Pernahkan Anda mendengar kata piazza? Bagi yang pernah mengunjungi kota-kota di Italia, kata ini tentu sudah tidak asing lagi. Piazza atau alun-alun menjadi daya tarik tersendiri, karena warna dan ragam budaya yang ditampilkannya.Â
Mulai dari Piazza San Pietro di Vatican, hingga Piazza del Campo di Siena, pesonanya berhasil menarik jutaan pengunjung setiap tahunnya.
Dari berbagai referensi, piazza berarti 'an open public square, usually surrounded  by buildings'. Suatu lapangan terbuka yang biasanya dikelilingi bangunan. Lebih tepatnya, seperti di banyak kota di Eropa, piazza (atau alun-alun) ini berada tepat di jantung kota dan selalu dikelilingi berbagai bangunan penting di kota itu.
Di Italia, misalnya, kita akan banyak menemukan piazza yang dikelilingi oleh gedung balai kota, gereja, bahkan istana. Dari definisi ini, piazza memiliki arti yang sama dengan plaza di Spanyol, platz di Jerman, square di Inggris, place di Perancis atau alun-alun di Indonesia.
Karena letaknya yang berada di pusat kota, piazza selalu menjadi salah satu destinasi paling populer dan wajib dikunjungi, terutama di Eropa. Penulis sendiri selalu ingin menyebut setiap alun-alun, khususnya di benua biru Eropa, dengan nama depan 'piazza'.
Oh, bukan karena suka pizza Italia yang tipis nan lezat itu. Tetapi, semata karena kata piazza itu seolah memiliki daya magis yang selalu sukses mengirim kembali gambaran nan indah dari berbagai alun-alun di Eropa ke alam memori penulis.Â
Imaji sebuah piazza memang selalu memesona! Bagi para penjelajah dunia, piazza ibarat etalase sebuah kota, tempat segala pajangan terindah ditampilkan dalam skala besar.
Pada awalnya, sebuah kota biasanya lahir dari suatu 'market square'Â yang sibuk, tempat berlangsungnya aktivitas perdagangan yang menjadi urat nadi perekonomian. Karena lokasi dan fungsinya yang strategis, penguasa kota biasanya mendirikan pusat pemerintahan dan gereja mengelilingi lokasi pasar itu.Â
Dari sini selanjutnya berkembang menjadi alun-alun kota (city square), seiring dengan terus berkembangnya kota tersebut.
Nilai historis yang dikandungnya membuat sebuah alun-alun kota, yang umumnya telah berusia ratusan tahun, terus dipertahankan bahkan diperindah.Â
Sebuah piazza seakan menjadi simbol kebesaran dan kekayaan suatu kota. Alun-alun ini juga menjadi tempat rendezvous berbagai kalangan atau tempat kongkow yang mengasyikan.
Italia menyimpan banyak piazza nan menawan di hampir semua kotanya. Dari kota abadi Roma, kota budaya Firenze, kota wisata Venezia sampai kota-kota yang lebih kecil seperti Sienna dan Pisa.Â
Di negara ini juga, kita menemukan nama-nama terkenal dari beberapa piazza yang seakan wajib masuk 'must-visit list' dari wisatawan mancanegara.
Namun, diantara semua kota di Italia, Roma lah yang memiliki paling banyak piazza spektakuler. Di ibukota Italia ini, piazza dengan berbagai ukuran dapat ditemukan di hampir setiap sudut kotanya.
Setidaknya ada enam piazza, termasuk Piazza San Pietro di Vatican, yang wajib Anda kunjungi di kota ini. Masing-masing menyajikan ciri khasnya dan biasanya dilengkapi dengan patung dan air mancur yang indah.Â
Lalu, ada Piazza di Spagna dengan anak tangga yang mengarah ke via Condotti merupakan salah satu tempat terpopuler di Roma. Kemudian, Piazza del Popolo yang dihiasi dengan obelisk peninggalan Ramses II.Â
Selanjutnya, Piazza Barberini yang berada tepat di jantung Roma dan juga dihiasi air mancur Bernini lainnya, yakni Triton Fountain. Dan yang tidak boleh dilewatkan, apalagi kalau bukan Piazza della Rotonda, tempat berdirinya Pantheon, sebuah gereja yang berusia hampir 2000 tahun.Â
Masing-masing piazza begitu menarik, sehingga dibutuhkan waktu berhari-hari untuk mengunjungi semuanya.
Jika mencoba mengenang kembali ihwal 'jatuh cinta' dengan piazza, maka kenangan penulis pun  terbang jauh ke sekitar tahun 90-an, ketika pertama kali mengunjungi Firenze atau Florence, kota tempat lahirnya gerakan Renaissance.
