan Claudia Schiffer, ikut diboyong ke Jakarta sebagai model dan jurubicara Fashion Cafe. Akan tetapi, kisah kafe ini tidak berlangsung lama. Pada tahun 1998, kedua bersaudara Buti ditangkap atas tuduhan fraud, bangkrut dan pencucian uang.

Lalu bagaimana dengan Hard Rock Cafe yang masih berkibar? Meskipun kini seakan melenggang sendirian, HRC harus tetap waspada. Generasi milenial mungkin saja mempunyai preferensi sendiri. Lagipula, pengalaman panjang HRC sendiri yang kadang pahit, mestinya telah banyak memberikan pelajaran penting.

HRC yang sering dipuji piawai dalam memilih lokasi strategis, toh pernah juga menerima kenyataan sebagian pilihan lokasinya berujung kegagalan. Ada yang direlokasi, ada pula yang harus ditutup permanen. HRC Jakarta saja sudah dua kali pindah lokasi. Awalnya, di tahun 1992, HRC beroperasi di Gedung Sarinah Thamrin, kemudian pindah ke eX Plaza Indonesia. Dan sejak 16 September 2013, menempati lokasi strategis di Mal Pacific Place. 

Kafe tematik bergaya casual ini kini sudah melegenda. Sang legenda yang masih tetap kokoh bak batu karang yang keras. Jelang usia 50 tahun pada Juni 2021 nanti, apakah akan makin kokoh atau ikut tergerus perubahan zaman. Only time will tell...

Kelapa Gading, 11 September 2020

Oleh: Tonny Syiariel

Referensi: 1, 2

Catatan: Sumber foto sesuai keterangan di foto masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun