Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Geopark Ciletuh, Surga Air Terjun di Sukabumi

7 September 2020   12:10 Diperbarui: 7 September 2020   21:44 2604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Curug Cikanteh, Ciletuh.| Sumber: Dokumentasi pribadi

Terminologi Geopark makin hari makin dikenal di tanah air. Apalagi beberapa geopark yang foto-fotonya sering bertebaran di dunia maya begitu memukau. Maka tidak perlu menunggu lama, berbagai destinasi berlabel 'geopark' pun dengan cepat menjadi destinasi populer.

Salah satu Geopark Nasional, dari sekitar 15 Geopark yang sudah diakui di Indonesia, adalah Geopark Ciletuh, yang berada di Kabupaten Sukabumi, provinsi Jawa Barat. 

Status sebagai Geopark Nasional telah diakui oleh UNESCO sejak tahun 2015. Bahkan sejak April 2018, Geopark Ciletuh secara resmi telah mendapatkan predikat sebagai "UNESCO Global Geopark".

Dengan predikat baru ini, Ciletuh pun menjadi makin dikenal secara nasional maupun internasional. Dan tidak mengejutkan, dalam waktu singkat, Ciletuh pun berkembang pesat sebagai sebagai salah satu destinasi wisata favorit dalam beberapa tahun terakhir ini.

Pada dasarnya sebuah geopark adalah suatu wilayah terpadu yang memiliki unsur-unsur geologi, di mana masyarakat setempat diajak berperan serta untuk melindungi dan meningkatkan fungsi warisan alam, termasuk nilai arkeologi, ekologi dan budaya yang ada di dalamnya. 

Geopark sendiri adalah singkatan dari Geological Park atau Taman Geologi.

Geopark Ciletuh meliputi suatu area seluas 128,000 hektar yang mencakup 74 desa di delapan kecamatan dan termasuk dalam wilayah Kabupaten Sukabumi. Kawasan nan luas ini terdiri atas gunung, air terjun dan pantai, serta komposisi batuan purba.

Bebatuan berwarna di Curug Cimarinjung. | Sumber: Dokumentasi pribadi
Bebatuan berwarna di Curug Cimarinjung. | Sumber: Dokumentasi pribadi
Konon kabarnya, bebatuan di Ciletuh muncul ke permukaan, karena terendapkan dalam palung laut hasil penunjaman lempeng samudra di bawah lempeng benua. Dan ini terjadi sejak Zaman Kapur sekitar 50 - 65 juta tahun silam.

Kabupaten Sukabumi sendiri memang dikenal sebagai wilayah di Indonesia dengan jumlah air terjun terbanyak. Air terjun atau dalam bahasa Sunda disebut curug mendominasi peta pariwisata di wilayah yang bersentuhan dengan pantai selatan pulau Jawa ini. Kabupaten Sukabumi memiliki setidaknya 33 air terjun!

Dalam kondisi lalu lintas normal, Ciletuh bisa dicapai dalam waktu sekitar 5 jam. Jarak sekitar 171 km itu akan terasa kian jauh, jika terjebak macet panjang di ruas Ciawi - Sukabumi. Namun, rute selanjutnya, khususnya dari Pelabuhan Ratu menuju Ciletuh, yang hanya berjarak sekitar 35 km itu, menyajikan pemandangan yang sungguh menarik.

Tidak lama selepas kawasan Pelabuhan Ratu, jalanan menuju Ciletuh mulai diselingi tikungan tajam. Tanjakan dan turunan curam hadir silih berganti. Namun, pada saat bersamaan, rute ini juga dihiasi pemandangan perbukitan indah dan diselingi panorama teluk dan laut membiru. Sungguh menentramkan hati dan memanjakan mata.

Maka tidak mengherankan, rute nan menantang ini mulai populer sebagai jalur 'touring' di kalangan kelompok pesepeda motor. Tidak hanya motor kecil, pengguna motor gede (moge) pun tak sedikit yang menjadikan Ciletuh sebagai tujuan touring.

Sebagai geopark yang sedang menanjak, apalagi di kalangan petualang muda, pecinta alam dan wisatawan domestik, fasilitas akomodasi dan rumah makan juga bergegas hadir. Sebagian besar akomodasi ini berpusat di sekitar pantai Palangpang yang persis menghadap Teluk Ciletuh.

Kawasan sekitar Pantai Palangpang lalu berkembang kian ramai dan menjadi semacam base-camp bagi mayoritas pengunjung sebelum mengeksplor geopark ini.

Meskipun rata-rata akomodasi masih bertaraf guest-house dan home-stay, tapi itupun sudah sangat memadai. Toh, yang penting taraf (akomodasi) dan tarif (harga) seimbang. Bukankah begitu? Lagipula, jika ingin sedikit berpetualang, jangan cari hotel!

Serasa di Lauterbrunnen, Swiss. | Sumber: Dokumentasi pribadi
Serasa di Lauterbrunnen, Swiss. | Sumber: Dokumentasi pribadi

Andalan utama Ciletuh tidak bisa tidak adalah deretan air terjunnya yang begitu menawan dengan bentuk yang berbeda. Bagi penulis, Geopark Ciletuh ibarat "the Lauterbrunnen from Indonesia". Lauterbrunnen adalah sebuah desa di Swiss yang memiliki 72 air terjun dan sekaligus menyandang rekor sebagai pemilik air terjun terbanyak di Swiss dan mungkin saja di Eropa.

Bagaimana dengan Geopark Ciletuh? Meskipun jumlah air terjunnya tidak sebanyak di Lauterbrunnen, namun secara nasional, Geopark Ciletuh mungkin satu-satunya di Indonesia dengan jumlah air terjun terbanyak.

Betapa tidak mencengangkan, di kawasan geopark ini setidaknya terdapat sebelas air terjun yang sebagian sudah bisa diakses dengan mudah. Dan menariknya, beberapa di antaranya berdekatan satu dengan yang lainnya.

Bagi penikmat keindahan air terjun, Geopark Ciletuh ibarat surga air terjun. Tidak hanya di Jawa Barat, tapi di seluruh Indonesia. Bandingkan saja dengan geopark lainnya di Indonesia, yang mungkin hanya memiliki satu-dua air terjun.

Dalam kunjungan ke Ciletuh bersama sebuah komunitas fotografi lanskap, penulis beruntung bisa mengunjungi sekaligus tiga air terjun dalam satu hari. Dan masing-masing air terjun itu memiliki keunikan dan pesona yang berbeda.

Curug Cikanteh, Ciletuh. | Sumber: Dokumentasi pribadi
Curug Cikanteh, Ciletuh. | Sumber: Dokumentasi pribadi
Air terjun pertama yang wajib dikunjungi adalah Curug Cikanteh. Meskipun akses ke air terjun ini termasuk paling sulit dibandingkan dua air terjun lainnya yang penulis kunjungi, tapi inilah air terjun terindah di Geopark Ciletuh.

Untuk mencapai Curug Cikanteh ini sebetulnya dimulai dari area Curug Sodong, yang memiliki lahan parkir dan fasilitas umum lainnya. Dari sini menuju Cikanteh harus trekking sekitar 30 menit.

Menariknya, trekking ini mengajak kita untuk berjalan melalui tanjakan bukit, melewati hutan tropis, dan menyeberang sungai. Bagi yang tidak terbiasa tentunya cukup melelahkan. Tapi jangan mundur. Selalu ada hadiah bagi siapapun yang mau berjuang. Di ujung trekking ini menanti suatu pemandangan air terjun yang sungguh amboi indahnya!

Curug Cikanteh tidak saja unik dengan bentuk air terjun dengan tiga undakan. Tetapi, juga dikelilingi dengan pohon-pohon tua dan banyak bebatuan besar yang semuanya seakan berpadu menyajikan pemandangan yang sungguh keren.

Bentuk air terjunnya tidak tinggi, tapi melebar dan terbentuk dari beberapa undakan. Pemburu foto instagrammable seakan menemukan dunianya di sini. Dari berbagai sudut pengambilan, Cikanteh tetap menawan. Rasanya enggan meninggalkan Cikanteh, andaikata tidak ingat masih ada spot lainnya untuk dikunjungi.