Setelah melewati beberapa jalan kecil bak labirin, tiba-tiba di hadapanku terbentang Piazza della Signoria yang sungguh menawan. Selain Palazzo Vecchio dengan menara lonceng yang menjulang seakan mengawasi piazza ini, maka pandangan kita tidak akan bergeser dari dua karya masterpiece yang tampil disini, yakni Neptune Fountain karya Bartolomoe Ammannati yang sangat monumental dan tentu saja replika Patung David dari Michelangelo.Â
Bagi penulis, sebuah piazza tidak sekedar sebuah alun-alun dengan bangunan berarsitektur indah atau bernilai sejarah. Namun, ada daya magis lain yang mampu menahan langkah kaki untuk berhenti di situ. Dan kemudian menikmatinya dalam waktu yang lama.
Sambil menyeruput secangkir espresso, kita dapat menikmati suasana kota dan menyaksikan penduduk dan pendatang yang lalu lalang melewati piazza. Kata seorang teman, sebuah piazza bak sebuah panggung besar penuh warna.
Suatu ilustrasi yang sungguh tepat. Pasalnya, atmosfer yang ditawarkan oleh sebuah piazza selalu colorful, indah penuh warna yang menjadi ciri khas kota tersebut.Â
Begitu banyak aktor (baca: turis maupun warga lokal), dengan berbagai tingkah polahnya, seakan menjadi bagian dari sebuah mosaik besar yang akan selalu kita kenang.
Dan tentu saja, banyak juga yang berusaha menawarkan jasa, mulai dari penjual suvenir yang menawarkan berbagai barang oleh-oleh; pelukis yang akan mengabadikan momen liburan anda; penghibur jalanan (street performer); dan tidak ketinggalan penjaja makanan dan minuman dari kafe-kafe di sekitarnya.
Semua keramaian ini menjadi bagian tidak terpisahkan dari sebuah piazza di manapun itu berada. Sebuah piazza tanpa keramaian, ibarat sebuah orkestra tanpa penonton.
Alun-alun nan luas ini telah berhasil membuat banyak pelancong dunia jatuh hati. Pecinta sejarah, penyuka arsitektur dan gaya hidup, pasti akan terpuaskan oleh penampilan alun-alun yang berada di pusat kota Praha ini.Â
Bagi penulis dan ratusan thirsty travellers lainnya yang singgah di sini, segelas bir Pilsner Urquell yang bisa ditemukan di hampir semua kafe di alun-alun ini, ikut menyempurnakan episode perjalananku di awal musim gugur saat itu.
Yang pertama adalah Grand Place di pusat kota Brussels, ibukota Belgia. "The Grand Place is truly the most beautiful stage in the world", demikian tulis sebuah buku wisata. Dan segelas Duvel atau Leffe, bir khas Belgia, sangat pas untuk melengkapi sensasi pusat kota nan elok itu.
Alun-alun lainnya yang menawarkan kenikmatan segelas bir adalah Marienplatz yang terletak tepat di depan New Town Hall di kota Munchen, Jerman.Â
Pada musim panas dengan mataharinya yang cukup terik, segelas bir Augustiner atau Erdinger sanggup membuat penulis melupakan dentangan Glockenspiel yang telah membuat kagum jutaan turis yang datang ke kota ini.
Betapapun, tidak semua alun-alun menyajikan kehangatan layaknya sebuah piazza di Italia. Paris, misalnya, mempunyai beberapa alun-alun yang cantik dan tentu saja terkenal. Sebut saja Place de la Concorde dan Place Vendome.
Place de la Concorde, tempat Marie Antoinette dipancung dengan pisau guillotine, memang cantik, tapi tidak ada kehangatan di situ. Mungkin keindahan itu hanya bisa dinikmati dari jendela Hotel de Crillon yang mewah.
Anda juga akan menemukan banyak alun-alun yang menarik di banyak negara Eropa lainnya seperti Spanyol, Portugal, Hungaria, Russia, dll. Alun-alun tersebut sebagian besar di antaranya, bahkan sudah terdaftar dalam UNESCO List of World Heritage.Â
Penulis selalu berangan-angan untuk mengunjungi semua piazza yang ada di Eropa. Dan menuliskan semua kisah romansa dengan piazza-piazza itu. Akan tetapi, jika waktu tidak memungkinkan, rasanya sudah cukup puas untuk kembali lagi ke cinta pertama di Piazza della Signoria.
Kelapa Gading, 1 September 2020
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan: Semua foto-foto adalah koleksi pribadi, kecuali foto 'Piazza della Signoria' oleh Zolli-Wikimedia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H