Curug Sodong, Geopark Cikanteh. | Sumber: Dokumentasi pribadi
Curug Sodong, Geopark Cikanteh. | Sumber: Dokumentasi pribadi
Sekembali dari Cikanteh melalui rute yang sama, ayo singgah dulu di Curug Sodong. Air terjun setinggi 20 meter ini memiliki akses paling mudah, karena berada di area yang sama dengan lokasi parkir. 

Sebuah warung kopi dan penjaja kelapa muda menahan langkah-langkah kaki pengunjung yang baru balik dari Cikanteh. Sedapnya sebutir kelapa muda di tengah siang nan terik!

Keunikan Curug Sodong jelas terletak pada bentuknya yang kembar. Dua air terjun yang jatuh bersebelahan. Air terjun sepasang mirip pengantin. Itulah yang menyebabkan air terjun ini juga disebut Curug Kembar dan juga dijuluki Curug Pengantin. Semoga air terjun ini tidak ikutan tren saat ini, ikutan bercerai! :)

Jika kedua air terjun tadi terlihat lebih alami, maka berbeda dengan Curug Cimarinjung yang terkesan sudah lebih 'jadi' dan ramai. Kesan ini terlihat mulai dari tempat parkir hingga spot air terjun. 

Deretan warung-warung warga lokal hingga jalan setapak yang sudah dibeton menyiratkan air terjun ini sudah lebih dulu dikenal, setidaknya dilihat dari fasilitas penunjang yang telah lama hadir.

Curug Cimarinjung, Geopark Ciletuh. | Sumber: Dokumentasi pribadi
Curug Cimarinjung, Geopark Ciletuh. | Sumber: Dokumentasi pribadi
Curug Cimarinjung sendiri tidak kalah menarik. Selain bentuk air terjun dua undakan, tebing-tebing dengan warna kecoklatan, membuatnya kian menawan. Air terjun yang jatuh membentuk sebuah kolam dan kemudian mengalir seperti sungai kecil. 

Tidak itu saja, di beberapa bagian air terjun, pengunjung juga akan menemukan bebatuan lain dengan warna-warni menarik. Batu-batuan berwarna hitam, coklat dan abu-abu seakan bersaing memamerkan kemolekan batunya. Jelas yaa, kemolekan batunya, bukan tubuhnya. :)

Air terjun ini juga agak berbeda dengan dua air terjun sebelumnya. Aliran airnya, yang berasal dari Sungai Cimarinjung ini, langsung mengalir ke Teluk Ciletuh sebelum tertumpah ke Samudera Hindia. 

Nama Cimarinjung kian kondang setelah beberapa kali diliput berbagai tv nasional, termasuk dalam salah satu episode "My Trip My Adventure".

Curug Cimarinjung, Geopark Ciletuh. | Sumber: Dokumentasi pribadi
Curug Cimarinjung, Geopark Ciletuh. | Sumber: Dokumentasi pribadi
Curug Cikanteh, Curug Sodong, dan Curug Cimarinjung berlokasi di Desa Ciwaru, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi. Masih banyak air terjun lainnya di kawasan Ciletuh yang tidak kalah memukau. Dan selain deretan air terjun indahnya, Geopark Ciletuh juga memiliki aset wisata lainnya. Dari pantai-pantai hingga puncak-puncak bukit untuk menikmati keindahan hamparan alam sekelilingnya.

Nama-nama pantai seperti Ujung Genteng, Cimaja, dan Palangpang juga menarik untuk dikunjungi. Begitu juga puncak-puncak bukit, misalnya Puncak Panenjoan dan Puncak Darma, spot ideal untuk menunggu matahari terbenam.

Sunset dari atas Puncak Darma. | Sumber: Dokumentasi pribadi
Sunset dari atas Puncak Darma. | Sumber: Dokumentasi pribadi

Geopark Ciletuh memang layak dikunjungi kembali dan kembali lagi. Meskipun ketika pulang dari Ciletuh ke Jakarta di hari minggu yang padat itu, kami harus menempuh perjuangan panjang lebih dari 7 jam. Tapi, tidak mengapa. Bukankah cinta itu layak diperjuangkan. Dan Ciletuh memang pantas dicintai dan diperjuangkan.

Kelapa Gading, 7 September 2020

Oleh: Tonny Syiariel

Catatan: Foto-foto adalah koleksi pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun